Suradi Adventure Part 37

0
1206

Suradi Adventure Part 37

ANASTASIA MELINDA LIEM 2

Melinda berlari terengah-engah, dia harus melewati gang itu agar bisa sampai ke rumahnya. Tapi Winardi berdiri di mulut gang sambil membawa pistol. Dia mengancam Melinda.
“Mana datanya, cepat berikan. Kalau tidak kau kutembak.”
“Aku tidak takut. Tembak saja kalau berani!”

Dor! Dor!
Melinda terkulai dengan kepala berdarah.

Setengah terkejut Melinda terjaga dari tidurnya dan memegangi kepalanya.

“Aku baik-baik saja.” Katanya. “Tiap udah ngentot pasti aja tidur. Jangan-jangan kontol mengandung obat tidur… ha ha ha.” Melinda tertawa dalam hatinya. Dia lalu melihat jam di HPnya, jam 1 siang. Dia tertidur selama 2 jam.

Turun dari ranjang, dia mengenakan celana dalam dan BHnya. Melangkah menuju jendela dan melihat Suradi tengah berbicara dengan Pak Tono. Sambil mengenakan celana panjang kulotnya, dia menelpon Siaw Ling bahwa uang yang dimaksud sudah tersedia.
“Sebaiknya kamu aja yang ke sini, Ibu belum punya mobil.” Kata Melinda, dia kemudian mengenakan hem putihnya dan ke luar dari kamar tidur menuju kamar kerjanya.

Bertekun lagi dengan lap top dan ditail rencana, Melinda tenggelam dengan target-target kerja dan perkiraan berapa keuntungan yang bisa dicapai oleh perusahaan, berapa jumlah tenaga kerja yang diserap serta dampaknya terhadap masyarakat sekitar.

Dari jendela kamar kerjanya, dia melihat sebuah mobil van masuk ke dalam pekarangan depan.
“Mungkin Siauw Ling.” Katanya dalam hati. Dari mobil van itu ke luar empat orang laki-laki tinggi dan gagah mengenakan setelan safari biru gelap. Mereka berbicara dengan Suradi. Tampak jelas di mata Melinda, meskipun Suradi terlihat lebih pendek dari dua orang lelaki berseragam itu dan sepantar dengan dua lainnya, tapi Suradi jauh memiliki pesona sebagai laki-laki dibandingkan dengan keempatnya.

Melinda menarik nafas. Mereka pasti polisi.
“Ada tamu, mengaku penyidik dari KPK.” Kata Suradi di ambang pintu kamar kerjanya yang terbuka. “Kamu mau menemuinya atau tidak?”
“Kaka, enggak apa-apa. Mereka paling akan mengajukan sejumlah pertanyaan. Jangan khawatir.”
“Kamu yakin?”

Melinda mengangguk.

Bersamaan dengan itu sebuah motor matic 200 cc memasuki pekarangan dan pengendaranya yang berrambut panjang itu melepaskan helm, lalu dia menyimpan helmnya dan meninggalkan motor itu dengan kunci masih menggantung.
“Bu Linda, saya enggak bisa lama.” Kata Siauw Ling, dia masuk ke dalam rumah melalui pintu yang setengah terbuka diikuti oleh tatapan mata empat orang lelaki tinggi gagah yang sedang berdiri di teras.

“Masuklah, say.” Kata Melinda.

Siauw Ling melirik Suradi sejenak sebelum dia memasuki kamar kerja Melinda. Mendekati meja mantan bosnya di Global Cipta Mandiri itu dan berbisik.
“Dia ganteng.” Kata Siauw Ling. “Mana duitnya?”
“Memang.” Jawab Melinda dengan berbisik pula. “Kamu jangan coba-coba ganggu dia, oke?”
“Saya cuma bilang dia ganteng.” Bisik Siauw Ling.
“Sudah, sana pergi. Nih duitnya.”
“Oke, bos.”

Suradi memperhatikan dengan teliti ke empat orang itu.

Melinda berdiri di ambang pintu memperhatikan Siauw Ling menaiki motor.
“Silakan, Pak.” Kata Melinda mempersilakan ke 4 orang itu duduk di ruang tamu. “Bi Ijah, bikinin kopi!”

Entah mengapa firasat Suradi merasa jelek. Dia memperhatikan salah satu sepatu yang dipakai oleh salah seorang lelaki itu. Coklat, bertali, kulit asli. Mungkin merknya kickers. Tiba-tiba Suradi ingat, itu sepatu punya Indra. Tunggu… tunggu… Suradi berpikir keras. Dia memanggil Pak Tono, mandor senior yang sangat berpengalaman.
“Pak Tono, siapkan tangga di benteng belakang. Bawa mobil espass di belakang benteng, siap-siap menyelamatkan Bu Linda.” Bisik Suradi.

Pak Tono memandang Suradi.
“Mereka bukan penyidik KPK.” Kata Suradi pelahan.
“Siap, Pak.”

Bersambung

Daftar Part