Kesempurnaan Part 18

Part 18 – Teman Lama
Sore hari bersama rintik hujan yang nampak malu untuk menumpahkan semua berkah nya. Hujan itu tidak deras, namun tidak sedikit juga. Pas sesuai takaran dari sang pencipta, menemani sore ku dengan segelas kopi dan sebungkus rokok yang tinggal beberapa ini karena sudah aku hisap dari beberap waktu lalu. Jomblo ya begini. Ada kopi dan rokok itu sudah sangat bahagia. Beberapa burung yang hinggap di pohon depan rumah nampak malu-malu untuk mampir ke rumah ku, mungkin di pikirnya rumah ku ini penuh degan polusi, jadi mending hujan-hujanan saja.
Entah sudah beberapa kali tadi mama mengingatkan ku untuk tidak banyak-banyak ngerokoknya, nanti kaya papa. Astagfirulloh.. bergidik aku membayangkannya. Tapi ya cuma gitu-gitu aja sih, mama mengingatkan, masuk kuping kiri, dan kemudia keluar malalui kuping kanan begitu saja lenyap terbawa asap roko yang mengepul di udara garasi mobil yang tidak ada mobil nya ini.
Mama memang tidak pernah melarang ku merokok, namun juga selalu mengingatkan supaya jangan berlebihan juga. Mama yang aneh, biasanya kalau melarang ya larang aja, jangan setengah setengah. Tapi begitulah mama. Bagi dirinya, yang penting anaknya pada hapy, ga stress. Lagi pula stress meikirin apa coba. Belum ada anak atau istri yang di tanggung.
Justru selama sebulan ini malah aku yang jadi semacam tanggungan orang lain. Siapa lagi kalau bukan bu Pristy. Setelah merasakan goyangan ku pada malam dan pagi hari itu beliau nampaknya semakin terobsesi terhadap ku. Perhatiannya selalu lebih kepada ku, baik langsung mau pun tidak langsung, baik hanya sebatas verbal maupun juga sikap. Di restoran mungkin tidak ada yang tau, tapi aku seolah menjadi anak emasnya. Tanpa sepengetahuan orang lain, beliau sering memberi ku barang-barang mewah.
Awalnya aku terima karena sekali-kali tidak ada salahnya, namun semakin hari semakin banyak saja yang dia berikan, tentu kalau orang sadar akan menimbulkan kecurigaan. Akhirnya aku mulai menolaknya dengan halus, tentu dengan memberinya sedikit pengertian. Untungnya mengerti. Tapi ganti nya, hampir seminggu sekali beliau memberikan transferan kepada ku. Nilainya? Hampir sebesar gaji ku sebulan.
Memang sih secara financial aku sekarang tidak kekurangan. Tapi aku pikir ini tidak baik untuk kedepannya. Maksud ku bila aku menggunakan uang itu untuk foya-foya itu akan berdampak buruk pada diri ku. Maka aku lebih memilih untuk mendiamkan saja uang itu. Aku yakin suatu hari nanti akan lebih berguna untuk hal yang lain. Toh aku masih bisa mencukupi kebutuhan ku dan mama serta Rahma dengan gaji ku sendiri.
“Mama perhatiin akhir-akhir ini kamu sering banget ngelamun ya kak, mikirin apa sih? Ngelamun jorok ya? Makanya cari pacar..” goda mama yang entah sudah berapa kali beliau menghampiri ku ke garasi mobil yang beralih fungsi jadi teras sekaligus tempat ku nongkrong ini. Mama berjalan di depan ku sambil mengipas-ngipaskan tangannya guna mengusir asap sialan yang terbang di depan ku. beliau lalu duduk di kursi yang ada di samping ku. Mama sore ini nampak cantik dengan baju santai nya yang model terusan yang menutupi lututnya itu.
“Mama ngapain sih duduk di sini? Kena asap rokok lho..”
“Ga apa-apa, pengen aja duduk di sini sama kamu, ga boleh?”
“Ya boleh aja sih, tapi kan nanti mama kena asap rokok..”
“Makanya matiin rokoknya, masa di depannya ada cewek masih ngerokok sih? Itu namanya ga gentle.”
“Iya-iya, apa kata mama aja dah,” balas ku sewot sambil mematikan rokok ku yang baru beberapa kali aku hisap ini.
“Nah gitu kan lebih enak..” ucap mama sambil melipat kaki kanannya di atas kaki kiri nya dan duduk sedikit menyerong ke arah ku, sedangkan aku sendiri duduk lurus ke depan. Hujan masih nampak turun dengan intensitas yang sedang-sedang saja, sama seperti rasa cinta pada seseorang yang juga jangan berlebihan, cukup sedang-sedang saja.
“Hmmm..”
“Kamu jadi kuliah kak?”
“Insyaallah, mudah-mudahan bisa tahun depan.”
“Sudah ada tabungan memangnya?”
“Sudah dong, Adi gitu..”
“Bagus deh, kuliah, kerja yang lebih baik, rejeki lebih baik, nikah, mama punya cucu deh..hihihi,” mama mengkhayal dengan khayalannya yang kadang tingkat dewi itu.
“Belum ada calonnya mama ku tersayang.. yang paling cantik sedunia akhirat..”
“Hihihi kan nanti sambil berjalannya waktu juga pasti ketemu kok sama jodohnya, kan orang bilang jodoh itu ga jauh-jauh dari kita sering bergaul, makanya kamu jangan di rumah aja, banyakin gaul sana, banyakin koneksi biar kalau ada apa-apa gampang.”
“Males ah ma, kebanyakan temen juga belum tentu baik semua, cukup beberapa saja tapi yang benar-benar baik.”
“Ya ya mama juga setuju sih kalau itu,” balas mama sambil memandang ke depan, melihat rintik hujan yang jatuh dari kanopy yang menjadi atap dari garasi mobil ini.
“Tapi mah,” ucap ku yang mendadak entah dari mana muncul sebuah keinginan.
“Apah?” tanya mama dengan lembut.
“Kalau jalan-jalan sama mama sih Adi mau-mau aja, hehehe,” ucap ku dengan santai. Kalimat yang muncul begitu saja. Aku tebak mama pasti akan merasa aneh karena selama ini aku paling malas kalau harus jalan dengannya, apalagi jika beliau tau aku hanya ingin jalan berdua saja dengannya. Aku sendiri juga bingung dengan sikap ku ini.
“Kamu sehat kan sayang?” tanya mama sambil mengelus jidat ku dengan punggung jarinya nya lentik itu.
“Sehat.. kalau sakit mana mungkin ajakin mama jalan..”
“Hahaha, aneh aja gitu, terus mau ajak Rahma sama Gadis juga?” tanya balik seperti meminta persetujuan dari ku.
“Kita berdua aja mah, Adi kapok kalau ajak mereka berdua, hehehe.”
“Lah terus kalau mereka pengen ikut gimana? Masa ga boleh?”
“Bilang aja mama minta di anter kemana gitu, arisan atau apa kek, ga mungkin mereka mau ikut mama arisan.”
“Hahaha, benar juga ya, anak mama yang satu ini emang paling pintar. Tapi..”
“Tapi apa mah?”
“Kita kaya lagi pacaran sembunyi-sembunyi yah, kabur-kaburan, hihihi,” ucap mama sambil tersenyum geli membayangkan jalan dengan ku tapi ngumpet dari anak gadis nya.
“Ga apa-apa mah, buat pancingan..”
“Pancingan apaan?”
“Ya pancingan, pancingan buat calon mantu mama dan pancingan buat papa baru Adi dan Rahma, hahaha,” canda ku. mama juga ikut tertawa.
“Hihihi, dasar kamu tuh ada-ada juga. Tapi ga apa-apa, lucu juga, hihihi, ya udah bentar ya mama siap-siap dulu. Ga buru-buru kan?”
“Enggak mah, santai aja, sambil nunggu hujan reda juga,” balas ku.
Mama tersenyum dengan sorot mata yang penuh arti lalu meninggalkan ku. Ada rona bahagia di bali sorot matanya. Mungkin beliau sudah lama tidak merasakan asiknya malam mingguan berdua dengan papa. Ya memang dulu sebelum papa meninggal pun papa lama menderita sakit, jadi juga tidak bisa bebas pergi kemana saja. Dan kini setelah sekian lama anak cowok satu-satunya ini tiba-tiba mengajaknya jalan keluar untuk sekedar makan malam berdua. Entah kenapa aku juga pengen jalan berdua saja dengan mama. Tapi aku tidak mau ambil pusing karena toh itu juga bikin mama jadi senang. Mama senang aku ikut senang. Mama bahagia aku juga ikut bahagia.
[table id=Lgcash88 /]
“Mama kenapa?” tanya ku saat memperhatikan raut wajah mama yang mendadak agak bengong. Kami sedang berjalan di salah satu pusat perbelanjaan di daerah jakarta selatan. Mama mengajak ku kemari untuk sekedar jalan-jalan dan paling makan malam berdua. Ah so sweet banget pikir ku.
“Aah enggak,” jawabnya ragu.”
“Hayo kenapa?” cecar ku lagi.
“Ehm..”
“Kenapa?”
“Itu tadi mama kaya lihat temen lama mama, tapi kayanya salah lihat aja deh..”
“Oh kirain kenapa,” balas ku lega.
Aku dan mama lalu melanjutkan perjalanan. Kami mengitari mall ini dengan tanpa tujuan jelas. Kadang masuk ke FO, liat-liat sebentar lalu keluar lagi. Aku memang sebenarnya ingin membelikan sesuatu barang buat mama, kebetulan habis gajian, jadi sekalian. Masalahnya mama belum menemukan sesuatu yang dia suka. Baju, tas, ataupun sepatu semuanya nampak biasa aja buatnya.
Aku pun juga ikut melihat-lihat. Kebetulan aku juga sudah lama tidak membeli baju baru. Uang dari bu Pristy kalau aku gunakan sedikit rasanya tidak ada salahnya. Kami masih terus berputar-putar menjelajahi seluruh isi mall. Canda tawa menjadi selingan di antara kami berdua. Mudah-mudahan orang-orang tidak berfikir yang aneh-aneh terhadap kami. Hahaha. Karena hubungan ku dengan bu Pristy aku jadi merasa gimana gitu ketika jalan dengan wanita yang lebih tua, bahkan dengan mama ku sendiri.
Entah alam bawah sadar ku yang berlebihan atau bagaimana, ketika berdekatan dengan mama aku merasakan perasaan yang berbeda. Ada sensasi yang tidak biasa aku rasakan. Sesuatu yang sebelumnya belum pernah aku rasakan. Bu Pristy benar-benar memberikan perubahan yang cukup dalam terhadap naluri kelelakian ku. Bahkan dengan ibu kandung ku sendiri pun aku merasakan sensasi yang lain dari biasanya. Tapi tentu saja aku segera membuang jauh pikiran itu. Meskipun aku telah berbuat nakal, tidak selayaknya aku memiliki perasaan seperti itu terhadap mama.
Entah karena akhir pekan atau karena tanggal muda, malam ini mall ini terasa sangat penuh dan ramai. Untuk berjalan pun kadang kami harus saling memepet. Tak jarang pula mama harus merangkul lengan ku agar kami tidak saling terpisah. Beberapa kali pula kulit lembut mama bersentuhan dengan kulit ku. Aku yakin mama tidak merasakan apa-apa, tapi tidak dengan ku. Dada ku berdesir, adrenalin ku terpacu, darah muda ku terpacu dengan cepat. Aku merutuk diri ku sendiri karena tidak mampu mengontrol diri ku sendiri.
Ku akui malam ini mama memang sangat cantik dengan balutan celana jeans ketat, kemeja panjang yang sedikit kedodoran namun bagian lengannya di gulung hingga tiga per empat, tas yang senada dengan serta rambut yang di ikat kebelakang. Style nya tidak kalah dengan wanita muda jaman sekarang. Bahkan kalau aku melihat mama aku malah terbayang bu Pristy. Aku tidak tahu kenapa bisa begitu. Yang aku rasakan mereka berdua sangat mirip, bukan dari sisi fisik, tapi dari sisi sikap dan kepribadian. Keibuannya juga sama. Bu Pristy benar-benar telah merubah orientasi ku terhadap seorang wanita yang telah berumur. Tepok jidat lagi.
[table id=iklanlapak /]
“Kok sekarang gantian kamu yang celingukan gitu sih kak?” tanya mama pada ku. Ya aku memang celingukan. Kenapa? Sekilas aku tadi seperti melihat bu Pristy ada di mall ini. Tapi ngapain coba? Mang level dia ke mall seperti ini?
“Enggak ma, tadi Adi kaya liat bos Adi juga lagi di sini, cuma pas mau di tegesin udah ga ada.”
“Napak ga jalannya? Hihihi.”
“Ya kali ga napak.”
“Hahaha, ya udah coba cari lagi, kan ga enak kalau dia liat kamu tapi kamu ga nyapa.”
“Iya ini juga lagi kakak cari lagi tapi ga nemu, udah pergi kali, atau mungkin salah orang. Ya udah yuk,” ajak ku pada mama untuk nerusin jalan ke parkiran motor yang kebetulan ada di basement paling bawah, jadi untuk akses ke sana harus menggunakan lift.
Malam ini mall benar-benar dalam keadaan ramai banget. Ini saja saat di lift aku dan mama harus antri panjang. Dapat rombongan ke dua baru bisa turun dan dalam keadaan lift sangat penuh. Sampai tadi ada orang yang sudah masuk harus keluar lagi karena melebihi muatan.
Posisi ku dan mama ada di samping kiri menghadap ke pintu lift dengan mama ada di depan ku. Saking penuhnya tubuh mama sampai merapat pada tubuh ku, begitu pun juga dengan orang yang ada di belakang dan samping kanan kami, meskipun tidak sampai menempel namun mereka sangat dekat dengan kami. Mungkin mama sampai merapatkan tubuhnya karena tidak mau bersentuhan dengan orang yang ada di depannya.
Tapi entah kenapa pikiran ku makin lama makin ga karuan. Aku merasa tubuh mama semakin lama semakin merapat. Bahkan aku bisa merasakan bagian bokongnya yang bulat itu menekan pada selangkangan ku. begitu juga punggungnya yang ramping menyandar pada dada ku yang cukup bidang. Lama kelamaan aku merasakan tubuhnya semakin menyandar dan tidak mungkin aku mundur kebelakang.
Setelah berjalan satu lantai, lift berhenti dan terbuka. Ada satu orang yang turun namun kemudian ada dua orang yang naik. Karena dua orang yang naik ini hanya wanita dan anak kecil maka secara beban lift masih mampu mengangkutnya. Namun karena ada dua orang maka orang yang berada di samping kanan mama harus sedikit bergeser ke arah mama. Secara reflek tangan ku memegang lengan kanan mama untuk sedikit bergeser kearah kiri lagi, selain untuk memberikan ruang kepada orang itu tapi juga agar mama tidak tersentuh olehnya. Hehehe, naluri anak laki-laki.
Namun saat aku menarik tangan ku mama justru menahannya dan meletakkannya di pinggul sampingnya. Sepertinya mama merasa nyaman dengan perlakuan ku yang protektif terhadapnya. Pasti mama senang aku punya naluri untuk melindunginya. Tapi bagaimana dengan perasaan ku? Sepertinya mama tidak berfikir sampai di sana. Anak laki-laki nya ini sudah perjaka meskipun sudah tidak perjaka lagi. Dan mama tidak berfikir sampai kesana. Yang ada di pikirannya pasti aku ini tetaplah anaknya yang lucu dan menggemas kan. Sampai dengan basement parkir posisi kami berdua tetap sama. Aku yakin mama terlalu nyaman untuk melepaskan pelukan ku ini. Sedangkan aku sendiri, ya antara enak tidak enak untuk melepaskannya.
[table id=AdsTbet /]
Aku sudah di rumah. Sudah berada di kamar ku yang berantakan ini. Tidak ada ranjang, yang ada hanya spring bed yang aku gelar di lantai. Beberapa poster pemain bola dan musisi menghiasi dinding kamar ku. Beberapa buku terjajar dengan tidak rapi di rak yang juga hanya pendek. Sebuah lemari baju kecil berdiri di pojokan kamar dan sebuah TV flat kecil dua puluh empat inch menempel pada dinding. Sedang asik menonton TV tiba-tiba aku di kejutkan dengan sebuah ketukan.
“Masuk, ga dikunci,” ucap ku dari dalam setelah sebelumnya mengecilkan volume TV.
“Belum tidur kak?”
“Hehehe, ga bisa mah, merem doang tapi ga bisa pules.”
“Sama,” ucap mama lesu. Aku merasa seperti ada yang dipikirkan olehnya. Mama lalu masuk ke kamar ku dan menutup pintu namun tidak rapat, menyisakan sedikit terbuka.
“Duduk mah sini,” ucap ku sambil sedikit menggeser rebahan ku ke tengah, sedangkan mama duduk di tepian spring bed dengan posisi miring ke arah ku. Kakinya mengatup rapat karena mama hanya mengenakan baju terusan dengan panjang sedikit di bawah lututnya.
“Ada yang lagi mama pikirin?”
“Ehmm..” balas nya ragu.
“Mama kenapa? Cerita ke kakak dong, kan sekarang kakak yang jadi kepala keluarga di rumah ini, mama ada yang gangguin? Bilang ke kakak aja, biar nanti kakak hajar, hehehe,” ucap ku sambil menyisingkan lengan ku yang di sambut dengan senyum indah mama. Beliau malah mengusap rambut ku lembut. Ya bagaimanapun aku tetaplah anaknya.
“Tadi waktu di mall kok mama merasa ada yang ngawasin ya? Kamu sadar ga kak?” tanya mama mengejutkan ku. Apa yang aku takutin akhirnya terjadi. Memang belum pasti apa yang mama rasakan itu benar namun bila ternyata benar maka sudah hampir pasti itu ada hubungannya dengan mba Gadis.
“Perasaan mama aja kali,” balas ku menenangkan.
“Mungkin, untung jalannya sama kamu, kalau sendiri mah mama pasti minta kamu jemput, hihihi.”
“Hehehe, jadi mama ga bisa tidur karena itu?” tanya ku. mama mengangguk lemah. Aku tersenyum dan bangkit lalu memegang tangannya dan menggenggam nya.
“Mama tenang aja, kalau mama takut mama tidur sini aja, hehehe,” tawar ku tiba-tiba. Sebuah penawaran yang aku tidak mengerti kenapa aku bisa mengucapkannya karena sebelumnya aku pasti tidak mau karena malu.
“Kamu akhir-akhir ini benar-benar aneh, biasanya kan kamu ga mau deket-deket mama,” balas mama.
“Ya anggep aja pikiran kakak sudah berubah dan pengen selalu ngejagain mama, pengen selalu membuat mama merasa aman,” kilah ku.
“Makasih ya sayang, untung papa sama punya anak cowok, jadi sekarang ada gunanya, hihihi.”
“Jadi maksud mama kakak dulu ga ada gunanya gitu?” tanya ku pura-pura sewot. Mama tersenyum lalu bergerak mendekat dan mengisyaratkan supaya aku geser lebih ke sisi tembok. Mama lalu menarik guling yang sedari tadi aku peluk lalu memposisikannya sebagai bantal. Mama lalu merebahkan tubunya.
“Karena kamu yang nawarin, jadi mama ga akan nolak, hihihi,” ucap mama sambil tersenyum geli.
“Hahaha, mama mau tidur sini beneran?” tanya ku pura-pura bingung.
“Iya, kita lihat kamu bakalan bisa tidur ga, hihihi.”
“Kenapa ga bisa, siapa takut,” balas ku menjawab tantangannya.
“Hihihi, tutup pintunya sayang,” perintah mama yang aku turuti tanpa berfikir macam-macam.
Setelah aku menutup pintu aku berbalik menuju kasur. Tapi dalam beberapa detik aku di buat kagum oleh mama. Posisi tidur mama benar-benar membuat ku pusing. Mama tidur miring kearah ku dengan tangan kanannya menyangga kepalanya. Sedangkan kaki kirinya di lipat ke depan yang membuat pinggul serta paha nya tercetak dengan jelas di balik baju terusannya yang tidak terlalu tebal itu. Mama tersenyum. Aku tidak tau arti dari senyum itu. Entah senyum biasa atau senyum karena mendapati ku yang terpaku dengan tubuh indahnya.
Saat aku ingin balik ke posisi awal mama menahan ku dan beliau malah berguling ke sisi dekat tembok. Saat berguling itu aku melihat posisinya saat tengkurap. Oh My God! Bulatan pantatnya terpampang dengan jelas di depan mata ku. bulatan bokong yang seksi dan padat berisi itu hanya di balut dengan baju terusan tidak tebal dengan bahan lentur yang membuat lekuk tubuhnya semakin tercetak dengan sangat jelas.
Sialnya lagi aku baru sadar kalau aku lagi ga pakai celana dalam seperti kebiasaan ku di malam-malam biasanya saat mau tidur. Dan perlahan demi perlahan junior ku mulai beraksi. Reaksi normal seorang pria terhadap lawan jenis. Sebelum mama menyadarinya aku langsung rebahan di samping kanannya dengan posisi memunggunginya.
“Kak?” panggil mama pelan.
“Hmm..?”
“Kok mama di punggungi sih?” tanya nya manja. Mampus!!
“Eng-enggak..”
“Kalau enggak ngadep sini dong..”
“Enggak ma.. anu..”
“Anu kenapa? Kok kamu jadi aneh gini?”
“Enggak ma..itu anu..”
“Itu anu itu anu apaan sih? Balik ga?” perintah mama sambil menarik lengan kiri ku. Mau tidak mau aku merubah posisi ku menjadi terlentang dan berharap semoga junior ku segera melemah.
“Kamu kenapa sih?” tanya mama lagi yang seperti nya belum sadar akan sebuah perubahan di bawah sana. Penis ku bukannya melemas namun justru malah semakin mengeras karena dekatnya posisi mama dengan ku. Apa lagi dengus nafas dan aroma tubuhnya bisa aku rasakan. Ya sudah lah aku pasrah saja. Mau dimarahin kek, bodo amat.
Dengan gerakan konyol aku menunjuk kearah bawah sana dimana ada tenda yang berdiri dari balik celana kolor ku di atas selangkangan ku. Butuh waktu beberapa saat hingga menyadarinya. Aku tahu mama mulai sadar saat mama menutup mulutnya dengan tangan kirinya. Matanya melotot tajam ke arah bawah sana.
“Ma-maaf ma..” ucap ku dengan pasrah. Mama masih menutup mulutnya sendiri seolah tidak percaya dengan apa yang baru dia liat. Mungkin mama masih tidak menyangka bahwa kemaluan anak laki-laki nya ereksi hanya karena tubuhnya sendiri. Muka ku berubah menjadi pucat. Di kepala ku terlintas bayang-bayang kemarahan mama yang akan memaki ku sebagai anak durhaka. Aku benar-benar pasrah.
“Hihihi, itu apaan sayang?” tanya mama mesra sambil tertawa cekikikan.
“Mama ga marah?”
“Marah kenapa? Bukan kah itu normal?”
“Tapi kan itu nya bangun karena mama..”
“Nah..berarti kan mama yang harus minta maaf sama kamu kan?”
“Tapi kan kakak ga bisa nahan..”
“Kamu kan cowok normal kak, ya wajarlah, hihihi.”
“Mama emang aneh,” kesal ku yang sebelumnya sudah takut dan pasrah dengan segala kemungkinan tapi reaksi mama ternyata malah jauh dari bayangan ku.
“Hihihi, mama jadi takut nih mau bobo di sini, mama balik aja ya ke kamar.”
“Terserah mama deh, yang penting mama ga marah.”
“Hahaha, marah kenapa sih? Kamu kan ga kurang ajar sama mama, kan sikon yang bikin..itu kamu..hihihi..berdiri, hihihi,” ucap mama sambil mentertawakan ke takutan ku. Ya wajar kan kalau aku takut?
“Ya udah,” ucap mama lembut sambil menarik lengan ku melewati tengkuknya hingga membuat ku merangkul pundak kirinya.
“Nih, kalau mama marah masa biarin kamu peluk mama kaya gini?” lanjut mama. Posisi ku sekarang memeluk mama sambil tiduran. Sedangkan mama sendiri juga tidak kalah dengan setengah memeluk tubuh ku dengan tangan kiri nya yang mendarat di perut ku. Begitu juga dengan kaki kiri mama yang ikut menimpa paha kiri ku hingga hampir menyentuh selangkangan ku.
“Maah..?” ucap ku seolah memberontak akibat ulahnya ini, namun tubuh ku tidak bereaksi sama sekali.
“Hihihi, anak mama ternyata beneran sudah dewasa, nakal lagi, sama mama nya sendiri bisa tegang, keras lagi, hihihi.”
“Ahh mama mahh.. ga lucu ahh..”
“Loh siapa yang bilang kamu lucu sayang, mama kan bilang kamu nakal, hihihi,” balas mama sambil mentowel hidung. Tangannya lalu mendarat di dada ku dan merebanya pelan.
“Mah, kakak ga bisa begini, kakak..”
“Kenapa? Ga tahan? Berani sama mama? Hihihi,” goda mama sambil lututnya bergerak keatas dan menyenggol kejantanan ku yang sudah berdiri keras itu lalu menggesek-geseknya dengan sangat nakal. Sebenarnya yang nakal itu siapa?
“Maafin mama yah sayang kalau sudah bikin kamu..horny..” bisik mama manja lalu mengecup pipi ku dengan mesra. Aku masih tidak bereaksi terhadap ulahnya yang justru seperti menggoda ku ini. Seluruh urat syaraf ku tegang akibat sikapnya yang menggoda itu. Dari celah leher baju terusannya aku bisa melihat belahan dada yang montok milik mama. Dan aku juga bisa merasakan tulang rusuk ku yang tertekan oleh kenyalnya bulatan daging yang menggantung indah di dadanya itu.
Damn. Aku harus gimana ini? Mengusir mama keluar dari kamar lalu membuang jauh pikiran liar ini dan tidur? Atau balas memeluknya dan langsung melumat bibir sensualnya sambil meremas payudaranya yang montok dan kenyal itu?
Halaman Utama : Kesempurnaan
BERSAMBUNG – Kesempurnaan Part 18 | Kesempurnaan Part 18 – BERSAMBUNG