Owalah Part 14

0
1845

Owalah Part 14

Side Story

1

Beberapa minggu setelah penyerangan tendes ke tripunar.

POV NINDY

Aku sedang duduk di ruang makan, sibuk dengan hpku.

“Loh kok sendirian kak?”

Aku melihat ke sumber suara, ternyata reza sedang berjalan menuruni tangga.

“Iya za, tiara ada kuliah” balasku.

Reza mengangguk, terus menuruni tangga kemudian berjalan melewatiku.

“Udah makan blum kak?” Tanya reza lagi, kini ia lanjut melangkah ke dapur.

“Emmh.. udah kok” jawabku singkat.

“Serius? Biar sekalian gua buatin nasi goreng nih”

Aku melihat ke arah reza, ia sedang berdiri menghadap kompor membelakangiku.

“Emang bisa?” Ucapku iseng bertanya.

“Oke, gua bikinin” jawabnya mengambil keputusan sepihak.

“Ih gausah” protesku.

Reza membalik setengah badannya melihat ke arahku.

“Jadi mau atau engga nih?”

“Gausah za” jawabku cepat.

Setelah mendengar jawabanku, reza kembali menghadap ke kompor dan melanjutkan aktivitas memaskanya.

Setelah beberapa saat, reza berjalan ke arahku dengan membawa sebuah piring di tangannya lalu duduk di seberangku.

“Makan kak” tawar reza.

“Iya”

Reza mulai melahap makanannya, aku kembali menatap layar hpku.

Setelah beberapa saat..

“Nih kak cobain” ucap reza sambil mendorong piringnya ke arahku.

Aku terdiam, reza menggerakan satu tangannya meraih satu sendok baru dari tumpukan, lalu menjulurkannya ke arahku.

“Dikitt aja” lanjutnya dengan nada memohon.

Entah kenapa aku tersenyum kemudian meraih sendok dari tangannya dan menciduk sesuap nasi.

“Kok enak sih?” Ucapku jujur saat merasakan nasi goreng buatannya.

Reza tersenyum lebar saat mendengar ucapanku.

“Iya dong, dah abisin gih” balasnya sambil berdiri dari tempat duduk.

“Loh lu ga makan?”

“Bikin lagi lah” ucapnya santai lalu berjalan menuju ke kompor.

Aku yang memang belum makan justru mulai melahap nasi goreng buatannya, sementara reza kembali sibuk memasak.

“Enak kan?” Tanya reza saat ia sudah selesai memasak.

“Iya deh enak, makasih ya” jawabku kemudian melahap suapan terakhir.

“Mau lagi?” Tanya reza lagi sambil menurunkan tubuhnya duduk.

“Engga, udah kenyang”

Reza mulai melahap makanannya, lagi – lagi aku kembali menatap layar hpku. Namun aku sempat beberapa kali melirik wajahnya yang sedang sibuk mengunyah nasi.

“Belajar kickboxing udah berapa lama kak?” Tanya reza, ia sudah melahap habis makanannya

“Dari kelas 1 smp za, berarti udah 8 tahun yah?” Jawabku sambil balik bertanya untuk memastikan perhitungan.

Reza mengangguk kemudian sejenak meraih gelas yang ada di meja.

“Emang suka atau disuruh?” Tanya reza lagi setelah ia meneguk air di dalam gelas.

“Disuruh za” jawabku singkat.

“Oh, tapi sekarang masih sering latihan?”

“Engga, terakhir pas kelas 3 sma”

“Kenapa?”

“Males”

“Padahal jarang loh ada cewek bisa bela diri”

“Justru itu, males karena ga ada temen cewek”

Reza sebentar memalingkan pandangan, namun beberapa saat kemudian ia melihat ke arahku cepat.

“Ajarin kak tiara gih” ucapnya memberikan ide

“Hah? Tiara? Gamungkin mau dia mah”
Balasku.

“Hmm kalo kak tiaranya mau, gimana?”

“Ya terserah, tapi kayak gatau tiara aja sih za”

“Mangkanya ntar gua coba ngomong, tapi kalo dia mau, lu ajarin ya?”

“Kenapa ga lu aja sih?”

“Lu ngajarin gua?” Tanya reza sambil tersenyum.

“Lu yang ngajarin tiara maksudnya” balasku meluruskan ucapan..

“Duh.. susah kak” jawab reza sambil menggelengkan kepala.

Aku hanya tersenyum, karena mengerti maksud ucapannya.

“Ngobrol di depan aja yuk kak” ajaknya.

“Mau ngerokok yah?” Tebakku.

Reza hanya mengangguk sambil sedikit tersenyum. Aku kemudian berdiri dari bangku, begitu juga reza, kami berdua lalu melangkah menuju halaman rumah.

Setibanya di halaman rumah, aku dan reza duduk bersebelahan di kursi kayu yang beberapa hari lalu di beli oleh tiara.

Aku dan reza pun lanjut berbincang, hingga akhirnya tiara sudah pulang dan langsung melangkah ke arahku.

“Nin! Liat deh, lucu gak sih?” Tanya tiara sambil menunjukan layar hpnya padaku.

Aku melihat sebuah foto tas bermerek mahal di layar hpnya tiara.

“Bagus kok” jawabku se-kenanya

“Bagus kan? Ini punya si novi, dia mau jual 13 juta” balas tiara enteng

Aku menarik nafas saat mendengar harga tas tersebut.

“Bagus, trus kamu mau beli?” Tanyaku.

“Gatau” jawab tiara pelan.

Tiara menggerakan bola matanya melihat ke arah reza kemudian melangkah mendekati reza.

“Yang, liat deh, bagus ga?”
Tanya tiara sambil mengarahkan lahar hpnya ke reza.

“Bagus” jawab reza cepat.

“Boleh ya?” Tanya tiara sambil meletakan tangannya di atas pundak reza.

Reza menggerakan kepalanya melihat tiara.

“Terserah” jawabnya cepat kemudian sebentar melihat ke arahku.

“Ah terserahnya kamu mah artinya gaboleh” balas tiara sambil mengangkat tangannya dari pundak reza

“Eh bentar deh” ucap reza cepat sambil menangkap tangan kak tiara

“Yaudah aku bolehin, tapi ada syaratnya” lanjutnya.

Tiarak tak membalas, menunggu penjelasan dari reza.

“Kakak mau yah di ajarin bela diri sama kak nindy?”

“Hah? Maksudnya?”

“Maksudku kakak belajar kickboxing, di ajarin sama kak nindy”

Tiara terdiam, memikirkan penawaran reza.

“Tapi kalo emang ga boleh, gapapa kok za” ucap tiara

“Oh yaudah, kakak jangan beli tas, tapi tetep belajar bela diri?” Balas reza cepat dengan wajah tersenyum..

“Ih gamau lah” protes tiara.

Tiara kemudian memiringkan setengah badannya melihat ke arahku

“Pasti kamu yang nyuruh yah nin?” Tanya tiara kepadaku..

“Ih enak aja, tadi reza yang minta” jawabku.

Setelah mendengar jawabanku, tiara kembali melihat ke arah reza.

“Aku yang nyuruh kok” ucap reza.

“Yaudah deh, eh tapi kenapa ga kamu aja sih yang ngajarin?”
Tanya tiara sambil tersenyum kepada reza.

Eksprsi wajah reza berubah, ia melihat ke arahku, aku justru tersenyum menyadari perasaan canggungnya.

“Sama kak nindy aja yah sayang?”
Ucap reza kepada tiara.

“Hihi, dah ah.. aku mau makan dulu”
Balas tiara tertawa, kemudian memutarkan badannya dan melangkah melewatiku.

“Eh kamu udah makan nin?”
Tanya tiara saat ia berada di sampingku.

“Udah kok”
Balasku cepat.

Tiara meneruskan langkahnya berjalan masuk ke dalam rumah, saat tiara sudah berada di dapur, aku menggerakan kepala melihat ke arah reza. Reza juga sedang melihatku, tersenyum, menghembuskan nafas panjang dan menggelengkan kepala akibat melayani sikap tiara.

“Mau kan?” Tanya reza meminta pengakuan bahwa ia bisa membujuk tiara.

Aku hanya tersenyum untuk membalas pertanyaannya.

________________

Beberapa hari kemudian.

“Ah nin, capek” ucap tiara sambil menjatuhkan tubuhnya di atas matras

“Kamu mah ngeluh terus, udah cepet lanjut lagi” balasku

“Ih gatau orang capek apa”

“Lanjutin!” Balasku ngotot sambil melangkah mendekatinya.

“Iyaiyaiya” ucap tiara merangkak menjauhiku lalu bangkit berdiri.

Saat ini aku sedang berada di sebuah kamar kosong lantai dua rumah tiara, kamar yang kami jadikan tempatku melatih tiara.

Tiara saat ini menggunakan celana yoga pants dan sports bra serba hitam sedang melakukan gerakan pukulan yang sudah ku ajari.

Setelah beberapa saat tiara melakukan pukulan tersebut, aku melangkah mendekatinya dan menyuruhnya berhenti.

“Sekarang kamu pukul aku” ucapku tepat di hadapan tiara.

“Maksudnya?” Tanya tiara sambil mengusap keringat di lehernya.

“Kamu pukul aku, jab kaya tadi”

“Serius?”

“Iya cepet”

Tiara dengan polos melayangkan pukulan tangan kanannya ke arah wajahku. Aku dengan cepat sedikit menggeser kepala ke samping dan melayangkan tangan kananku ke wajah tiara. Tanganku yang terlilit kain pelindung berhenti tepat di depan wajah tiara, membuatnya langsung memejamkan mata.

“Nah, besok kita belajar dodge sama counter ya” ucapku.

“Ah ribet banget sih” balas tiara sambil mendorong tanganku menjauhi wajahnya.

“Mau di ajarin kok rewel banget sih kak” suara reza dari arah belakangku

Aku memutarkan arah badan menghadap ke pintu masuk dimana reza sedang berdiri menggunakan celana sepak bola dan kaos.

“Eh sini lo! Ribut sama gua!” Ucap tiara menantang reza.

Tiara mengangkat tangannya ke depan alis, mengambil sikap bertarung yang sudah ku ajarkan.

Reza hanya tersenyum mendengar tantangan tiara.

“Takut kan lo? Dasar culun!” Tiara kembali menatang reza.

Ekspresi wajah reza berubah, ia tak lagi tersenyum kemudian melangkah mendekat ke arahku dan tiara, aku mengambil beberapa langkah ke belakang untuk memberikan jalan kepada reza.

Reza kini berada tepat di hadapan tiara, ia hanya terdiam sementara tiara masih ‘bergaya’ dengan sikap bertarungnya.

Reza kemudian menggerakan tangannya menuju wajah tiara…

“Jangan ngeluh terus yah sayang” ucap reza sambil membersihkan keringat di jidat tiara dengan mengusapkan jempolnya.

“Ah tapi aku capek” balas tiara dengan wajah malas seraya menjatuhkan kedua tangannya.

“Yaudah kalo capek istirahat dulu” reza kemudian membalikan badan dan mulai melangkah ke arah pintu.

“Eh bentar deh yang” panggil tiara.

“Kamu coba berantem sama nindy dong” lanjutnya.

Reza menghentikan langkahnya, ia perlahan melihat ke arahku, aku juga melihat ke arahnya.

Aku tersenyum, lalu mengangkat kedua tanganku hingga berada di samping. Reza ikut tersenyum, mulai melangkah mendekatiku sambil mempersiakpan sikap bertarungnya.

“Duluan kak” ucap reza menantang menyuruhku untuk menyerangnya duluan.

Pertarungan kami di mulai.

Aku sempat memberikan beberapa pukulan, namun reza berhasil menahan dan menghindarinya, hingga dengan cepat reza menurunkan tubuh dan mengarahkan pundaknya ke perutku.

Aku dengan sikap menahan tubuhnya dengan kedua tanganku, namun kekuatan kami jelas berbeda. Sadar aku tak akan bisa menahan doronganya, aku mengambil langkah ke belakang.

“Egh”
Suara dari mulutku saat punggungku bertabrakan dengan tembok.

Reza terus mendorong perutku dengan pundak kemudian ia meletakan tangannya di bagian paha belakangku.

Aku mengetahui bahwa reza ingin menjatuhkanku, dengan cepat ku angkat dengkul kiri ke atas untuk menghantam wajahnya. Namun reza segera melepaskan kedua pahaku dan mengangkat tubuhnya tegak, sehingga dengkulku hanya berhasil mengenai dadanya.

“Maaf za” ucapku.

“Gapapa kok” balas reza sambil melangkah mundur dan kembali mengambil sikap bertarung.

Aku melangkah ke depan, melanjutkan petarungan.

Aku menggerakan tangan kanan ku ke depan, reza menggerakan wajahnya ke samping akibat melihat gerakanku, namun gerakan tangan kananku berhenti, aku justru mendorong tangan kiriku ke wajah reza yang nampak sudah masuk ke dalam perangkapku.

Namun ternyata, aku salah.

Reza tidak hanya menggerakan wajahnya, seluruh badannya bergerak ke sampingku, dengan cepat ia memanjangkan tangannya mengait leherku.

“Eghh…egh” suara nafasku saat reza dengan seketika sudah berada di belakangku, mencekik leherku dengan lipatan lengannya.

Menyadari leherku tercekik, aku menghetakan dua kaki ke lantai dengan sekuat tenaga sehingga reza ikut terdorong ke belakang

‘bugh’

Suara punggung reza saat menghatam tembok, sehingga kini tubuhnya terhimpit olehku.

Aku masih mencoba melawan, namun tiba – tiba aku merasakan sebuah benda keras di bagian pantatku. Menyadari bahwa benda tersebut adalah penisnya reza yang sepertinya sedang ereksi, aku segera menepuk lengan reza.

Reza melepaskan cekikannya, aku melangkah ke depan sambil membalik badan menghadap reza.

“Apa – apaan sih…..” Ucapanku terhenti saat aku melihat ke area selangkangan reza.

Reza yang saat itu sedang menggunakan celana sepak bola sebagai bawahan sama sekali tidak terlihat ereksi.

“Maaf kak, maaf” balas reza sambil meletakan dua tangan di depan dada.

“Eh? Ohiya gapapa” jawabku, bingung karena salah menduga.

Reza masih sempat beberapa kali meminta maaf, hingga akhirnya tiara melangkah kesampingku.

“Ah kamu cupu nin” ejek tiara, merangkul pinggangku.

“Dasar kompor” balas reza.

“Biarin” jawab tiara.

Reza kemudian izin untuk merokok di halaman rumah, sementara aku masih terdiam di samping tiara.

“Nin, udah dulu ya, aku capek banget” pinta tiara, melepaskan rangkulanya.

“Hmmm.. yaudah deh” balasku setuju.

“Eh nin, mandi bareng yuk” ucap tiara sambil meraih lenganku.

“Ah? Ehmm” jawabku ragu.

============================================================================================================================================================================================================================================================================================================================================================================================

Side story

2​

Di kamar mandi, lantai 2.

Tiara sedang berdiri di bawah shower, meratakan air membasahi tubuh telanjangnya. Sementara aku? Aku masih berdiri mematung menatap tubuh tiara yang nampak mulus tak bergores itu.

Kak Tiara​

“Sini nin, malah bengong” ucap tiara menyuruhku untuk mendekatinya.

“Eh.. iya ra” jawabku gugup.

Perlahan, aku mulai melangkah ke depan, ikut meletakan tubuh telanjangku di bawah siraman shower.

“Kamu ga pernah mandi bareng yah nin?” Tanya tiara.

“Pernah kok” jawabku jujur, saat sma dulu aku memang sering mandi bersama teman – teman wanitaku selesai latihan kickboxing.

“Oh, kirain” balas tiara sambil meraih sabun dari kotak peralatan mandi yang menempel pada tembok.

Tiara mulai menyabuni sekujur tubuhnya, aku mulai memberanikan diri untuk meratakan siraman shower pada seluruh tubuhku.

“Gantian nin” ucap tiara sambil memberikan sabun di genggaman tangannya kepadaku.

Aku meraih sabun darinya dan melangkah menggeser tubuhku dari bawah siraman shower.

“Kamu lagi ada pacar ga sih nin?” Tanya tiara.

Tiara mengambil selangkah maju memposisikan dirinya di bawah shower.

“Engga ra” jawabku singkat karena sedang berkonsentrasi menyabuni tubuhku.

“Kalo yang lagi deketin ada dong?” Tanya tiara lagi.

“Hmm kepo banget sih”

“Daud ya?” Tebak tiara tersenyum.

“Engga lah, dia sih udah kayak abangku ra” balasku.

Aku melangkah ke samping tiara, meletakan sabun di kotak peralatan mandi. Tiara yang sudah selesai membilas sabun dari badannya, menyingkir dari bawah shower, digantikan olehku.

Kami melanjutkan aktivitas mandi..

“Duh, aku gendutan ya” ucap tiara di depan cermin saat ia baru saja selesai gosok gigi.

“Mangkanya olahraga bu” balasku yang baru saja selesai membilas tubuhku.

“Iyasih, kamu mah enak badannya bagus banget”

Tiara melihat ke arahku

“Apasih”

“Serius, badan kamu kurus tapi payudara kamu bagus, tuh mana sekel banget lagi” ucapnya sambil meletakan tangannya menyentuh dadaku.

Dadakku seakan tersetrum saat di sentuh olehnya, mungkin ini adalah pertama kalinya ada orang yang menyentuh dadaku setelah beberapa tahun ini.

“Ih ra” protesku sambil menjauhkan tangannya tiara dari dadaku.

“Hihi, kamu gelian ya?” Tanya tiara.

Tiara dengan santai kembali meletakan tangannya menggenggam payudaraku.

“Ra, ehm.. udah kek” pintaku.

Namun entah mengapa, kali ini aku tak menyingkirkan tangannya, membuat tiara semakin semangat memegang – megang payudaraku.
Entah sejak kapan, nafasku mulai berat, aku merasakan sensasi aneh di daerah selangkanganku.

Entah kerasukan setan apa, aku dengan cepat menangkap tangan tiara yang sedang memainkan payudaraku, namun bukan untuk ku singkirkan, aku justru menarik tangannya sehingga tiara sontak mendekat.

Tiara belum sempat melakukan apa – apa saat aku memajukan kepalaku mendekati wajahnya, menempelkan bibirku dengan bibirnya..

“Emhhh” ucapan tiara tertahan ciumanku.

Tiara meletakan kedua tangannya di dadakku, aku tak menyangka tiara justru mendorong tubuhku kuat, sehingga aku melangkah mundur dan ciuman kami terlepas.

“APA – APAAN SIH NIN?!” Teriak tiara kencang, suaranya terdengar bergema di dalam ruangan kamar mandi ini.

“Eh, maaf, maaf ra” ucapku panik mendengar teriakan tiara.

“GUA NORMAL YAH NIN!” Teriak tiara lagi.

Kini aku hanya bisa terdiam, menyesali perbuatanku mencium bibirnya.

“KELUAR LU!” Teriak tiara.

“Ra?” Ucapku tak percaya bahwa tiara akan semarah ini.

“KELUAR!”

Aku segera meraih pakaianku dari gantungan pintu, aku segera memakainya, tubuhku yang masih basah ini membuat pakaianku ikut basah.

“CEPETAN KELUAR!” Teriak tiara lagi.

Aku sama sekali tak berani melihat ke arahnya, setelah selesai mengenakan pakaianku, aku langsung membuka pintu dan melangkah menuju tangga.

“Kenapa sih kak?” Tanya reza yang ternyata sudah berada di tangga bersama daud di belakangnya.

Aku tak menjawab, terus melangkah melewatinya, daud juga menatapku dengan wajah penuh pertanyaan.

“Maaf bang” ucapku saat melewati daud yang hanya terdiam kebingungan.

“Nin?” Panggil daud saat aku sudah menuruni anak tangga terakhir.

Aku tak peduli, terus melangkah menuju pintu rumah untuk segera pergi dengan rasa malu yang saat ini ku rasakan.

Ya, aku malu terhadap diriku sendiri yang tak bisa menyimpan perasaanku kepada tiara, aku terus melangkah melewati gerbang rumah tiara, dengan air mata yang mulai menetes di pipikku.

________

Di lantai dua.

POV orang ketiga.

Tiara sedang duduk menangis di sofa bersama reza yang dengan mesra merangkul dan mengusap kepalanya, sementara daud masih berdiri, bersender pada pegangan tangga.

“Ud, nindy gimana dah” ucap reza mengungkapkan rasa kekecawannya terhadap nindy.

Daud hanya terdiam menunduk dan beberapa kali menggarukan kepala.

“Kalo gini mending gausah diajak dah bro” lanjut reza sambil terus menenangkan tiara.

Daud mengambil nafas panjang, ia terlihat segan untuk berbicara.

“Yaudah deh bro, gua mau ceritain sesuatu, tapi gua mohon banget jangan sampe ada yang tau ya”
Ucap daud dengan ekspresi wajah keberatan.

Reza hanya terdiam, menunggu penjelasan dari daud.

“Lu tau kan dia belajar kickboxing pas sma? Nah jadi dulu tuh…..

_______

3 tahun yang lalu, di dalam gedung serbaguna sebuah sma.

Seorang gadis cantik berumur 18 tahun bersama teman – temannya terlihat serius mendengarkan ucapan dari pelatihnya.

Nindy, siswi kelas 3 sma yang menjabat sebagai ketua ekstrakurikuler kickboxing di sekolah ini berdiri pada barisan paling depan.

“Mungkin segitu dulu ya, jadi buat yang kelas 3 lebih baik fokus dulu menghadapi ujian, buat kelas 1 dan dua harus lebih semangat latihannya” ucap pelatih mereka.

“Yaudah, kalian boleh pulang” lanjutnya menyudahi latihan hari ini.

Belasan muridnya sontak ramai mempersiapkan diri untuk pulang.

“Eh nin, om gua meninggal, gua pulang duluan gapapa kan?” Ucap salah teman nindy yang sebenarnya mendapatkan tugas piket hari ini.

“Oh, gapapa kok ris, duluan aja” balas nindy sambil mengusap keringat di lehernya menggunakan handuk kecil.

“Maaf banget yah nin, gua duluan ya”

“Iya ris, gua turut berduka ya”

Temannya nindy tersenyum, kemudian memutarkan arah badan dan mulai melangkah keluar ruangan.

Dengan izinnya teman nindy, berarti hari ini nindy harus melaksanakan tugas piket merapihkan alat – alat latihan sendirian.

Beberapa saat kemudian..

Belasan siswa sudah pergi meninggalkan ruangan, sementara nindy masih sibuk mengangkat sebuah matras dan membawanya ke dalam ruang penyimpanan.

Nindy baru saja selesai meletakan matras pertama, kini ia melangkah menuju ke matras kedua.

“Loh, belum pulang nin?”

Nindy melihat ke arah suara, ternyata pak dodi yang merupakan guru olahraganya sekaligus pelatih kickboxingnya baru saja masuk ke dalam ruangan.

“Oh bapak, iya pak saya piket, kok bapak balik lagi?” Tanya nindy sambil mengangkat matras kedua.

“Itu satpam udah pada pulang, saya di titipin buat ngunci ruangan, kamu kok piket sendirian?”

“Si fariz izin pak, omnya meninggal” jawab nindy saat ia sedang melangkah menuju ke ruang penyimpanan.

Nindy meletakan matras kedua, kemudian kembali untuk mengambil matras ketiga.

“Loh, ngapain pak?” Tanya nindy saat melihat pak dodi mengangkat matras ketiga.

“Gapapa, biar cepet” jawab pak doddy kemudian melangkah menuju ruang penyimpanan.

Nindy hanya tersenyum sebagai ucapan terimakasihnya lalu mengangkat matras terakhir.

Nindy membalikan badan untuk segera berjalan ke arah ruang penyimpanan, pak dodi yang sudah selesai menaruh matras ketiga kini sedang berdiri di samping pintu.

Nindy melewati pak dodi, masuk ke dalam ruangan dan meletakan matras terakhir.

“Ah, udah selesai pak” ucap nindy sambil mengusap keringat di keningnya kemudian hendak melangkah keluar dari dalam ruang penyimpanan.

Namun, pak dodi dengan cepat mengger tubuhnya menghalangi nindy, nindy hanya menatap pak dodi dengan wajah bingung.

“Pak?” Panggil nindy kebingungan.

“Udah lama saya ingin nikmatin tubuh kamu nin” ucap pak dodi tersenyum.

Bulu kuduk nindy sontak berdiri saat mendengar ucapan pak dodi, belum sempat nindi melakukan apa – apa, pak dodi dengan sangat kuat mendorong tubuh nindy hingga ia jatuh terbaring di atas tumpukan matras.

“Pak? Apa – apaan sih pak?” Tanya nindy sambil mencoba mengangkat tubuhnya.

Namun pak dodi dengan cepat menghempaskan tubuhnya menindih nindy.

“Pak jangan! TOLONGG!!” Ucap nindy lalu berteriak.

Dengan sekuat tenaga dan semua teknik bela diri yang ia bisa, nindy berusaha keluar dari tindihan tubuh pak dodi.

“Jangan berisik!” Bentak pak dodi.

Pak dodi, yang merupakan seorang petarung kickboxing dan sudah sering mengikuti perlombaan berkala nasional maupun internasional, dengan mudah menahan rontaan nindy dan meletakan tangan kirinya menutup mulut nindy.

“Emphhhhhhhhhh” teriakan nindy kini tertahan dekapan tangan pak dodi.

Pak dodi dengan kasar meletakan tangan kanannya di atas payudara nindy, meremasnya sangat kuat membuat nindy kembali menjerit.

Namun jeritan nindy sama sekali tak bersuara, kini hanya air matanya yang dapat menggambarkan ketakutannya.

“Payudara kamu empuk sekali manis” ucap pak dodi sambil terus meremas payudara nindy.

Nindy masih melawan, dengan sekuat tenaga nindy melayangkan pukulannya ke arah wajah pak dodi.

Wajah pak dodi sempat terdorong kebelakang akibat pukulan nindy namun tubuhnya masih berada di atas tubuh nindy, padahal pukulan nindy barusan sangkatlah cukup untuk menumbangkan seorang pria normal.

Pak dodi kembali melihat ke arah nindy, kini wajahnya terlihat sangat emosi, bulu kuduk nindy semakin merinding menyadari kesalahannya.

“EEMMMPHHHHHHH!!!!” Pekik nindy kencang saat pak dodi dengan sangat kuat meremas payudaranya, nindy meraih tangan pak dodi dengan dua tangan, berusaha untuk melepaskan payudaranya dari genggaman pak dodi.

Namun tenaga kedua tangan nindy bahkan tak kuat untuk melawan satu tangan pak dodi.

“Berani kamu mukul saya lagi, saya bunuh kamu sekarang juga” ancam pak dodi lalu kembali meremas payudara nindy kuat

“EMMPPHH EMMPHHH!” Teriak nindy sambil memukul – mukul tangan pak dodi, air mata nindi kini sudah membanjiri matras di dekat wajahnya.

Pak dodi masih sibuk meremas payudara nindy, walaupun perlahan ia mulai mengurangi tenaganya.

Setelah beberapa saat, pak dodi melepaskan payudara nindi.

Menggunakan teknik beladirinya, pak dodi dengan mudah membalikan tubuh nindy menjadi tengkurap menghadap matras.

“TOLONG!! PAK AMPHH”

Nindy sempat berteriak saat pak dodi membalikan tubuhnya, namun dengan cepaf pak dodi kembali mendekap mulut gadis malang itu.
Kini pak dodi menindih tubuh nindi dari belakang, nindi hanya bisa meronta dengan menggelengkan kepala.

“Udah lah nin, lebih baik kamu gausah melawan jadi saya ga perlu nyakitin kamu” ucap pak dodi berbisik di kuping tiara.

“Atau jangan – jangan kamu masih perawan?” Lanjut pak dodi.

Mendengar kata ‘perawan’ nindy semakin panik, ia menggerakan tangannya ke belakang berusaha untuk menjambak pak dodi.

Namun pak dodi dengan santai memundurkan kepalanya untuk menghindari jambakan nindy.

“Ternyata benar kamu masih perawan yah?” Tanya pak dodi lagi.

Pak dodi sedikit mengangkat pinggulnya, lalu tangan kanannya meraih bagian atas celana yoga pants hitam yang nindy gunakan.

Dengan satu tarikan kuat, celana yoga pants nindy berserta celana dalamnya tertarik hingga berada percis di bawah lubang vaginannya.

Nindi semakin meronta histeris.

Pak dodi kemudian dengan cepat meraih bagian atas celana trainingnya sendiri, menarik celana beserta celana dalammya ke bawah hingga penisnya menjulang keluar.

Terbesit sebuah ide di dalam kepala nindy, ia meraih lengan pak dodi lalu menekannya keras menggunakan kukunya.

Tangan pak dodi sedikit bergerak merasakan sakit, namun dengan cepat ia kembali menindih tubuh nindy lalu sedikit menaikan tubuhnya sehingga bagian belakang kepala nindi berada di bawah dadanya.

Ia melepaskan dekapan di mulut nindy, lalu mendorong kepala nindy kuat menggunakan dadanya sehingga wajah nindy terbenam di matras.

“MPPPPHH” nindy mencoba berteriak keras karena kini ia sangat sulist bernafas bisa, nindy melepas tangan pak dodi lalu berusaha untuk mendorong tubuhnya keatas menggunakan tumpuan tangan dengan matras.

“Jangan ngelawan kalo kamu masih mau hidup” ucap pak dodi sambil terus menahan wajah nindy terbenam di matras menggunakan dadanya.

Dada nindy semakin terasa sesak, keinginan untuk melawannya perlahan sirna, kalah dengan keinginannya untuk bernafas.

Nindy menjatuhkan tangannya tak lagi berusaha untuk melawan dorongan dada pak dodi, nindy mulai pasrah.

Mengetahui nindy mulai tak melawan, pak dodi mengangkat dadanya melepaskan kepala nindy.

Nindy dengan cepat menaikan kepalanya untuk menarik nafas, bahkan bagian matras yang tadi membenam wajahnya sudah terlihat sangat basah dengan air mata nindy..

“Ampun pak” mohon nindy sambil terus menangis.

“Sudah lah nin, suatu saat nanti juga keperawananmu pasti akan hilang di ambil pacarmu” ucap pak dodi.

Pak dodi menurunkan tubuhnya sehingga kini penisnya berada di atas selangkangan nindy.

“Pak tolong janmphhh” permintaan nindy terpotong saat pak dodi kembali mendekap mulutnya.

Namun kali ini nindy tak berani untuk kembali menusuk lengan pak dodi dengan kukunya.

Pak dodi meletakan kepala penisnya tepat di depan bibir vagina nindy.

“EMPHHHHHHH” Teriak nindy saat merasakan kepala penis pak dodi mulai berusaha membuka lubang vaginanya.

Saat kepala penis pak dodi berhasil masuk ke dalam vagina nindy, pak dodi dengan cepat mendekap mulut nindy menggunakan kedua tangan.

“Tahan yah cantik, bapak cuman ingin buat kamu jadi wanita seutuhnya kok” bisik pak dodi.

Nindy menggelengkan kepala, kedua tangannya menggenggam matras dengan kuat menahan rasa perih saat penis pak dodi mulai terdorong masuk ke dalam vaginanya.

Hingga nindy merasakan kepala penis pak dodi menyundul selaput daranya, nindi semakin menggelengkan kepalanya secara histeris, air matanya berlinang deras.

“Mulai sekarang kamu udah ga perawan lagi!!” Ucap pak dodi tegas sambil mendorong pinggulnya keras.

“EMPPPPPPPPPHHHHHHH” Teriak nindy keras saat merasakan sakit akibat selaput daranya di sobek secara kuat oleh pak dodi.

Nindy masih terus menjerit sambil meremas matras. Pak dodi sebentar mendiamkan penisnya di dalam vagina nindy, menikmati keberhasilannya merebut keperawanan nindi, menikmati cairan darah yang kini mengalir dari dalam vagina nindi.

Setelah beberapa saat, pak dodi mulai menarik pinggulnya ke belakang lalu mendorongnya lagi ke depan, ia mulai mengenjot nindy.

Teriakan nindy semakin melemah, ia kini hanya meremas matras menahan rasa sakit di vaginanya.

Menyadari bahwa ia tak akan bisa lolos dari pemerkosaan ini, kini nindy sama sekali tak melawan, bahkan remasan tangannya sudah terbuka, hanya air matanya yang terus mengalir menggambarkan kesedihan yang kini ia rasakan.

Pak dodi mempercepat tempo gerakannya, menyadari nindy sudah tak melawan, ia melepaskan kedua tangannya yang mempekap mulut nindi.

Pak dodi semakin semangat mengejot vagina nindi, kini ia mulai menciumi leher mulus nindi.

Sedangkan nindy hanya terdiam, ia bahkan meletakan kepalanya di martras, menatap kosong ke sudut ruangan meratapi nasibnya.

Pak dodi tiba – tiba menarik wajah nindy ke samping, ia menempelkan bibirnya dengan bibir nindy sambil terus mengenjot nindy.

Nindy masih terdiam, ia bahkan tak merespon ciuman pak dodi sedikitpun, pasrah membiarkan pak dodi menikmati bibir tipisnya..

Setelah cukup lama pak dodi menikmati lubang vagina nindy, pak dodi mulai mempercepat gerakannya.

“Kalo nanti kamu hamil hubungi bapak yah sayang, bapak siap kok bertanggung jawab menjadi suami kamu” ucap pak dodi.

Lagi – lagi nindy terdiam, ia hanya memejamkan mata mengingat orang – orang yang menyayanginya.

Ibunya, ayahnya, dan bori.

______

Di lantai 2 rumah kak tiara.

“Dia kehilangan keperawan dan pacarnya di tahun yang sama, sejak itu emang dia ga pernah lagi deket sama cowok” ucap daud menutup cerita.

Tiara yang awalnya menangis, kini hanya terdiam menatap daud, begitu juga reza.

“Gua ngewakilin dia cuman bisa minta maaf, sekarang terserah lu bro dia mau dikeluarin atau gimana” lanjut daud.

“Nindy mantannya bori?” Tanya reza memastikan kebenaran.

“Iye, sebelum kuliah abang gua ngajar kickboxing di sekolah gua, nindy muridnya, sampe akhirnya abang gua berhasil ngumpulin duit dan kuliah di sini, itulah kenapa gua bisa deket sama nindy, dia adek tingkat gua dan juga ceweknya abang gua” jawab daud.

“Jujur gua udah nganggep dia sebagai adek gua sendiri, gua yakin dia lebih kehilangan bori dari pada gua, jadi gua mohon kalo bisa tolong maafin adek gua bro, kak” lanjut daud.

Terlihat air mata mulai berlinang di mata daud, membuat ia sempat beberapa kali berkedip untuk mecegah tangisannya menetes keluar.

Tiara dan reza masih terdiam, mengetahui musibah yang pernah menimpa nindy.

“Kostan nindy dimana ud?” Tanya tiara kembali meneteskan air mata di pipinya, bukan karena kemarahannya kepada nindy, justru karena penyesalannya telah marah kepada nindy.

___________

POV Nindy.

Aku sedang berbaring memeluk guling di dalam kamar kostanku, menyesali perbuatanku yang mungkin membuatku tak bisa lagi membantu daud untuk membongkar pembunuhan bori.

“Maafin aku yang”
Ucapku menatap foto bori yang terpajang di atas meja kostanku.

“NIN, ADA YANG NYARI TUH!”
Teriak seorang teman kostanku.

Aku masih sejenak terdiam, hingga akhirnya mengangkat tubuhku berdiri dan berjalan pelan keluar kamar.

“Siapa?” Tanyaku kepada teman kostanku.

“Gatau, ga kenal” jawab teman kostanku dari dalam kamarnya.

Aku melangkah malas menuruni tangga, jantungku kembali berdebar saat melihat tiara sedang berdiri di depan gerbang.

“Nin, boleh ngobrol sebentar?” Tanya tiara dengan senyuman pilu.

Aku tak menjawab, hanya melangkah mendekatinya dan membuka selot pagar.

“Maafin gua ra”
Ucapku pelan ketika tiara berada di hadapanku, air mata lagi – lagi kembali menetes di pipiku..

“Shhh.. udah sini naik dulu” balas tiara sambil menggegam tanganku dan menariku masuk ke bagian belakang mobilnya.

“Gini nin, kita akui kalo yang kamu lakuin ke aku salah, tapi kita harus akui juga kalo sikap aku ke kamu juga salah” ucap tiara.

“Karena aku yakin kok, kamu pasti punya alasan ngelakuin itu, jadi ga seharusnya aku langsung ngusir kamu begitu aja.. apa lagi tadi kamu baru selesai mandi dan belum handukan, aku liat kok tadi baju kamu jadi basah semua” lanjut tiara, nadanya mulai goyang.

“Aku ngerti kok nin perasaan kamu atau bahkan aku ga ngerti karena aku ga pernah ngerasa sesakit perasaan kamu, daud udah cerita kalo kamu mantannya bori….” Ucapan tiara terhenti saat matanya menteskan air mata.

“Maaf yah nin, maaf banget” lanjutnya.

Tiara semakin menangis, ia dengan cepat memajukan tubuhnya dan memeluk ku.

“Aku siap kok nin buat bantuin kamu, kalo emang kamu mau ngelakuin hal – hal itu, aku siap kok” ucap tiara tersedu – sedu.

Aku menaikan tanganku yang masih berada di samping ke atas pundak tiara, lalu mendorongnya lembut membuat tiara melepaskan pelukannya.

“Engga ra, gausah. Mungkin emang udah saatnya aku ngebuka hati buat orang lain, udah jangan nangis lagi dong bu” bujukku sambil terus menggenggam pundaknya.

 

Spoiler: TEASER GERIII!!!

Aku sedang berdiri di depan kelas, mengobrol dengan teman – temanku sembari menunggu kedatangan dosen.

Hingga aku melihat dua orang wanita cantik sedang berjalan ke arahku. Entah mengapa mereka berdua terus menatapku, aku memberanikan diri untuk membalas tatapannya.”Kenapa yah?” Tanyaku saat mereka bedua hendak melewatiku.

“Oh, engga, gapapa kok, tadi kirain temen” balas salah seorang dari mereka yang menggunakan jaket jeans.

Aku terdiam sejenak mengamati jaket jeansnya, aku yakin jaketnya sama dengan jaket yang digunakan anto karena terdapat tulisan ‘tendes’ dibagian lengannya.

“Geri” balasku cepat sambil tersenyum dan menjulurkan tangan ke arah wanita yang menggunakan jaket serupa dengan jaket anto.

Ia membalas senyumanku, ikut menjulurkan tangan untuk berjabatan sambil mengucapkan namanya….

“….”

============================================================================================================================================================================================================================================================================================================================================
Part 14 

dsadBeberapa hari setelah masa ospek selesai.

Aku sedang berada di kantin, mengantri untuk membeli makanan.

Setelah berhasil membeli makanan, aku melihat ke sekeliling kantin yang di penuhi oleh puluhan mahasiswa. Mataku berhenti tepat di sebuah meja yang berada di ujung kantin, dimana sekelompok mahasiswa sedang berbincang dan masih tersedia satu bangku di antara mereka.

Aku berjalan menuju bangku tersebut, menurunkan badanku terduduk. Entah mengapa, mahasiswa yang ada di sekitarku terdiam saat aku duduk bersama mereka. Aku tak peduli, justru mulai melahap makananku.

Baru saja aku menelan beberapa suapan..

“Boy, misi boy gua mau duduk” ucap seseorang di sebelahku.

“Gua lagi makan” jawabku tanpa melihat ke arahnya.

“Yaudah si, makan sambil berdiri aje” balasnya.

“Gua lagi makan” ucapku lagi.

“Buset dah, lu mau nyari masalah apa gimana?”

Aku berhenti menyuap, membelokan kepala dan sedikit mendongkak untuk melihat wajahnya.

“Ngape? Ga seneng?” Ucapnya yang kini berada di hadapanku dengan tatapan tengilnya.

Aku dengan cepat melempar piring makananku ke arah wajahnya..

“GUA LAGI MAKAN BANGSAT!” Bentakku sambil berdiri dan melangkah mendekatinya.

Piring makananku mendarat tepat di wajahnya, membuat nasi menempel di wajahnya. Saat piring makananku baru saja terlepas dari wajahnya, aku melayangkan pukulan tangan kananku mengganti posisi piring makanan tersebut.

‘bagh’

Pukulanku mendarat sempurna mengenai rahangnya, ia terpental mundur dan mendarat menimpa badan mahasiswa lain yang sedang duduk belakangnya.

“APA APAAN LU!” Teriak seorang mahasiwa yang berada di seberangku.

“KENAPE? RIBUT?!” Ucapku membalas teriakannya..

Semua orang yang berada di sekitar meja kompak berdiri dan melihat ke arahku..

“100 ORANG KAYAK LU JUGA GUA LAWAN!” Lanjutku sambil melangkah mundur dan bersiap untuk menghadapi mereka semua.

Mereka yang mungkin berjumlah 8 orang mulai melangkah mengitari meja dan berjalan ke arahku.

“BANGSAT LU YE!” Teriak salah seorang dari mereka.

Mereka mulai mendekat, aku mengambil sikap bertarungku, jantungku mulai berdebar akibat pacuan adrenalin yang ada di dalam tubuhku.

“MASIH SIANG WOY!! MAU KENA KASUS LU PADA?” Teriak seseorang dari belakang mereka berdelapan.

Mereka sontak berhenti melangkah, namun masih menatap ke arahku. Aku menggerakan pandanganku melihat seseorang yang berada di belakang mereka.

Seorang pria dengan menggunakan jaket hoody bertuliskan ‘Tripunar’ dibagian dada sedang melangkah ke arahku.

Ia terus melangkah dan mendorong dua orang yang ingin berkelahi denganku membuka jalan.

“Cabut lu” ucapnya kepadaku saat ia berada di antara aku dan 8 orang tadi.

“Nyawa lu sini gua cabut” balasku.

Ia terdiam tak membalas ucapanku.

Aku menurunkan tanganku, sejenak menatapnya kemudian membelokan badan dan mulai berjalan untuk keluar dari kepungan 8 orang ini.

“Minggir anjing” ucapku sambil mendorong pria yang berada di hadapanku, wajahnya terus menatapku tak senang, namun ia tetap bergeser ke samping untuk memberikanku jalan..

Aku berjalan melewatinya, kini di hadapanku terlihat puluhan mahasiswa yang berada di dalam kantin sedang menatapku dengan pandangan tak percaya.

“KENAPE? MAU RIBUT JUGA LU PADA?” Teriakku..

Mereka semua sontak memalingkan wajah tak lagi menatapku, aku mulai berjalan menuju keluar kantin..

“GA BAKAL PANJANG LU HIDUP LU BOY!” Teriak seseorang yang berada di pojok kantin, salah satu dari 8 orang yang ingin berkelahi denganku tadi.

Aku memutarkan setengah badan ke arahnya..

“BUKTIIN AJE SINI TOT” Balasku kemudian kembali melihat ke depan dan melanjutkan langkahku keluar..

________

Di depan kelas.

“Buset, emang lu ga takut ger kalo mereka rame – rame nyamperin lu?” Ucap salah seorang teman seangkatanku.

“Yaelah, orang maen keroyokan begitu mah aslinya pasti culun, sekali pukul juga kelar” balasku.

Saat ini aku sedang berada di depan kelas, berbincang dengan teman seangkatanku sembari menunggu dosen.

“Ajarin gua cara ribut dong ger” ucap salah seorang temanku yang lain.

Aku tak membalas ucapannya karena mataku menatap kepada dua orang mahasiwa cantik yang sedang berjalan ke arahku, entah mengapa mereka terus melihatku dengan wajah bingung..

“Kenapa yah?” Ucapku menegur dua mahasiswa cantik itu saat mereka hendak melewatiku.

Mataku mengerenyit saat melihat bahwa salah satu dari mahasiwa cantik itu sedang menggunakan jaket jeans, jaket yang mirip dengan yang anto gunakan saat bertemu denganku beberapa hari yang lalu.

“Eh…engga, gapapa kok, tadi kirain temen” balas wanita yang menggunakan jaket jeans.

Aku dapat memastikan bahwa jaket yang ia kenakan serupa dengan anto saat melihat terdapat tulisan ‘Tendes’ dibagian lengannya..

“Geri” ucapku cepat sambil menjulurkan tanganku ke arahnya..

Ia sempat terdiam, namun kemudian tersenyum dan memanjangkan tangannya untuk menjabat tanganku.

“Nindy” balasnya tersenyum.

“Ger, bu asih ger” saut salah seorang temanku menginformasikan bahwa dosenku sudah datang.

“Emm, gua kelas dulu ya” ucapku pada nindy sambil melangkah mundur dan melepaskan tangannya.

“Iya” balas nindy singkat kemudian mulai berjalan meninggalkanku.

“Haha keren lu ger asli”

“Anjing, cakep banget tuh cewe ger”

Ucap teman – temanku melihat aksiku berkenalan dengan nindy, aku hanya tersenyum kemudian melangkah masuk ke dalam kelas.

Di dalam kelas, aku melihat Oliv sedang duduk di pojokan paling belakang, aku harus mengakui bahwa oliv memiliki wajah yang sangat cantik walaupun banyak rumor seputar dirinya, aku dengan semangat berjalan ke arahnya.

“Misi coy, gua mau duduk sini” ucapku pada seorang mahasiwa yang duduk di samping oliv.

“Iyaiya ger” jawabnya pasrah kemudian berdiri mempersilahkan tempat duduknya..

Aku meletakan tasku di atas meja, lalu duduk di samping oliv.

“Pengen banget duduk di sini ger?” Tanya oliv saat aku baru saja duduk.

“Iye, ga boleh?” Balasku..

“Boleh kok” jawabnya sambil tersenyum.

Aku sejenak memperhatikan tubuh oliv yang saat ini sedang menggunakan kaos putih super ketat dengan bawahan celana jeans panjang..

“Lu bispak ya?” Tanyaku lancang.

“Ih apasih” jawab oliv dengan wajah cemberut kemudian melihat ke arah depan kelas.

Aku hanya tersenyum, kemudian ikut melihat ke depan kelas dimana dosen baru saja masuk ke dalam ruangan.

_______

“Kita lanjutkan di pertemuan selanjutnya”
Ucap dosen menandakan bahwa perkuliahan hari ini sudah selesai.

Suasana kelas sontak menjadi ramai, seluruh mahasiswa sibuk merapihkan peralatan kuliahnya.

Aku melihat ke kanan, oliv sedang memasukan laptopnya ke dalam tas.

“Mau langsung pulang liv?”
Tanyaku.

“Engga, mau ketemu temen dulu” jawab oliv tanpa melihat ke arahku

“Pelanggan ye?” Ucapku.

Oliv sontak melihat ke arahku, wajahnya terlihat tak senang.

“Gausah bacot deh ger” balasnya.

“Yaelah galak amat” ucapku.

Oliv tak lagi membalas ucapanku kemudian mulai berjalan menuju pintu kelas, begitu juga denganku.

Di depan kelas, oliv lanjut berjalan menuju tangga, sementara aku diam berdiri di samping pintu.

“Ga balik lu ger?” Tanya salah seorang temanku saat ia baru saja keluar kelas.

“Duluan aja” balasku, ia hanya mengangguk kemudian lanjut berjalan.

“Oi, ngapain lu ger? Mau nemuin yang tadi lu ye?” Ucap temanku yang lainnya yang juga baru keluar dari kelas.

“Gausah bacot anjing” bentakku.

“Eh iyaiya sorry” balasnya panik kemudian dengan cepat pergi meninggalkanku.

Cukup lama aku menunggu di depan kelas, bahkan kini kelasku sudah kosong. Namun akhirnya aku melihat nindy sedang berjalan ke araku bersama wanita lain yang tak kalah cantiknya.

“Nin” panggilku saat nindy sudah berada dekat denganku.

“Loh belum pulang ger?” Tanya nindy ketika ia tepat di depanku.

“Belum, gua mau minta nomor lu dulu, boleh?” Tanyaku.

Nindy terlihat kaget mendengar pertanyaanku, ia terdiam dengan mata terus menatapku.

“Hihi, sikat bu” ejek wanita yang berdiri disamping nindy.

“Ih, apasih ra” ucap nindy malu.

“Hmm…boleh deh” lanjut nindy akhirnya menjawab pertanyaanku.

Aku tersenyum kemudian meraih hp dari kantongku, mencatat nomor nindy.

_________

Sekitar jam 5 sore.

Aku baru saja tiba di kostan, membuka celana jeansku kemudian membaringkan tubuh di atas kasur dengan hp di tanganku.

“Nin, ini gua geri” isi pesan yang kirim kepada nindy.

Sesaat aku menunggu balasan dari nindy, namun ia tak juga membalas. Aku memutuskan untuk meletakan hpku di atas lemari kecil yang ada di samping kasur, lalu memejamkan mata untuk sejenak beristirahat.

Namun tiba – tiba…

“Emhhhh…terusss ahh”

Aku mendengar suara desahan dari kamar sebelahku, aku mencoba untuk tak menghiraukannya, kembali memejamkan mata..

“Aaah…iyaaa aaahhh”

Suara desahan itu justru semakin kuat.

“Brisik banget tai” keluhku mendengar suara persetubuhan itu.

Aku bangkit dari kasur kemudian melangkah menuju pintu kamar, saat aku sudah berada di depan pintu kamar aku menjulurkan tangan untuk mengentuk pintu tetangga kostanku..

“Woi kalo ngewe jangan brisik lah” ucapku sambil mengetuk pintunya..

Tak ada jawaban dari dalam kamar, namun suara desahan tak lagi terdengar.

Saat aku ingin kembali masuk ke dalam kamarku, tiba – tiba pintu itu terbuka.

“Kenapa si? Lu ga seneng?” Ucap pemilik kamar yang hanya mengeluarkan bagian leher dan kepalanya.

“Iye ga seneng gua” balasku sambil melangkah ke depan pintu kamarnya.

“Lah terus lu maunya apaan? Ribut?” Ucapnya menantang.

“LAH AYOK!” bentakku sambil menendang keras pintu kamarnya.

Pintu kamarnya terbanting terbuka, ia bergerak mundur memegangi pinggang yang sepertinya beradu dengan gagang pintu.

“SINI LU!” Ucapku sambil melangkah masuk ke dalam kamarnya.

Alisku mengerenyit saat menyadari bahwa ia sama sekali tak menggunakan pakaian. Aku dengan cepat bergerak ke arahnya, ia terlihat panik dan melangkah mundur sambil terus memegangi pingganya.

Aku segera melayangkan pukulan ke wajahnya, ia tak menghindar, justru memejamkan matanya menerima pukulanku yang mendarat tepat di pipinya.

Tubuhnya terpental hingga membentur tembok, kemudian terjatuh dengan posisi duduk menempel tembok.

Aku kembali melangkah mendekatinya, mengangkat kaki kiri an mengarahkan dengkulku ke wajahnya.

Lagi – lagi dengkulku mendarat sempurna tepat dibagian tengah wajahnya, lalu menjatuhkan tubuhnya ke lantai sambil memegangi idungya.

“AYO SINI RIBUT ANJING” bentakku lagi – lagi melangkah mendekatinya.

Ia terlihat sangat panik dan dengan segera menahan langkahku dengan satu tangannya..

“Udeh bang udeh” ucapnya sambil berusaha merangkak menjauhiku.

“Ger, apa – apaan sih?”

Tiba – tiba suara perempuan terdengar menyebut namaku, aku menggerakan kepala melihat ke sumber suara.

Oliv, dengan tubuh telanjang berbaring di atas kasur dimana dengan tangan menutupi bagian dada dan selangkangannya.

“Yaelah, bener ternyata omongan anak – anak” ucapku kepada oliv yang kini hendak beranjak dari kasur.

Oliv dengan cepat melangkah meraih pakaiannya yang berserakan di lantai, lalu buru – buru mengenakannya.

“Gila lu ger ya” ucap oliv dengan tatapan tak senang saat ia sedang menggunakan bajunya.

“Lah elu yang gila, mau – mauan aja sama cowok begini” balasku.

Oliv tak menjawab, ia lanjut menggunakan pakaiannya. Saat oliv hendak mengaitkan celana jeansnya, aku dengan cepat melangkah mendekatinya.

“Lu ikut gua dulu sini” ucapku sambil meraih tangan oliv sehingga ia gagal mengaitkan celananya.

“Ih ger, apa – apaan sih” protes oliv.

Aku tak peduli, justru semakin menarik lengan oliv hingga keluar lalu mendorongnya masuk ke dalam kamarku, lalu menutup pintu.

“Ngapain sih?!” Tanya oliv jutek.

“Lu ngapain mau – maunya sama tuh orang?” Balasku sambil mengunci pintu kamarku..

“Bukan urusan lu!” Jawab oliv kemudian mencoba melangkah melewatiku.

Saat oliv berada tepat di sampingku, aku dengan cepat mengaitkan lenganku di depan lehernya, lalu menariknya keras sehingga tubuh bagian belakangnya menempel dengan tubuh bagian depanku.

“GER JANGMMPHH” teriakan oliv terhenti saat aku meletakan telapak tangan kiriku mendekap mulutnya, lalu menarik tubuhnya menjauh dari pintu.

“Gua cuman mau nanya kok” ucapku berbisik di telinga oliv.

Oliv masih sempat melawat dengan memukul mukul lengan kananku.

“Jadi mending lu tenang dulu, dari pada gua patahin nih leher lu” lanjutku berbisik.

Oliv perlahan mulai tenang, ia tak lagi memukul lenganku, tak lama kemudian ia seperti berusaha mengangguk, walau anggukannya tertahan tanganku yang mendekap mulutnya.

“Lu ceweknya dia?” Tanyaku pelan sambil melepaskan mulutnya.

“Bukan” jawan oliv lemah.

“Lu di bayar?” Tanyaku lagi.

“Engga”

“Lah, ngapain lu main sama dia?”
Kini aku meletakan tangan kiriku di depan payudara oliv.

“Emhh…dia anak 5hc” jawab oliv sedikit mendesah.

“Oh, lu mau jadi lonte tongkrongan?”
Kini aku meremas kencang empuk payudaranya itu.

“Emhh….ahhh”
Oliv justru semakin mendesah akibat remasan tanganku.

“Hahah lu suka ya diginiin? Hyper lu ye?”
Aku semakin meremas payudara oliv.

Oliv tak menjawab, namun aku merasakan ia justru memundurkan pantatnya menempel dengan selangkanganku.

Aku melepaskan payudaranya, kemudian tanganku bergerak kebawah, masuk ke dalam celana jeansnya yang belum sempat terkait itu.

“Mending jadi lonte gua aja gimana?”
Tanyaku sambil mulai menggesekan jari – jariku di area vaginannya.

“Ahhh..gerr..”

“Jawab dong” ucapku, kini aku bahkan sedikit meremas punuk vaginannya

“Ger, jangan gini kek” jawab oliv.

Aku dengan kuat menarik lehernya menggunakan lenganku kemudian meletakan kepalaku di atas pundaknya.

“Haha, memek lu aje masih basah liv, kena tanggung lu ye?” Bisikku di kupingnya.

“Udah dong” balas oliv.

“Udah apanya?”
Aku kembali mengelus vagina oliv.

“Inii”
Oliv menggenggam lengan tanganku yang sedang mengerjai vaginanya.

“Oh oke” balasku.

Aku segera menarik tanganku keluar dari dalam celananya, juga tanganku yang melilit lehernya, lalu mendorong punggungnya kuat hingga ia jatuh tengkurap di atas kasurku.

“Paling besok satu kampus tau kalo lu itu lonte” lanjutku enteng.

“Jangan macem – macem ya ger” jawab oliv dengan nada mengancam, kemudian mengangkat tubuhnya duduk di atas kasur.

“Sini lu!”
Aku meraih lengan oliv, lalu menariknya keluar kamar.

Saat berada di luar kamar, aku melihat banyak tentangga kostanku sedang berdiri di pintu kamarnya masing – masing melihat ke arahku dan oliv.

“Masuk!”
Aku mendorong tubuh oliv kuat hingga ia jatuh di atas kasur, menindih perut anak 5hc yang sedang berbaring memegangi hidungnya.

“Buset, jangan gitu lah bang” ucap anak 5hc saat oliv menindih perutnya.

“Hah? Mau gua dengkulin lagi muka lu?” Jawabku sambil berjalan mendekatinya.

“Kaga bang kaga, sorry sorry” ucapnya sambil menyingkir dari tindihan oliv, bergerak menjauhiku

Aku meraih dagu oliv, mengarahkan wajahnya menghadap ke pria itu.

“Nih, lu inget muka nih cewek, kalo sampe gua liat nih cewek nongkrong di tempat lu, jangan salahin gua kalo bukan cuman tulang idung lu yang bakal patah” ucapku.

“Ger…ampunn”
Oliv justru membalas ucapanku, dengan suara goyang seperti sedang menangis.

“Iye bang iye, udeh bang ampun” jawab pria itu sambil menempelkan kedua tangannya dan di letakan didepan dada untuk memohon.

“Bilangin juga sama temen – temen lu, inget nama geri, dia yang bakal ngobrak – ngabrik tongkrongan di kampus ini” balasku kemudian melepaskan dagu oliv.

Oliv segera melihat ke arahku, dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya.

Aku membalikan badan dan melangkah menuju pintu.

“Ohiye liv” ucapku saat berada tepat di pintu sambil membalikan setengah badanku kembali melihat oliv.

“Mulai sekarang lu punya gua” lanjutku tersenyum kemudian kembali melangkah keluar kamar, sementara oliv hanya menatapku dengan wajah tak percaya.

___________

Sekitar jam 10 malam.

Pov orang ketiga.

Di kontrakan tripunar.

“Tadi di kantin ada masalah apaan dah ndre?” Tanya raka yang sedang berbaring di atas kasur, sambil mengusap rambut seorang wanita yang sedang mengulum penisnya.

“Ada maba bang, tengil banget gayanya” jawab andre yang sedang berdiri sambil menghisap rokok tepat di bawah pintu.

“Yaelah maba, siapa si namanya?”
Balas raka.

“Geri”

__________

Di gedung UKM.

Roni sedang berdiri di depan ruang ukm lantai dua, bersender pada balkon melihat ke depan gedung ukm.

“Oi, ngapa itu muka lu?” Teriak roni bertanya saat melihat seorang mahasiwa baru saja datang dengan gips di hidungnya.

“Ribut gua bang sama tetangga kostan gua, maba tapi tengil banget gayanya” balas mahasiwa tersebut dari halaman ukm

“Yaelah sama maba aja lu bonyok, siapa si namanya?” Tanya roni lagi.

“Geri”

________

Di rumah kak tiara.

“Eh yang, bentar deh” ucap kak tiara yang saat itu sedang menindih reza dengan tubuh telanjang.

Reza menghentikan aksi mencium leher kak tiara, kemudian menatap kak tiara menunggu ucapannya.

“Tadi nindy di ajak kenalan sama maba tau yang” lanjut kak tiara.

“Ah? Siapa?” Tanya reza heran

“Geri”

Bersambung