Kesempurnaan Part 19

Kesempurnaan Part 19
Kapan Pun
Mama merangkak ke atas tubuh ku membuat celah di dadanya semakin terlihat. Payudara nya menggantung dengan indah tepat di depan mata ku. Mama menekan selangkangannya tepat ke selangkangan ku, begitu juga dengan bagian dada nya yang menekan dada ku.
“Sluurpss..ahhsshh…sluurpss…aahhsshh…”
Mama mengecup bibir ku dan kami berciuman dengan dasyatnya. Sambil berciuman mama menggesekkan bagian depan tubuhnya ke tubuh ku membuat baju terusan mama semakin tersingkap ke atas, begitu juga dengan bagian dada nya yang semakin mengintip karena baju nya tertarik ke bawah.
“Kamu sudah tau caranya belum?” tanya mama setelah beliau mengakhiri ciumannya di bibir ku.
“Cara apa mah?” tanya ku dengan polos dengan nafas yang terengah-engah setelah mengimbangi ciuman mama. Apalagi dengan sikap mama yang masih terus menggesek-gesekkan pinggulnya ke selangkangan ku yang membuat darah ku semakin berdesir.
“Iihh…pura-pura ga ngerti deh…ya cara buat muasin wanita kaya mama ini dong…” balas mama sambil meraba dada kiri ku sedangkan kepalanya rebah di dada kanan ku.
“Emang ga apa-apa mah? Kita ini kan…”
“Mama ngerti sayang kalau semua ini salah…tapi mama tidak bisa membohongi perasaan mama sendiri, mama begitu nyaman dengan kamu, kamu sangat mirip sekali dengan papa mu, mama…mama kangen sama papa kamu sayang…hiks…”
“Mah, mama jangan nangis…”
“Maafin mama sayang udah jadi mama yang ga baik untuk kamu…”
“Mama tetap yang terbaik kok buat Adi.”
“Meskipun mama minta ini?” tanya mama sambil menekankan pinggul nya semakin keras ke selangkangan ku.
“Kakak ragu tapi kakak akan lakuin apapun asal bisa bikin mama seneng.”
“Makasih sayang, tapi mama harap kamu juga bisa menikmatinya…” ucap mama sambil menjilati leher ku dan mengecup daun telinga ku.
“Ahhshh…i-iya mah…kakak menikmatinya kok…enak mah…ahhsshh…”
“Hihihi, kamu juga menginginkan ini kan sayang? Kamu juga menginginkan tubuh mama kan?” tanya mama sambil menarik ke atas bagian bawah kaos yang aku kenakan berusaha untuk menelanjangi ku.
“Ahhsshh…i-iyaa mah kakak juga menginginkan tubuh mama yang seksi ini mah…” balas ku yang sudah tidak perduli lagi dengan status kami berdua.
“Hihihi, mama kan udah tua sayang, tubuh mama udah ga kenceng lagi, kamu ini bisa aja memuji mama, wooow, tubuh kamu bagus banget sayang…pasti kamu rajin olah raga ya?” puji mama saat beliau berhasil melepaskan kaos yang aku kenakan. Sekarang aku bertelanjang dada di depan mama dengan posisi mama duduk di pangkuan ku menghadap kepada ku. Mama kagum dengan dada ku yang bidang dan otot-otot perut ku yang terlihat.
“Tubuh mama masih bagus kok mah, masih kencang, perut dan pinggang mama masih ramping, dan ehm…itu mama juga masih kencang kok.”
“Itu apa sih sayang? Yang jelas dong…” tanya mama dengan sangat manja.
“Bokong dama dada mamah…” ucap ku pelan sambil menangkup payudara mama dari bawah dan meremasnya pelan.
“Aawwwsshhh…” desah mama pelan saat mendapati payudaranya di remas olah anaknya sendiri.
“Benarkah itu sayang?”
“Iya mah, payudara mama itu masih sangat kencang, masih sangat menggoda, apalagi bokong mama…”
“Bokong mama kenapa sayang?”
“Bokong mama itu bulat banget dan berisi, bikin semua laki-laki ga fokus mah.”
“Termasuk kamu ya sayang?”
“Hehehe…”
“Nakal!! Mama sendiri di nafsuin…” ucap mama sambil meremas selangkangan ku dari luar celana. “Mama buka yaah,” pinta mama sambil mengedip manja. Aku hanya bisa mengangguk. Mama lalu turun dari atas tubuh ku namun posisinya masih menungging di samping ku menghadap penis ku. Pantat mama menungging dengan sangat menantang, sedangkan gundukan daging kenyal yang ada di dadanya menggantung dengan indahnya.
“Gede banget sayang…aahhh…” puji mama sambil mendesah dan mengocok pelan penis ku. Ahh gila rasanya benar-benar gila.
“Kalau segede gini, masuknya susah ga ya?” tanya mama sendiri sambil menempelkan penis ku ke pipi nya.
“Di coba aja mah, hehehe,” ucap ku sambil terkekeh.
“Udah ga sabar ya sayang?”
“He’eh mah…aahh”
“Hihihi…pelan-pelan aja yah…kamu nikmati ya sayang…” pinta mama lagi. Aku hanya mengangguk lagi. Mama lalu melanjutkan kocokannya pada penis ku. Posisinya masih menungging dengan baju terusannya yang hampir tersingkap hingga pantat bulatnya. Aku yakin jika dari belakang vagina mama bisa terlihat dengan posisi ini. Pandangan mama nampak sayu melihat penis ku yang sudah berdiri tegak. Sesekali mama menggigit bibir nya sendiri.
“Slurrppss…slurrppss…slurrppss…”
“Ahsshh…maahhss…”
“Heheemm?”
“Enak maahhsshh…”
“Hihihi, enak ya? Dasar anak durhaka!!” ucap mama sambil menggenggam erat penis ku dengan tangan kanannya. Saking kerasnya aku merasakan ngilu yang teramat sangat pada kemaluan ku. Namun karena diri ku yang juga sudah horny tingkat tinggi dari tadi, selain ngilu aku juga merasakan nikmat saat tangan lembut mama semakin menggenggam erat batang milik anak nya sendiri ini. Pegangannya semakin keras dan terus mengeras. Hampir aku teriak sesaat sebelum mama menarik kemaluan ku dan mendorong tubuh ku ke arah samping kanan dan…
Gubraak!!
Aku terjatuh dari tempat tidur ku dengan posisi tengkurap. Dengan reflek aku meraba selangkangan ku, tapi anehnya aku masih mengenakan celana kolor ku, tapi basah. Bukannya tadi aku sudah telanjang ya? Lalu kenapa mama malah mendorong ku? Aku lantas berbalik dan melihat ke atas tempat tidur, tidak ada siapa-siapa. Aku melirik kearah jam dinding, pukul enam pagi. Anjiiirr!! Gua mimpiin basah nyokap gua sendiri. Benar-benar anak durhaka.
“Kak…” terdengar suara dari luar. Mama?
“Ya mah?”
“Kesiangan lagi pasti? Ga sholat subuh lagi?”
“Hehehe.”
“Kamu itu sudah gede juga masih aja susah banget dibilanginnya…”
“Maaf mah…”
“Mita maaf sono sama Allah.”
“Hehehe.”
“Ya udah bangun, cuci muka, mama udah siapin sarapan, kita sarapan bareng.”
“Iya mah…”
Suara nyaring dari orang yang sangat aku sayangi itu kemudian pergi dan berlalu. Anjir anjir anjir!! Ini sih malu-maluin banget pikir ku. Semesum-mesum nya anak laki aku rasa tidak akan mesum sama mama nya sendiri, meskipun itu dalam mimpi. Parah.
***
Semenjak kejadian mimpi basah ku dengan mama tempo hari, akhir-akhir ini aku kembali menjaga jarak dengan mama. Bukan berarti aku menjauhi mama, namun aku kembali segan kalau harus dekat-dekat atau kolokan terhadap beliau. Aku kembali jadi anak laki-laki yang gengsi kalau nempel dengan mama nya.
Mba Gadis semakin betah tinggal di rumah ku dan aku rasa tidak ada tanda-tanda dia akan kembali ke istananya. Pun begitu dengan bu Pristy yang sama sekali tidak berusaha mengajaknya pulang. Aku sih tidak masalah asal mama dan Rahma tidak terganggu. Justru sebaliknya, mama sangat senang dengan keberadaan mba Gadis di rumah kami ini.
Bu Pristy, meskipun tidak terlalu sering, namun kami masih mempertahankan hubungan terlarang di antara kami. Aku tidak tahu motif apa yang mendasarinya malakukan ini semua, karena setahu ku, laki-laki bisa melakukan sex hanya karena nafsu, tapi tidak dengan perempuan. Jadi aku yakin ada sesuatu di balik ini semua. Bu Pristy suka dengan ku? bisa jadi, tapi aku juga yakin kalau bu Pristy masih cukup waras untuk tidak menunggu ku, perbedaan umur kami terlalu jauh. Tapi pada intinya, selama bu Pristy masih menikmatinya, aku juga akan menikmatinya. Sama-sama senang.
Ratna, hari ini aku dan dia akan jalan lagi, dia yang memaksa ku. Katanya ada sesuatu yang akan dia ceritakan. Katanya penting dan tidak bisa di ceritakan lewat telepon. Ya sudah aku menurut saja. Kami berdua sama-sama shift pagi jadi sore sudah pulang, dan rencananya adalah dia akan mentraktir ku makan malam. Dan seperti biasa setiap kali kami sudah janjian seperti ini maka hanya aku yang akan membawa motor. Dia akan menebeng pada ku.
Tujuan kami berdua malam ini adalah warung makan berupa sop dan sate kambing yang berada di daerah cinere. Tidak jauh dari rumah dan tempat kerja juga sih sebenarnya. Warung makan ini selalu ramai tiap malamnya yang membuat kami berdua penasaran. Meskipun lokasinya hanyalah halaman sebuah bengkel yang sudah tutup kalau malam namun dari aroma yang tercium setiap malam kami lewat di dalamnya membuat aku dan Ratna bertekad kalau harus mencobanya. Dan akhir nya malam ini kesampaian juga.
Aku dan Ratna duduk di salah satu bangku yang berada di pojok pelataran. Menu andalan yang ada tentu saja sop kambing dan sate kambing. Kami memutuskan untuk memesan sepuluh tusuk sate kambing dan satu mangkuk sop kambing yang akan kami sharing berdua nantinya. Dan tak lupa dua piring nasi putih. Ditambah dengan dua the tawar hangat. Dilengkapi dengan sebungkus dunhill milik ku dan malbor putih milik Ratna. Indah nya malam ini pikir ku.
“Elo kenapa dah?”
“Hmmm…” bukannya menjawab, Ratna malah menghela nafas panjang. Sepertinya cukup berat masalah yang di hadapi kali ini.
“Ayo cerita, kalau ga mau cerita ngapain nyulik gue kemari?”
“Idih pede!!!”
“Hehehe…”
“Rico Di,” ucap nya menyebut nama pacarnya.
“Kenapa Rico?”
Lagi-lagi Ratna tidak menjawab pertanyaan ku tapi malah menggelengkan kepalanya lemas. Pandangannya menunduk. Aku melihat sorot matanya seperti ada yang dia sembunyikan.
“Kenapa Rico?” tanya ku lagi.
“Hmm…gue mergokin dia selingkuh…”
“Hah? Anjing!!” maki ku tiba-tiba sambil mengepal dan hampir menggebrak meja sebelum Ratna menahan ku. Entah mengapa aku merasa sangat marah ketika tahu ada yang menyakiti Ratna seperti ini. Darah ku seperti langsung mendidih dan dan siap meledak kapan saja. Wajah ku mungkin sudah sangat merah karenamenahan amarah.
“Adi! Elu kenapa? Sabar!” ucap Ratna yang justru malah yang menenangkan ku. kebalik.
“Ga bisa Rat. Gue ga terima kalau ada yang nyakitin elu!”
“Hey, gue baik-baik aja kok. Kenapa elu yang malah marah-marah?”
“Lu baik-baik aja? Baik-baik aja apanya, pantes mata lo bengkak dan merah gini, lu pasti abis nangis kan? Gue ga nyangkal kalau lo emang tomboy Rat, tapi gue percaya kalau lo itu juga sama aja kaya cewek lainnya, lo pasti ngerasain sakit kan?”
“I-iya tapi lo ga harus marah-marah gitu, itu urusan gu..“
“Ga bisa, enak aja! Ga ada yang boleh bikin lo nangis kaya gini. Lo sekarang bilang dimana rumah Rico, gua mau bikin…“ gantian ucapan ku yang di potong oleh Ratna. Padahal aku sudah setengah berdiri. Padahal tangannya hanya memegang pelan tangan ku namun aku tidak bisa melawannya.
“Duduk!” perintahnya yang langsung aku turutin. Kalau bukan karena Ratna yang melarang ku, mungkin aku sudah kalap dan bener-benar menghampiri rumah pria brengsek itu.
“Udah diem dulu, tenangin diri lo. Gue hanya butuh lo mau dengerin cerita gue.”
“Tapi perasaan lo gimana? Masa gue diem aja?”
“Cuma gue yang tau apa yang gue rasain. Pokoknya gue ga mau lo ribut-ribut sama orang. Apalagi sama Rico.”
“Hmm…”
“Nanti abis makan gue ceritain semuanya.”
***
“Kambingnya udah tua,” komentar ku sesaat setelah kami menyelesaikan makan malam ini.
“Tau dari mana? Menurut gue empuk kok dagingnya.”
“Empuk bukan berarti masih muda, kebetulan aja yang masak jago jadi bisa empuk, tapi yang jelas kambing nya sudah tua.”
“Iyeee, kok lo tau?”
“Hahaha, insting aja,” jawab ku ngasal.
“Percaya deh yang punya cita-cita jadi koki kelas internasional…”
“Hehehe, InsyaAllah ya sepuluh tahun lagi.”
“Aamiin…”
“Harusnya udah cocok nih makan kambing, darah naik, ada stamina lebih buat gebukin si Rico, hahaha,” canda ku pada Ratna.
“Kalau lo sampai berantem-berantem sama orang, lo yang gue gebukin dan kita ga sahabatan lagi!”
“Iya-iya…jadi hubungan lo sama Rico sekarang gimana?”
“Ga tau!”
“Kok ga tau?”
“Emang harus gimana?”
“Setahu gue orang pacaran kalau salah satunya ke gap selingkuh biasanya langsung putus…”
“Ga semudah itu Di. Ini bukan soal logika lagi, tapi hati.”
“Iya tau, tapi apa yang mau di harepin lagi?”
“Gue coba ambil sisi positif nya aja dulu, mungkin kita memang butuh istirahat.”
“Jadi cuma break?”
“Iya.”
“Astaga…kenapa?”
“Ya ga tau…lo pacaran dulu gih sana baru lo bisa ngerasain.”
“Kalau gua pacaran ga akan ada yang namanya selingkuh di dalam kamus hidup gue.”
“Tapi gue bener-bener ga bisa kalau harus kehilangan dia Di, gue berharap dia mau memperbaiki kesalahannya, dan dia udah janji kok.”
“Bullshit dengan janji Rat.”
“Makasih Di, elo udah care banget sama gue, tapi yang gue butuhin sekarang hanyalah telinga lo yang mau dengar curhatan gue, dan bahu lo yang mau gue jadiin tempat buat sandaran.”
“Kapan pun Rat, kapan pun elo mau.” Balas ku sambil mengusap lengannya lalu kemudian kepalanya.
Kami saling tersenyum. Meskipun masih merah dan bengkak, Ratna sudah bisa tersenyum kembali. Sesekali dia melemparkan candaan kepada ku seperti biasanya. Dan meskipun tomboy namun sebagai seorang wanita nalurinya tetap lah sama, manja. Dan mungkin dia lebih sering manja kepada ku dari pada kepada Rico, pacarnya yang brengsek itu. Tapi biarlah, yang penting sahabt ku ini senang, bahagia, aku juga ikut bahagia.
***
Sinar matahari pagi menemani sarapan ku pagi ini dengan beberapa potong roti tawar yang sudah aku bakar dengan selai coklat di dalam nya. Sekali-kali sarapan kaya orang kaya pikir ku. Tak lupa segelas kopi hitam plus creamer juga ikut menemani, dan terakhir sebungkus rokok yang tinggal setengah sisa kemarin. Betapa indah pagi ini pikir ku, tidak ada siapapun di rumah kecuali aku. Mama sudah berangkat ke kios jahitnya, Rahma dan mba Gadis juga sudah berangkat ke sekolah, sedangkan aku sendiri hari ini dapat jadwal shift malam.
Ku ambil remote TV dan ku nyalakan TV layar datar ukuran standar peninggalan almarhum papa yang masih berdiri tegak di bufet ruang tengah ini. Ku pilih beberapa channel namun tidak ada yang menarik sebelum akhirnya berhenti pada sebuah stasiun televisi yang menyiarkan acara berita pagi. Kebetulan sedang menyiarkan berita kriminal.
Seorang pemuda berinisial RH ditemukan dalam kondisi babak belur di salah satu ruas jalan dibilangan Jakarta Selatan. Di duga pemuda ini adalah korban pengeroyokan yang sampai saat ini motif pengeroyokannya masih di dalami oleh pihak yang berwajib. Saat ini korban masih di rawat secara intensif di sebuah rumah sakit swasta di daerah Cilandak. Di duga pelaku tidak hanya satu orang, melainkan beberapa orang…
Aku tersenyum mendengar berita tersebut. Namanya pengeroyokan yang lebih dari satu orang lah pelakunya, kalau satu lawan satu ya duel namanya, ucap ku dalam hati. Aku lalu menyeruput kopi ku yang masih hangat-hangatnya sebelum ada sebuah panggilan masuk. Ratna.
“Ya halo Rat?”
“ADIIII!!!” teriak nya dari jauh dan aku langsung menjauhkan HP ku dari daun telinga ku sebelum gendang telinga ku pecah karenanya.
[Bersambung]