Nirwana Part 21

Nirwana Part 21
The Vow
Apabila hidup diibaratkan sebuah sinema dalam teater imajiner Maha Raksasa, di mana kita dapat merunut sebuah titik dari rol film dan memutar ulang perjalanan panjang yang bernama hidup, tentu saja tato di lengan Sheena perlahan akan menghilang dan rambut pendeknya akan kembali memanjang sepundak.
10 tahun yang lalu, cewek punker bertato itu tentu akan kembali menjelma menjadi gadis manis dengan pipi membundar, lengkap dengan poni menutupi kening dan sepasang mata bulat yang bergerak lucu di balik kacamata kotak ber-frame tebal.
Dan andaikata hidup memang dapat diputar ulang seperti itu, maka tentu dia akan masih berada di sampingnya: Pemuda bereragam putih-abu, berambut ikal, dengan sepasang mata yang menatap teduh, seperti sekumpulan uap air yang bergumpal putih di biru langit.
Cocok, Awan berkata. Membidikkan lensa ke arah gadis kecil yang sedang asyik membuat sketsa di hadapannya.
Cocok napa?
Cocok jadi model! Gantiin Kak Luna.
Ngejek, yah!
Eh, aku serius nih! Awan mendekat, melepas kacamata Sheena. Nah, gini kan cakep kata pemuda itu sambil memperhatikan wajah Sheena yang langsung merona.
Sheena tersipu sambil memainkan rambutnya. Awan, kamu serius aku cocok jadi model?
Dua rius! Kamu lebih natural dari Kak Luna! Awan menekan tombol picu. Kilatan blitz memberkas ke dalam mata Sheena.
Remaja itu menunduk tersipu.
Kenapa?
Kayaknya mimpinya ketinggian, deh.
Lho, apa salahnya punya mimpi?
Awan lalu menjelaskan tentang visi hidupnya. Bahwa hidup manusia harus dipenuhi mimpi. Kita harus berani bermimpi, tapi jangan hidup dalam mimpi! Kita harus mewujudkan mimpi itu!
Sheena tersenyum sendu, teringat betapa benak pemuda itu dipenuhi dengan mimpi-mimpi, dan betapa dirinya senantiasa merasa bahwa Awan selalu bisa membuatnya berani bermimpi dan melangkah ke masa depan.
Oke, sekali lagi ya kutanya: apa mimpimu?
Komikus!
Komikus? Hmm boleh juga Nggak pengin jadi model?
Pengeen jugaa! Aku mau jadi model!
Kalau gitu aku yang jadi fotogafer!
Terus?
Aku yang motret kamu buat Vogue!
Asyik!
Kita wujudin mimpi kita!
Serius?
Serius!
Janji?
Janji!
Dan mereka mengaitkan jari, saling mengikat janji.
Kutinggalkan kemarin dulu?Apa yang kucita-cita? Tak ada lagi cita-cita
Sebab semua telah terbang bersama kereta-
ruang ke jagat tak berhuni….
…Angkasa ini bisu. Angkasa ini sepi
Tetapi aku telah sampai pada tepi
Dari mana aku tak mungkin lagi kembali… [SUP](A)[/SUP]
Tatapan Sheena meredup, terjatuh di atas rangkaian tato yang memenuhi lengan kirinya. Kenyataan mendamparkan ingatannya kembali di detik ini. Tapi kamu nggak pernah nepatin janji itu, kan? bisiknya getir. Ruangan yang dipenuhi gambar dan peralatan tato itu mendadak menjadi lebih sempit akibat pandangannya mengabur karena kelenjar airmata yang mulai berproduksi.
Fuck, Sheena mengumpat pelan. Menyalakan sebatang rokok untuk mengusir melankoli yang mendadak menyelubungi. Sebotol bir menyusul terbuka dan ditandaskannya separuh, mengakhiri perjalanan singkatnya ke masa lalu.
Studio tato yang hampir bangkrut, penagih hutang yang bisa datang kapan saja, itulah kenyataan yang harus dihadapinya kini. Dan apalagi yang bisa dilakukannya selain berdiri tegak dan menantang: Masa lalu, masa kini, dan apapun yang akan hadir setelah ini.
Ponselnya tiba-tiba bergetar. Nomor yang muncul di layar memaksa Sheena menaikkan alisnya. Anjing, umpatnya kemudian.
Bersambung