Nirwana Part 49

Nirwana Part 49
Pacar Imitasi
Selepas makan malam, Indira menatap pendaran bintang yang berkedip redup di balik langit. Udara pegunungan yang dingin tak mampu dihalangi sweater putihnya, hingga ia terpaksa meringkuk di bale-bale. Hening malam seperti simfoni tanpa suara, soliter.
Hai.
Oh, eh.. hai Indira gelagapan saat Ava tahu-tahu duduk di sampingnya.
Ada sedikit rasa kikuk di antara keduanya, hingga mereka sempat saling mendiamkan beberapa saat.
Ava, makasih, ya
Hah? k-kenapa?
Sudah pura-pura jadi tunanganku Hehe.
Ava terpaksa menelan ludah.
Sebel tahu, setiap pulang kampung pasti ditanya-tanyain, sudah ada yang mau nyentana belum? hehe untung ada kamu. Indira tersenyum, namun Ava bisa menangkap nada getir di not terakhir suara Indira.
Aku nggak pura-pura kok
Indira tersenyum, menyenggol lengan Ava. Nggak apa-apa, aku ngerti kok makasih ya hehe
Ava tak menyahut, dibiarkannya hening kembali mengisi jeda percakapan itu.
Ava…. kamu cuma kasihan sama aku kan?
Aku…. enggak
Nggak apa-apa . Tapi Setidaknya kamu jangan pura-pura sama aku, ya biar aku nggak terlalu berharap seperti sama Dewa hehe
“Siapa bilang aku pura-pura?” Ava mencoba tersenyum, mengusap pipi Indira yang kini mencoba ikut tersenyum, mencari harapan di antara sepasang mata yang menatapnya teduh. Tiang tresna teken Indira[SUP](5)[/SUP]. Aku mau kok nyentana demi Ava tak sempat menyelesaikan kalimatnya.
Kemudian yang ada hanyalah hening, dan suara penyeru yang tiba-tiba menyeruak dari balik langit. Adzan Isya yang dikumandangkan oleh Muadzin tua dari Masjid kecil di dekat Bale Banjar, membekap Ava dalam bisu yang panjang
Dan Ava hanya bisa menatap sepasang mata Indira yang seperti berharap, mencoba bermimpi di depan lautan perbedaan yang menghampar, membentang