Suradi Adventure Part 25

Suradi Adventure Part 25
METAMORFOSIS LIN LIN
Empat orang dokter bedah spesialis berteriak kegirangan. Mereka mengelilingi sesosok tubuh putih bagai pualam, telanjang.
“Heh, elu jangan liatin memeknya terus entar dia bangun tahu rasa lu.” Kata salah seorang dokter.
“Dia yang mana maksud lu? Yang itu…” Katanya sambil menunjuk ke selangkangan si dokter. “Atau yang itu.” Dia lalu menunjuk mata gadis remaja telanjang yang terpejam itu.
“Elu juga jangan pegang-pegang nenennya, gila lu.”
“Udah, udah. Ini tinggal tulang hidungnya kita benerin dikit.”
“Kita tarik dulu kulit arinya sampai kencang, pusatkan semuanya di titik pulposes…”
“Eh, elu jadi ga ngambil rumah di arcamanik?”
“Enggak, kayaknya gua mau pindah ke Garut. Anak lu gimana? Jadi kursus robotikanya?”
“Hey, sini pisaunya, potong di sini.”
Ke empat orang dokter bedah sambil berbincang santai melakukan pekerjaannya dengan serius. Setelah 3 jam, mereka ke luar dari ruang bedah itu dan minum kopi di kantin.
***
Lin lin terbangun dengan kepala pusing. Hidung dan matanya terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk. Dia terhuyung-huyung turun dari ranjang putih itu menuju wastafel. Di depan cermin dia menjerit.
Seorang suster berlari dan mendekatinya. Maminya datang dari balik pintu dan berteriak.
“Lin lin!”
“Ibu tunggu dulu di luar.” Kata Suster itu. Suster lain datang mendekat.
“Mami.” Kata Lin lin. “Saya ada di mana?”
“Di rumah sakit.” Kata Suster itu.
“Saya kenapa? Saya kenapa? Kaka… kaka…mana kaka…”
“Lin lin tenang dulu ya.” Kata Suster sambil menyuntikan sesuatu ke lengannya. Lin lin merasa lemas dan mengantuk.
“Ajaib, dia siuman. Psikolognya udah datang?”
“Nanti siang.”
“Dokter Anton panggil dan dokter Sumandono, mereka penanggung jawab program.”
***
Sebelum akhirnya diperbolehkan pulang, Lin lin diperiksa secara kontinyu selama 2 minggu oleh seorang psikolog. Dia dievaluasi mentalnya atas perubahan fisiknya yang drastis. Psikolog itu menyatakan Lin lin normal dan bisa menerima keadaan dirinya dengan baik.
“Tetapi saya selalu ingat kaka, dok.” Kata Lin lin.
“Apakah anda khawatir tentang dia?”
“I ya, dok. Kami janji mau menikah.”
“Oh, begitu ya?”
“Saya khawatir dia menunggu dan mencari saya. Apakah dokter melihat kaka?”
“Mmmm, saya tidak mengenal kaka yang anda maksud. Boleh tahu namanya?”
“Namanya Suradi. Orangnya ganteng.”
“Ya ya ya. Nanti kita lihat di daftar tamu yang berkunjung ya.”
“Kaka bilang kalau saya kangen saya harus memejamkan mata… dok, dia mengecup saya.” Kata Lin lin, air matanya menetes.
“Nanti juga kaka pasti datang.” Kata Psikolog itu. “Atau kamu yang mendatangi dia.”
“Dok, saya boleh pulang?”
“Boleh. Tunggu dijemput mami ya.”
***
“Mami, kenapa rumah kita jadi kecil? Kenapa kita tinggal di sini?”
“Biar deket sama tempat kerja mami. Rumah yang dulu sudah dijual buat biaya rumah sakit.”
“Mami ke mana kak Alex?”
“Dia ke surabaya, kerja.”
“Mami, kenapa lin lin jadi lebih cantik dari mami?”
Mami tersenyum.
“Ini adalah keberuntunganmu, nak.”
***
Lin lin mengikuti UMPTN untuk kesempatan ke 2 dan dia berhasil masuk ke Fakultas Ekonomi UNPAD jurusan manajemen bisnis. Entah bagaimana, dia tiba-tiba menjadi sangat cerdas dan mampu menyelesaikan kuliahnya selama 7 semester dengan predikat Summa Cum Laude. Lin lin kemudian melamar kerja di Bank Halim yang merupakan bagian dari Handono Halim Group. Selama tiga tahun bekerja, karirnya meroket dan berhasil menduduki jabatan Kepala Cabang Utama Bandung, lalu dia ditarik ke Perusahaan Pusat dan menduduki jabatan yang sangat strategis.
Di perusahaan itu tak ada seorang pun yang tahu Lin lin si Gembil. Mereka hanya tahu Melinda Liem “the killer”. Prestasinya sebagai wanita karir belia yang tidak bisa dibilang main-main adalah membangun kembali anak perusahaan Global Cipta Mandiri yang sedang sekarat menjadi perusahaan yang sehat, kuat dan menguntungkan. Bahkan dia langsung dipanggil oleh Papa Handono, CEO Halim Group, untuk mendapat ucapan selamat, gaji tinggi dan fasilitas terbaik perusahaan.
Atas usul Papa Handono, Mami, Rekan sejawat dan beberapa pertimbangan lain, Melinda memutuskan untuk menikah dengan Winardi Gilbert Halim, anak ke 2 dari Handono Anton Halim. Mereka berbulan madu ke lombok dan australia selama seminggu, lalu kembali lagi ke Jakarta untuk bekerja.
Setelah 12 tahun menikah, mereka tak juga dikaruniai keturunan. Hal tersebut membuat Papa Handono menilai bahwa Melinda terlalu keras bekerja. Dia menginginkan cucu dari Melinda, karena itu dia dipindahkan ke Bandung yang pekerjaannya lebih santai.
Tapi setelah setahun, masih belum juga bunting-bunting perut Melinda. Padahal menurut laporan yang diterima Papa Handono, Winardi tinggal di Bandung sedikitnya 3 hari dalam seminggu.
Papa Handono curiga, jangan-jangan Melinda mandul.
Bersambung