Suradi Adventure Part 30

Suradi Adventure Part 30
METAMORFOSIS SURADI 5
Suradi menutupkan pintu, melangkahkan kaki dan duduk di bibir ranjang. Dia ragu dengan hati dan perasaannya. Dia menunggu dengan sabar sampai tangis Melinda benar-benar reda.
Telinga Suradi yang tajam tiba-tiba mendengar suara dengkuran yang halus. Dia berdiri dari duduknya dengan hati-hati. Melepas sepatu pantofel Melinda dengan sangat pelahan. Meraih kedua pergelangan kaki Melinda, mengangkatnya dengan lembut dan hati-hati ke tengah ranjang.
Menyelimutinya.
Suradi melangkah ke pintu. Dia ragu-ragu dan berdiri di depan pintu itu selama beberapa menit. Akhirnya dia membatalkan pergi meninggalkan kamar itu. Dia mengunci pintu dan duduk di kursi satu-satunya yang terdapat di kamar itu.
Dia tidur sambil duduk.
Melinda berada di roof top Hotel Halim yang berlantai 20 di bilangan Jakarta Pusat. Kedua tangannya ditelikung ke punggung dan didorong berjalan menuju pinggiran roof top oleh Winardi.
“Di mana dokumen itu, Mel? Katakan! Elu gak mau loncat ke bawah kan? Tingginya 100 meter loh.”
“Win, gua enggak tau. Sumpah, Win, gua enggak tau.”
“Udah kita lemparin aja ke sana.” Kata seorang laki-laki yang gagah dan tampan.
“SIape lo? Apa urusan elu ke sini?”
Laki-laki yang gagah dan tampan itu tertawa terbahak-bahak. Winardi ikut tertawa.
“Ayo kita lemparin wanita sialan ini.”
Melinda seperti melayang ketika didorong dan jatuh dari gedung yang sangat tinggi itu.
“Apakah aku akan mati?” Tanyanya dalam hati. Tapi ketika dia membentur tanah, dia tidak merasakan sakit. Hanya kaget sedikit… dan dia ada di lantai kamar Losmen. Sebagian selimut itu terbawa oleh tubuhnya ke lantai. Dia melihat sepatunya ada di bawah, di dekat koper bajunya.
Suradi tampak pulas di kursi.
“Jam berapa sekarang?” Bisiknya. Dia lalu melihat HP, jam 02.10. Melinda berdiri dan melangkah mendekati Suradi, dia menatap wajah lelaki itu lama sekali. Dia nyaris saja mencium bibir Suradi dan memeluknya.
Tapi dia mengurungkannya. Dia mengambil selimut dan menyelimuti pria itu.
Melinda kemudian berjongkok di depan koper bajunya, membuka kuncinya dengan memutar-mutar angka kombinasi pada permukaan koper, lalu melepas engsel-engselnya dan membukakan koper itu hingga menganga. Tas Laptop itu masih ada di sana.
Dia mengambil BH, Celana dalam, Kaos T-Shirt dan celana panjang jeans. Kemudian dia pergi ke kamar mandi. Selesai gosok gigi dan cuci muka, dia mengganti BH dan celana dalamnya. Mengenakan celana jeans dan T-Shirt. Ke luar kamar mandi, dia melipat baju kotornya, kecuali blazer, dan menyimpannya ke dalam koper. Dan menguncinya kembali.
Melinda mengambil tas tangannya, duduk di bibir ranjang dan menghitung persediaan uang cashnya. Cuma 300 juta.
“Apakah ini akan cukup?” Pikirnya. Dia mengingat-ingat jumlah uang yang ada di rekening Mami, mungkin ada sekitar satu atau dua M. Rekeningnya sendiri ada kemungkinan akan diblokir.
“Aku harus segera mencari seorang akuntan.” Katanya dalam hati. “Jika sudah diaudit, aku pasti tahu duitnya lari ke mana.”
Melinda duduk menekur di bibir ranjang itu. Berpikir keras. Lama sekali. Sampai kepalanya terasa panas. Melinda baru sadar dari pikirannya ketika Suradi berdehem sambil menatapnya dengan sangat tajam.
“Maaf membangunkanmu.” Kata Melinda.
Tapi Suradi tidak menjawab. Sepasang matanya tak berkedip menatapnya dengan tajam.
“Aku lapar. Mau ikut cari makanan?” Kata Melinda.
Tapi Suradi tetap diam dan menatap Melinda dengan tajam. Sangat tajam.
“Ada apa?” Melinda merasa jengah dan takut… bukan, bukan takut karena pria itu akan melakukan sesuatu perbuatan yang bersifat kekerasan. Bukan. Dia takut pria itu akan…
“Darimana kau dapatkan kalung itu?” Kata Suradi dengan nada yang keras dan gemetar.
Melinda sangat terkejut.
Kalung itu selamanya tidak pernah lepas dari lehernya. Ketika dia duduk menekur, mata kalung itu ke luar dari leher bajunya yang berbentuk V. Terbuat dari kulit domba asli, dibuat oleh pengrajin terbaik di Sukaregang.
“Ini… ini…” Melinda gugup.
Tetapi Suradi terus menatapnya dengan sangat tajam.
Bersambung