Suradi Adventure Part 20

0
1361

Suradi Adventure Part 20

CINTA PERTAMA SI GEMBIL 7

“Ingat, waktu kita selfie kemarin di horison?” Kata Melinda.
“Ya, tentu saja. Saya heran apa maksud ibu.”
“Jangan panggil ibu. Panggil saja Linda… cuma untuk mengingatkan bahwa kita melakukan deal bisnis di situ.”
“Oh. Oke.” Kata Suradi, nadanya datar.
“Mmm… tapi dari foto selfie kemarin, ternyata ada orang yang mengenali wajah Pak Sur, sorri, aku juga jadi memanggil bapak.”
“Suradi saja, lebih enak. Siapa?”
“Namanya Lin lin. Dia masih terhitung saudara.”

Melinda tak sanggup menggambarkan ekspresi wajah Suradi saat itu. Sebuah ekspresi aneh berriak-riak di wajahnya. Pancaran kegembiraan yang meluap sekaligus luka dalam yang menekan.
“Apakah… apakah… dia sudah menikah?” Suaranya terdengar gemetar.

Melinda mengangguk.

“Apakah… menurut Ibu Linda, apakah… dia kelihatan bahagia?” Terlihat sepasang mata Suradi mengembang.

Melinda terdiam. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan itu.
“Saya kurang tahu.” Jawab Melinda.
“Sekarang dia tinggal di mana?”

Melinda diam sejenak. Ragu.
“Di Jakarta.”
“Bolehkah saya tahu alamatnya?”
“Buat apa?”
“Bolehkah? Atau nomor HPnya.”
“Kebetulan saya tidak punya.”

Suradi terdiam. Dia seperti merenung.
“Saya tidak akan meminta bayaran dari proyek ini, semua keuntungan bersih saya serahkan semuanya buat Bu Linda asal saya bisa mendapat no HP Lin lin atau alamatnya. Bagaimana?”

Melinda ingin menangis.

“Buat apa, dia kan sudah bersuami. Lagi pula, memang Suradi ada hubungan apa dengan Lin lin?” Kata Melinda berpura-pura heran.
“Dengarlah, Bu. Saya tidak akan menggangu rumah tangganya. Kalau dia bahagia, saya akan ikut bahagia. Saya hanya ingin bertemu. Hanya bertemu, tidak lebih. Kalau bisa berkenalan dengan suaminya, sungguh beruntung, saya akan berusaha menjadi sahabat suaminya. Suaminya bekerja di mana?”
“Saya kurang tahu.”
“Bagaimana, bu?”
“Apanya?”
“Tawarannya. Alamat atau nomor HP dan ibu mendapat bersih 200 juta. Cukup adil kan?”
“Itu terlalu berlebihan. Saya kurang tahu alamatnya, saya juga tidak punya nopenya.”
“Kalau begitu bikinkan janji. Dia dan suaminya. Saya akan datang.” Kata Suradi, suaranya gemetar.

Melinda merasa tersudut dengan skenario dan kebohongannya.
“Entahlah. Boleh tahu kenapa? Kenapa Pak Suradi menginginkan bertemu dengan Lin lin? Dia semakin gemuk dan jelek.” Kata Melinda, mencoba mengakhiri skenarionya.

Wajah lelaki itu tiba-tiba menjadi merah padam. Dia mengeluarkan kreteknya dan menyalakannya. Seorang pelayan menegurnya. Meja itu berada di area kafe no smoking.
“Maaf, boleh pindah ke area smoking?”
“Di sebelah sana, Pak. Bill baru ya Pak?”
“Ya. Boleh.” Kata Suradi.

“Di sini kurang nyaman.” Protes Melinda ketika mereka berada di meja free smoking.
“Cuma sebentar saja, Bu. Saya akan tawarkan satu lagi penawaran menarik.” Kata Suradi, suaranya mulai tenang.
“Boleh. Tawaran apa?”
“Saya akan kerjakan satu atau dua proyek Bu Linda dengan gratis. Asal semua biaya operasional tertutupi dan anak buah saya bisa makan, cukuplah. Saya akan kerjakan dengan kemampuan terbaik saya. Bayaran saya cuma satu, bertemu dengan Lin lin atau mendapat alamatnya atau mendapat nomor HPnya. Setuju kan?”

Melinda benar-benar terpana. Sudah sangat jelas bahwa Suradi tidak mengenalinya sebagai Lin linnya yang dulu. Dan lelaki itu berani mengorbankan segalanya untuk bertemu Lin lin.
“Kaka akulah Lin lin.” Kalimat itu hampir meloncat dari mulutnya. Untung tersekat di kerongkongan.

Melinda diam. Dia tersiksa oleh skenarionya sendiri.
“Mmm… entahlah, mungkin juga dia tak mau bertemu dengan Pak Suradi. Bagaimana kalau dia menolak bertemu?”

Suradi terdiam.
“Kalau dia menolak bertemu, biarkan saya melihatnya dari kejauhan. Jangan beritahu dia. Ibu Linda cukup memberi tahu, di mana saya bisa melihatnya.”

Melinda benar-benar terpojok. Dia tidak bisa menjawab.
“Tawaran menarik.” Kata Melinda, tenang. “Kalau boleh tahu, kenapa koq Pak Suradi sampai sebegitunya ingin bertemu Lin lin? Dia gemuk dan jelek.”

“Dia tidak jelek!” Tiba-tiba suara Suradi terdengar getas. Keras. “Dia tidak mungkin jelek. Dia gadis cantik. Tercantik di dunia.” Nada Suara Suradi jelas, tegas tanpa keraguan.

Melinda gemetar. Sungguhkah itu?

“Semua orang memanggil dia si gembil, si bola gembul… entah apalagi orang meledek dan melecehkan kegemukannya. Teman-teman sekolahnya menghinanya dan mengasingkannya, kakaknya juga sama. Maminya, orang yang seharusnya menjadi pembela terbaiknya, juga sama.” Kata Suradi. “Tetapi hatinya cantik. Jiwanya kuat. Di dalam dirinya ada malaikat.” Suradi berkata dengan serius. Wajahnya tegar.

Melinda sekarang tahu alasan yang sebenarnya dari mandor muda itu mengapa mencintainya. Ya. Suradi mencintainya tanpa syarat.
“Nanti akan saya usahakan. Setuju?”
“Setuju.” Katanya. Wajah Suradi tampak berseri-seri.

Bersambung

Daftar Part