Kesempurnaan Part 13

0
1554

Part 13 – “Huuu… Maunyaaaa!!!”

​**********************************************

“Iiihh.. Kamu kok tega banget siiih.. Masa lupa sama aku..”

“Kamu siapa?”

“Adi jahaaat..”

“Maaf, tapi aku benar-benar tidak ingat..”

“Aku benci sama Adi..”

“Ta-tapi a-aku.. Ja-jangan pergi.. Aku mohon..”

​**********************************************

[table id=Ads4D /]

“Hash…hash…,” aku terbangun dari mimpi ku. Lagi-lagi mimpi itu. Siapa dia? Argh….

Tok! Tok! Tok!

Tiba-tiba pintu kamar ku diketuk.

“Kak, kamu kenapa?” teriak suara dari luar. Mama.

“Gapapa mah…”

“Mama boleh masuk?”

“Iya masuk aja ga dikunci kok,” balas ku setengah berteriak. Aku yang tadi sempat terduduk saat terbangun karena mimpi itu akhirnya kembali rebahan. Nafas ku masih belum beraturan. Anak kecil itu, aku masih belum ingat siapa dia. Apakah dia berasal dari masa lalu ku? Apakah aku punya salah sama dia? Atau aku punya janji dengan nya yang belum aku tepati hingga dia jadi menghantui ku terus? Argh…pertanyaan-pertanyaa itu berputar-putar di kepala ku hingga akhir nya berhenti saat mama masuk dan duduk di samping tempat tidur ku.

“Kamu kenapa sayang? Mimpi buruk?”

“Eh, enggak kok mah,” balas ku ragu, kenapa mama bisa tau?

“Ga usah bohong, orang sampai teriak gitu…”

“Eh, kedengeran ya?”

“Se RT denger kali.”

“Hehehe, kakak pikir cuma di mimpi aja teriaknya, ga taunya teriak beneran.”

“Mimpi apa sih?”

“Ah enggak,” jawab ku mengelak karena malas untuk menceritakannya.

“Cerita nggak?” ancam nya sambil tangannya sudah mendarat di pinggang ku dan siap memberikan sebuah cubitan pedas. Haduh.

“Iya-iya kakak cerita, jadi gini…”

“Hmm…”

“Kapan itu kan kakak pernah nanya apa kakak punya teman masa kecil dari masa lalu…”

“Hehem…”

“Iya, itu anak masuk ke dalam mimpi kakak lagi.”

“Lagi?”

“Iya mah, sudah beberapa kali, masalah nya itu anak pertanyaannya sama terus.”

“Nanya apah?”

“Dia bilang masa aku lupa sama namanya, masalahnya lagi aku benar-benar tidak ingat dengan anak itu mah,” balas ku sambil garuk-garuk kepala ku sendiri.

“Hihihi,” entah kenapa mama malah tertawa.

“Kenapa?”

“Anak yang ada di mimpi kamu cewek apa cowok?”

“Cewek,” jawab ku dengan polos nya.

“Pantes.”

“Kok pantes?”

“Hihihi, iya pantes, mungkin anak cewek itu dulu pernah kamu kecewain kali, patah hati mungkin, dasar playboy kamu ya?” tuduh mama.

“Hiiisshh…si mama malah bercanda,” balas ku dengan wajah manyun.

“Hahaha, ya sudah, mungkin itu hanya kebetulan saja sayang,” ucap mama sambil mengusap kepala ku. Rasanya nyaman banget. Meskipun aku sudah beranjak dewasa, namun diperlakukan seperti ini rasanya tetap saja menyenangkan.

“Ya mungkin.”

“Makanya kalau mau tidur berdoa dulu.”

“Iyaaa…”

“Terus bangun pagi, sholat subuh, kamu pasti kesiangan ini.”

Aku lalu menatap ke arah jam dinding di kamar ku. Sudah jam setengah enam lewat. Iya aku kelewatan lagi sholat subuh nya. Aku terntunduk lesu. Mau bagaimana lagi? Kadang setang punya sejuta bisikan yang membuat ku berat untuk melaksanakan ibadah pagi ini.

“Ya sudah kamu cuci muka sana terus sarapan, mama sudah siapin sarapannya. Kamu kerja hari ini?”

“Kayanya enggak mah, mau ambil cuti aja, lagi ga enak pikiran, jatah cuti ku masih ada kok,” jawab ku.

“Hmmm…” balas mama sambil berfikir.

“Kenapa?”

“Itu mba Gadis katanya juga meliburkan diri, kok bisa kebetulan yah? Kalian janjian?”

“Haiyaaah, males!”

“Hahaha, masa sih?”

“Suer…”

“Gimana kalau kalian jalan-jalan aja hari ini? Ajak Rahma juga, mumpung hari sabtu.”

“Ngajak mereka berdua?”

“He’em.”

“Kalau ngajak salah satu masih mau aku, tapi kalau berdua sekaligus aku ga kuat mah,” jawab ku yang sudah membayangkan bagaimana mereka berdua akan bertengkar, berkelahi, tabok-tabokan, jambak-jambakan selama jalan bertiga dengan ku. Oh tidak. Aku tidak mau mengambil resiko itu. Terlalu berbahaya.

“Hayolah kak…kasian kan mereka di rumah mulu, suntuk. Siapa tau setelah jalan bareng gitu bisa akur. Atau kamu ga ada ongkos? Mama ongkosin deh…”

“Bukan itu mah, beneran deh, lagian mama kenapa semangat banget sih?”

“Ga tau, seneng aja kalau kalian bertiga bisa akur.”

“Hmmm…” respon ku dengan datar.

“Jadi gimana?”

“Iya deh demi mamah apa sih yang enggak,” goda ku ke mama.

“Iihhh kamu so sweet deh, gitu dong, jadi kakak cowok harus bisa nyenengin adek-adek nya.”

“Iya mama ku tersayang paling cantik sedunia akherat.”

“Hihihi, kamu bisa aja. Ya udah sana cuci muka dulu.”

“Iya..”

Cup! Cup!

Mama lalu berdiri dan mengecup kening dan pipi kanan ku. Dan aku menyukainya. Perhatiannya. Meskipun aku cowok, tapi aku tidak malu untuk mengakui bahwa aku memang bahagia dengan perlakuannya yang sangat perhatian terhadap ku. Anak laki-laki satu-satu nya ini.

[table id=AdsKaisar /]

Selesai cuci muka dan gosok gigi, aku langsung ke meja makan. Disana hanya ada mama dan mba Gadis. Rahma kemana? Setelah aku telisik, rupanya ade ku satu-satunya itu sarapan di ruang tengah sambil nonton Tv. Aku lalu bergabung dengan mama dan mba Gadis.

“Pagi mah, pagi mba Gadis..”

“Pagi juga..” balas mba Gadis yang pandangannya tertuju ke layar Tv. Dari meja makan ini memang bisa sambil menonton Tv karena tidak ada penyekan antara ruang makan dan ruang tengah. Rahma nya saja yang mungkin alergi sarapan bareng mba Gadis. Hahaha. Segitunya.

“Pagi sayang..,” balas mama.

Aku lalu menyendok sarapan untuk ku sendiri. Mie goreng baso sosis dengan campuran beberapa sayuran. Bukan mie instan biasa. Tapi mie telor yang dimasak ala abang-abang pinggir jalan. Enak banget, masakan mama memang paling juara.

“Jadi kalian mau pergi kemana hari ini?” tanya mama tiba-tiba.

“Pergi?” mba Gadis nampak bingung.

“Eh iya mba Gadis belum tau ya?” ucap mama lagi.

“Belum mah, mau kemana emang? Adi ga ngajak aku kemana-mana kok.”

“Hehehe, mama suruh Adi ajak kamu jalan-jalan sayang, sama Rahma juga, suntuk kan dari kemarin kalau ga sekolah, ke restoran, ya di rumah aja.”

“Oh,” jawab mba Gadis singkat.

“Kok oh aja sayang, ga mau ya jalan-jalan bareng Adi sama Rahma?”

“Ga juga sih mah,” jawab mba Gadis dengan datar lagi.

“Terus?”

“Lah yang di suruh aja belum ngajak kok, dia nya kali mah yang ga mau jalan sama aku..,” balas mba Gadis merajuk. Sialan ni anak bisa aja bermain drama. Lalu semua terdiam. Aku mendengar obrolan mereka dan merasa disindir, namun aku tetap diam saja.

“Kak!” seru mama.

“Hmm..”

“Yeee.. malah diem aja, ajakin lah Gadis jalan-jalan..”

“Lah, itu kan mama udah ngomong, masa mesti dua kali..”

“Iiihh.. Dasar cowok kagak ngarti, pantes jomblo akut, hahaha,” ucap mama yang malah meledek ku.

“Apa hubungannya?”

“Udah sih ajak aja, tinggal ngomong doang apa susahnya?”

“Hmm.. Iya.. Mba Gadis nanti jalan bareng sama saya sama Rahma juga ya?”

“Kaku amat?” respon mba Gadis masih dengan ekspresi datar.

“Hihihi..” mama tersenyum geli. Mungkin hanya mama yang senang kalau anak kandungnya di isengen orang lain seperti ini.

“Terus harus gimana? Ribet ya..”

“Habis kamu sih kak, masa di rumah saja bilang nya pakai saya, kaku itu kaya di tempat kerja aja.”

“Hmm.. Oke.. Mba Gadis, nanti sore jalan-jalan bareng aku sama Rahma ya, kita ke emoll..”

“Kalau di paksa sih gue ikut aja,” jawabnya dengan ekspresi penuh keterpaksaan. Gue yang dipaksa woiii, GUEE!! Teriak ku dalam hati. Kenapa malah lo yang merasa di paksa? Mama lagi-lagi hanya tersenyum melihat tingkah laku anak yang satu ini.

[table id=AdsLapakPk /]

Dan kami berdua akhirnya bolos bersama sore ini. Yang satu ponakan bos langsung, mau bolos berapa kali juga bebas. Aku, sebenarnya bukan siapa-siapa, tapi aku yang bukan siapa-siapa ini pernah di sepongin sama bu bos, sampai muncrat di mulutnya lagi, hahaha. Aku dan mba Gadis, kalau Rahma sih memang libur hari sabtu.

Bertiga kami naik taksi online, karena tidak mungkin kami naik motor bertiga. Yang ada akan di kira terong dan cabe-cabean sama orang-orang kalau sampai bonceng bertiga. Hahaha. Tujuan kami ke salah satu mall yang ada di daerah Cinere, yang dekat-dekat saja dari rumah. Aku duduk di depan sedangkan dua cewek yang sedang mekar-mekar nya ini duduk di belakang. Dan keduanya sama-sama mepet ke pintu. Segitu anti nya kah mereka berdua. Macam dua magnet dengan kutub sejenis. Memang sih mereka sejenis, sejenis manusia yang bisa bikin hancur dunia, ops sorry, no offense ya, pembaca wanita dilarang baper. Hehehe.

“Siapa sih kak, balas wa aja sambil senyum-senyum gitu?” tanya Rahma tiba-tiba.

“Si Ratna, nanyain kenapa kakak ga masuk kerja,” balas ku seadanya masih sambil tersenyum membaca chat dari Ratna yang kadang kalau ngomong suka seenaknya saja.

“Eh iya mba Ratna, ajakin aja kak sekalian, eh tapi kerja ya?”

“Kerja keless…” saut mba Gadis pelan.

“Santai dooong…” balas Rahma tidak mau kalah. Haduh mulai lagi deh. Berharap semoga perjalanan ini cepat sampai. Bukan apa-apa, hanya tidak enak saja dengan abang sopir nya.

[table id=AdsTbet /]

Aku berjalan di tengah, diantara dua gadis cantik ini. Kami berjalan menyusuri hampir seluruh area mall ini. Belanja? Tidak, hanya sekedar melihat-lihat. Aku memang lagi tidak butuh pakaian baru. Rahma aku tawarin untuk memilih salah satu namun katanya lagi tidak mood belanja. Mba Gita? Mungkin baju-baju di mall ini tidak level dengan baju yang biasa dia kenakan. Entahlah.

“Mba Gadis ga belanja?” tanya ku iseng.

“Eh, apa?”

“Ga belanja?”

“Ga ada yang suka model nya.”

“Hahaha.”

“Kenapa ketawa?”

“Tebakan ku benar, baju di mall ini mah ga level sama mba Gadis.”

“Itu tau, ngapain juga nanya?”

“Salah lagi. Nasib!” balas ku dengan mimic wajah lesu.

“Makan aja yuk, laper nih Gue, ade lo tuh udah laper belom?”

“Nama gue Rahma, bisa ga sih sopan dikit jadi orang?” saut Rahma dengan wajah sewot. Untuk aku berjalan di antara mereka berdua. Kalau tidak mungkin sudah saling jambak kali.

“Gue bakalan sopan sama orang yang juga sopan sama gueh!”

“Lo sendiri yang mulai duluan, mana mungkin orang bakalan sopan sama lo?”

“Ada, mamah sopan dan perhatian sama gue!”

“Itu mama gue yahh asal lo tau, dan lo ga usah ngaku-ngaku.”

“Bodooo, masalah?”

“Iiihhh.. Kak.. Ni orang ngeseliiin..”

“Sudah-sudah!” aku melerasi mereka. “Jadi nya mau makan apa?”

Tidak ada jawaban. Hanya diam yang aku dapatkan. Aku paham. Dalam kondisi seperti ini biasanya wanita tidak suka di tanya. Yang seharusnya aku lakukan adalah langsung mengajaknya makan yang kira-kira bikin mood dan selera makan mereka berdua kembali membaik. Tapi apa? Oh Tuhan..

Akhirnya aku putuskan untuk makan di salah satu restoran fastfood di mall ini. Untuk kami yang golongan menengah bawah ini, tentu makan fastfood di mall malam minggu gini sudah cukup mewah. Tapi bagi mba Gadis? Aku hanya berharap perutnya tidak sakit nantinya setelah makan. Atau alergi. Atau apapun.

“Mba Gadis pasti jarang makan fastfood, atau mungkin pasti ga dibolehin ya?”

“Ga juga, cuma memang ga terlalu suka aja sih. Tapi lumayan lah, kan kata orang makan itu bukan masalah apa yang dimakan, tapi dengan siapa kita memakannya.”

Aku sekilas memandangnya namun langsung ku alihkan pandangan ku. Tumben bener nih anak pikir ku. Berarti dia menganggap ku atau Rahma sesuatu yang khusus dong ya, karena dia makan sesuatu yang biasa menurut nya namun menjadi lumayan karena makan bersama ku dan Rahma.

“Kenapa kak nyengir-nyengir sendiri gitu? Dih, punya kakak satu aja gila,” protes Rahma yang tanpa ku sadari juga ternyata akunya senyum-senyum sendiri. Entah karena apa.

“Apaan sih de, kakak cuma kuatir aja mba Gadis sakit perutnya gara-gara makan makanan fastfood ini.”

“Ga gitu juga kali, tapi thanks udah kuatir.”

“Ga perlu di kuatirin juga sih!” ucap Rahma tiba-tiba.

“Apa lo?”

“Sudah-sudah. Mending cepetin makan kalian, bis ini kita nonton.”

“Hah? Yang bener kak? Asiiik nonton gratis..” girang Rahma yang tau akan aku bayarin nonton.

“Norak!!”

“Bodooo..” balas Rahma gentian.

“Mba Gadis mau kan nonton?”

“Hmm..” dia terlihat berfikir.

“Mau aja sih, tapi..”

“Apa?”

“Takut kulit gue iritasi kena kulit tempat duduknya, gue kan ga biasa nonton di mall kaya gini, ntar kalau ga bersih gimana? Pasti banyak bakteri nya. Iiieehhh..” ucap nya dengan ekspresi jijik.

Aku dan Rahma speechless mendengar ocehannya yang.. Kalau bukan keponakan bos mungkin sudah aku buang ke kali saat berangkat tadi. Tapi ya sudah lah. Mungkin memang watak nya begitu. Rahma sepertinya selain berusaha menahan emosi, juga berusaha menahan amarahnya. Baguslah, lebih baik menahan diri dari pada mencari keributan.

[table id=iklanlapak /]

Kami bertiga sudah berada di dalam bioskop. Aku membeli tiket di baris D dan di bagian tengah. Rahma di kanan ku, dan mba Gadis di kiri ku. Dan aku duduk melipat tangan di dada selain agar tidak bersengolan dengan mereka berdua, juga mengurangi hawa dingin yang kurasakan. Sebuah kesalahan menonton di bioskop dengan kaos lengan pendek seperti ini. Beberapa kali aku harus menggosokkan kedua telapak tangan ku agar terasa sedikit hangat.

Tidak lama berselang film pun dimulai. Semua pengunjung yang tadi masih asik ngobrol masing-masing kini sudah mulai tenang. Tidak ada sepatah kata pun yang terdengar dari mereka, kalau pun ada yang berucap, pasti sambil berbisik karena tidak mau mengganggu yang lainnya. Termasuk wanita di samping kiri ku yang dengan konyol, atau polos nya berbisik di dekat telinga ku yang membuat ku hampir merinding karena ulah nya.

“Eh lo perhatiin ga itu pasangan yang ada di pinggir?” tanya mba Gadis sambil memberikan kode ke arah kiri nya, atau barisan duduk di seberang kiri yang masih satu baris dengan tempat duduk ku. Kebetulan di barisan ku, di bagian seberang kiri hanya ada sepasang makhluk itu. Aku sedikit menoleh dan setelah sedikit mengamati, ada sesuatu yang ganjil. Tangan orang yang ada di pinggir seperti sedang memeluk orang yang satu nya. Sedangkan orang yang di peluk selalu membelakangi kami. Ya elah, baru juga di mulai film nya, udah bikin film sendiri saja pikir ku.

“Iya lihat, kenapa emang?” tanya ku cuek, padahal dalam hati aku juga penasaran dengan apa yang mereka lakukan. Pencahayaan yang gelap membuat ku tidak bisa melihat dengan pasti apa yang sedang mereka berdua lakukan.

“Ini yang bikin gue agak-agak males nonton di bioskokp murah kek begini, bikin rishi aja!” kesal mba Gadis.

“Ma-maaf,” ucap ku pelan dengan perasaan tidak enak.

“Udah terlanjur, lagian mau nonton di bioskop mahal juga kita lagi ga punya duit kan, hahaha. Nikmatin saja deh, pengalaman baru juga.”

“Iya..”

Kami lalu kembali menonton yang belum lama diputar ini. Adegan demi adegan sambung bersambung menjadi sebuah rangkaian plot. Plot demi plot sambung bersambung menjadi sebuah cerita. Lalu kemudian dari sebelah kanan ku sebuah kepala mungil tiba-tiba menyandar di bahu kiri ku. Kemudian kedua tangannya memeluk lengan kanan ku. Dari buku-buku dan artikel yang pernah aku baca, wanita memang paling suka dengan posisi seperti ini. Memeluk lengan, sambil menyandarkan kepala di bahu, sambil menonton film. Perfect. Tapi dia adik ku sendiri. Jadi aku merasa biasa saja. Tapi aku senang, paling tidak aku bisa menyenangkannya hari ini. Sebelum kemudian suasana rusak begitu saja. Sebuah tangan kecil nan mungil dari arah kiri ku dengan usil nya mendorong kepala Rahma hingga Rahma terdorong dan bangun dari pelukannya di lengan ku. Kuperhatikan, hampir saja dia kembali terpancing emosi nya sebelum aku menahannya agar sabar.

Mba Gadis, lagi-lagi dengan keisengannya bukannya minta maaf malah menjulurkan lidah nya ke arah Rahma. Setelah itu, tanpa ku duga, dia malah gantian memeluk lengan ku menyandarkan kepalanya di bahu ku. Seperti menunjukkan bahwa dia tidak kalah dengan Rahma. Mendadak jantung ku berdebar dengan kencangnya. Rasa nya jelas sangat berbeda bila dipeluk adik sendiri dengan dipeluk wanita lain. Greng nya jelas sangat berbeda. Namu semuanya berakhir ketika Rahma gantian menoyor kepala mba Gadis.

“Kalian ini apa-apaan sih,” bisik ku pelan. “Dari pada toyor-toyoran gitu mending kalian berdua peluk aku aja, hehehe, cowok ganteng ini lagi kedinginan nih,” canda ku pada dua gadis manis ini, aku penasaran dengan reaksi apa yang akan aku dapatkan dari mereka berdua. Dan semuanya langsung terjawab ketika keduanya dengan kompak menoyor kepala ku sambil berbisik..

Halaman Utama : Kesempurnaan

BERSAMBUNG – Kesempurnaan Part 13 | Kesempurnaan Part 13 – BERSAMBUNG

Sebelumnya ( Part 12 ) | ( Part 14 ) Selanjutnya