Nirwana Part 47

Nirwana Part 47
Sajak yang Tak Sempat Bersuara
“Lho katanya sibuk ngelawar?” kata Ava saat melihat Kadek duduk santai di teras.
Kadek hanya terkekeh penuh arti saat Ava mengembalikan kunci motor kepadanya.
“Akhirnya gimana, Sheena?”
Ava mengangkat kedua bahunya, sebelum melangkah lunglai ke arah gazebo.
Lesu, Ava memasuki kamarnya, dan mendapati sebuah kertas terlipat di atas meja kecil.
Setengah ragu, ia membuka lipatan itu hati-hati: Sebuah sketsa digambar pensil. Suasana warung tenda yang hangat, juga gambar dirinya dan Sheena sedang menikmati sate-gule, dengan latar panggangan yang mengepulkan asap. Di bawahnya dibubuhkan tulisan yang luntur oleh sesuatu. Tolong jaga Indira. Aku akan menemukan langitku.
Ava mendekap kertas itu erat-erat. Seharusnya Sheena hanyalah karakter figuran yang sekedar lewat. Namun sesuatu dari sketsa itu, membuatnya merasa mengenal Sheena lebih dari 6 bulan yang sekedar mampir. Lebih dari itu
Ava menatap ruangan yang mendadak lenggang, juga tawa kemarin pagi yang masih terngiang-ngiang. Sebelum akhirnya ia menyadari, ternyata masih ada banyak hal yang belum sempat dikatakan kepada Sheena -banyak hal-.
bagi dia yang tak pernah
mendengar suara nyawa.Kata-kata tersembul dari alam lain
di mana berkuasa sakit, mati
dan cinta. Kekosongan harap
justru melahirkan ilham
yang timbul-tenggelam dalam arus
mimpi. Biarlah terungkap sendiri
makna dari ketelanjangan bumi.
Masih adakah tersisa pengalaman
yang harus terdengar dalam bunyi?
Sajak sempurna sebaiknya bisu
seperti pohon, mega dan gunung
yang hadir utuh tanpa bicara