Kehidupan Di Jakarta Part 47-48

0
1254

Part 47 & Part 48 – Kehidupan Di Jakarta

Kebetulan hari ini, tanggal merah. Udah beberapa hari sejak kita menyelamatkan putri Tere.
Menurut kabar si botak dan Harambe, lanjut ke tahap pacaran. Sadis juga.

“Gavin. kamu udah, siap?” Tanya Monique. Sambil, memanggil gw.
“Udah. Mau, jalan sekarang, kan?” Tanya gw.
“Iya, sebentar. Si Cathy lagi siap-siap” jawab Monique.
Aduh ini orang cantik banget.
Biar kate pake baju casual, make up simpel, tetep aja cantik. Mon, Mon.

“Mon, kamu, kok, cantik mulu, sih?” Kata gw.
“Ih, apaan, sih” kata dia pipinya merah.
“Bener, serius. Ini, hati aku, yang ngomong” gw nggak sedang gombal. Ini fakta.
“Makasih, Vin” kata dia sambil senyum.

OH MY GOD!
Gw mau, mati aja.
Gw udah ikhlas kalau gw mati sekarang.
Mati, di pangkuan Monique.

Uwah, hati gw, ampe orgasme.

“Ehem-ehem. Yok, Jalan!” Kata Cathy.
“Eh, iya. Yok, jalan, Vin” kata Monique.

Aduh, si Monique salting.
Gula darah gw naik, deh.
Asam lambung, kambuh, lagi.
Kolesterol, ikutan, nih.

Cinta kok, jadi penyakit.

“Oke, ayo” kata gw.

Kita mau berangkat, ketemu mamanya Cathy. Si tante SuS.
Hutang gw, ke si Cathy dan tante SuS, yang perlu gw bayar.

Sesuai rencana awal, kita bakal ketemuan di apartemen tante BeR.

“Cat, lo mau duduk, di depan?” tanya Monique.
“Nggak, ah. Lo aja, Mon. Udah nggak usah, malu. Gih, sana duduk di depan. Di samping, aa, Gege” kata Cathy.

Uwah, Cat, jangan bikin gw geer.

“Ih, elo, sih, Vin” kata Monique, dengan pipi memerah.

Lalu kita berangkat.

Didalam perjalanan gw dan Monique, ngobrol.

“Ge, mama kamu gimana, sehat?”
Kata Monique, pas di mobil.
“Sehat. Kemarin, aku baru ketemu, lagi. Aku, punya adek sekarang. Walaupun, nggak sedarah. Tapi, lumayan, lah. Ada mainan baru” jawab gw.
Si Monique ini, udah gw ceritain, semua tentang mama Wulan.

“Adek kamu, cewek apa cowok?” Tanya Monique.
“Cewek. Masih kelas 2 SD. Jauh banget, ya, jaraknya”

“Oh, iya. Kemarin mama bilang, katanya, dia pengen makan, masakan kamu, lagi. Enak banget katanya” kata gw.
“Jadi, malu” kata dia, malu beneran. Uwahh, lutuna.
“Berarti, kan, hati mama udah luluh” kata gw.
“Ya, udah. Kapan-kapan, kita mampir kerumah mama kamu” jawab dia.

“kerjaannya kamu, gimana, Vin?” Tanya dia.
“Kata mama, sih, terserah aku mau kapan masuknya. Tapi, aku bilang, tunggu aku menyelesaikan, semua urusan dulu. Biar nggak ganggu konsentrasi” jawab gw.

Hehehe, gw udah dapat kerjaan, sekarang. Berkat ibu gw yang borju parah, ini.

“Nanti, Kalo udah mulai kerja, Jangan, banyak yang aneh-aneh, ya, Gavin Tedjakoesoema” wejangan dari Monique.
“Iya, Monika Verdiana” jawab gw.

“Eh, kamu kapan jadinya mau belanja? Entar, aku temenin” tanya gw.
“Weekend kali, ya. Aku sekalian beli kebutuhan lain. Sekalian mau shopping” jawab dia.

“Oke, deh. Kemana, pun adinda pergi, kakanda siap” kata gw.

“Gombal, ah” kata Monique, Sambil nyubit gw.

“Ehem-ehem. Jadi sekarang, udah aku kamu, nih. Udah resmi, apa gimana?”
Eh, suara siapa, tuh? Ya ampun, Cathy! Kok, gw bisa lupa dia ada di mobil.

“Eh, ada Cathy” kata gw, pura-pura bego.

Sementara Monique langsung salting.

(Emang udah aku kamu, ya? Coba gw, liat history chatnya. Oh, iya!
Thank you, thor!)

“Gw dari tadi, disini, kali. Kan, ini kepentingan, gw” kata dia.

“Oh, iya. Gw lupa” kata gw.

“Lagian, dari tadi, gw kayak nggak ada disini. Elo, berdua fokus aja, kelawan bicara, masing-masing. Udah kaya patung, gw. Emang, lo berdua udah jadian, apa gimana sih?” Tanya Cathy.

Waduh, pertanyaannya gaswat, nih. Salah ngomong, berabe gw.
Tapi, bener, sih. Gw nggak merasakan, hawa keberadaan lo.

“Kalian berdua, tuh, terlalu mesra, buat orang yang temenan. Di tambah, elo, Mon. Elo, manggil Gege udah bukan Gege, lagi. Elo udah Van-Vin-Van, aja tadi. Dan gw juga baru tahu, kalau elo, udah kenal, sama nyokapnya si Gege. Saran gw, ya, kalo sama-sama suka, jadian, aja” tambah, si Cathy.

Gw juga maunya gitu, Cat.
Apa juga, gw jabanin, kalo buat Monique.

“Ah, gitu, ya” kata gw, lagi-lagi, pura-pura bodoh.

“Hihihi, iya, ya?” kata Monique, yang kelihatannya malu banget.

Lalu, hilanglah suara-suara, di mobil.

“Kok, nggak ngobrol, lagi? Apa karena, hawa kehadiran gw udah berasa” kata Cathy.

Gw harus akui, bahwa apa yang di katakan Cathy, benar.
Sumpah gw merasa awkward, banget.

Dan nggak terasa kita udah nyampe, di tujuan. Dan di hape gw ada pesan dari tante SuS.

Tante: “Ge, tante masih sedikit, lama. Tolong ditunggu, ya”

“Cat, nyokap lo, masih rada lama. Mungkin dia ada kerjaan. Lo mau nunggu, kan?” Tanya gw.

“Iya. Cuma sebentar, ini. Gw udah cukup lama, menunggu waktu ini” jawab dia.

Lalu, gw balas pesannya, tante.
Gw: “iya, tan. Ditunggu, ya”

Terus, kita menuju unitnya tante BeR.

“Ini, apartemen siapa, sih, Ge? Isinya, mewah semua” tanya Cathy, pas kita lagi duduk di sofa empuk, kesukaan gw.

“Punya temen, nyokap, lo. Tapi, rumah nyokap lo, kan juga mewah. Lo belum pernah, ya?” Kata gw.

“Belum. Emang lo, udah?”

“Udah” jawab gw.

“Ih, masa gw kalah sama elo, sih. Padahal, gw anaknya” nadanya sedikit bercanda.

“Ntar, juga, kesana. Elo, kan anak kesayangan” kata gw.

“Gw ke toilet bentar, ya” kata Cathy.

Tinggallah, gw dengan Monique, yang sejak awkward moment tadi, lebih banyak diam. Gw duduk sebelahan sama dia. Tapi, masih ada jarak.

‘Krik-krik-krik’
Ampe ada suara jangkrik, noh.
Di apartemen, kok, ada jangkrik.
Thor, thor. Sedeng lo, kadang-kadang.

“Hihihi” Monique mulai cengengesan.

“Hehehe” gw ikutan.

“Kok, ikutan?” Tanya dia, senyam-senyum.

“Pengen, aja” jawab gw.

“Ya, udah. Ayo barengan” ajak dia.

“HaHaHaHaHa” gw tertawa lepas.

“Curang, mulai duluan” kata dia.

“Hehehehehe. Abis kalau dipikir lucu, juga” kata gw.

“Tau, bisa-bisanya kita lupa sama Cathy. Kalau kita berdua doang, kita lupa apalagi, yah?” Kata Monique.

Waduh, lupa apa, ya?

“Eh, gimana, papa kamu? Udah di telfon?” tanya Monique.

“Belum, sih” jawab gw.

“Telfon, dong, Vin. Demi Cathy” kata dia.

Gw, sudah menceritakan semua tentang keluarga gw, ke Monique.
Udah, beberapa hari, gw rajin cerita ke Monique. Apa ini, pertanda, ya?

“Iya. Nanti aku coba, lagi” kata gw.

“Kalau kamu, ragu, ngomong ke aku, aja. Nanti aku temenin, pasa nelfon” kata dia.

Mendengar kata-katanya, membuat jantungku berdetak, tak menentu.
Aku, seakan terbuai, dibuatnya.

Wahai kau mentari pagi, berikanlah embun-embun cinta, dihatiku.

(Yaaa, ellaah. Takis, bos! Nggak cocok lo, thor, bikin cerita kayak gitu.)

(‘Ya, namanya juga, usaha. Siapa tahu, disuruh jadi penulis film Indonesia’)

(Iya, dah. Yang penting buat gw happy, aja)

“Ge, di kulkas ada makanan, boleh dimakan, nggak? Gw laper” Tanya Cathy, yang dari arah dapur.

“Kalau mau, makan, aja. Itu gw yang beli, kok. Sengaja, udah gw siapin” jawab gw. Sebelum pertemuan ini, gw sudah menyiapkan itu, semua. Supaya nggak ada yang kelaperan.

“Kalo makanan besarnya, ada, nggak?” Tanya dia, lagi.

“Ya, diolah, dulu” jawab gw.

“Mau gw masakin, Cat?” Tawar Monique.

“Boleh. Gw bantuin, deh” jawab Cathy.

“Bentar, ya, aku masak, dulu” kata Monique, pelan.

“Oke, yang enak, ya”

Dan dibalas dengan, tanda OK.

Bahagianya, gw.
Nggak usah, lama-lama lagi.
Pokoknya.
Besok.
Kita.
Harus.
Menuju.
Pel…..

(“Pelayaran”)

(Bukan)

(‘Pelatih’)

(Bukan)

(“Pelayan”)

(‘Lo mau jadi pelayan, Ge? Orang gw, mau bikin lo, jadi kaya. Ini minta jadi pelayan’)

(Bukan, thor. Aduh!)

(/Peltamax\)

(Wow, ada abang Jakarta, ikut nongol. Tapi, sayang sekali, bukan)

(“/’ terus, apa?’”)

(Pelaminan. Besok gw ada undangan. Jadi, gw mau naik ke pelaminan, buat nyalamin, mempelainya)

(“Baru gw mau bilang, ngimpi, lo”)

(‘Eh, dia udah, matahin sendiri’)

(/Tinggalin aja, om\)

(Lah. Suara Sakti? Author!. Jakarta! Kok, Ninggalin gw?????? Tungguin, bang!)

[table id=iklanlapak /]

Ayo Ge. Tarik nafas, hembuskan.

‘Prettttttt’
Lah, malah kentut. Ayo, tinggal pencet tombol hijau.
Demi Cathy dan tante SuS.

Gw, lagi di balkon apartemen tante BeR. Mau nelfon bapak gw.
Cewek-cewek, lagi sibuk di dapur.

Dan…. Pencet!
‘Tuutttt’
Yah! Nyambung, lagi.

Bokap: “halo”

Gw: “halo, Pak. Benar ini, nomor Pak Rudy?”

Bokap: “mau ngapain kamu, Vin?”

Yah, ketahuan.
Gw: “ada yang mau, kutanyain”

Bokap: “oh, masih inget, toh, sama saya. Saya pikir udah, lupa. Mau nanya apa, kamu?”

Weuuhhhhhhhh. Sabar-sabar.
Monique, Monique, Monique.

Gw: “mau minta nomornya, om Coolman, Pak”
Nama pengacaranya adalah, Coolman London Hutapea.
Dia adalah, versi parerel, dari seorang
Pengacara terkenal.

Bokap: “buat, apa?”

Gw: “buat temen, aku. Lagi butuh pengacara”

Bokap: “emang punya duit, dia?”

Gw: “punya. Emaknya, orang kaya”

Bokap: “sekarang, dia, ada di luar negeri. Kalo, kamu yang hubungi, takutnya nggak di gubris. Mendingan, papa, nanti ke Jakarta. Biar dia ada alasan, buat nemuin kamu. Lagian, diakan domisili, di Jakarta. Biar papa, aja yang ngomong”

Gw: “gitu, ya? Bisa dalam waktu dekat, nggak, Pak?”

Bokap: “kalau dua sampai tiga hari ini, sih, nggak bisa. Tapi, setelah itu, kayaknya bisa”

Gw: “ya, udah. Tolong ya, Pak”

Bokap: “iya”

Gw: “oke. Thank you”

‘Tut-tut-tut’
Lah, langsung ditutup.

“Ehem. Gimana?” Ternyata udah ada Monique.

“Hehehe. Ada si eneng. Abang nggak ngeliat. Lancar, kok, neng. Semua bisa teratasi” jawab gw.

“Gitu, dong. I’m proud with you. You did a great job” kata dia.

“Makasih, bos. Yok, masuk. Kayaknya bentar, lagi, mamanya Cathy dateng” kata gw.

“Ayuk”

Lalu kita santai-santai, menunggu kedatangan tante SuS.

Lalu ada WA dari tante SuS.

Tante: “Ge. Tante udah dibawah. Bisa jemput tante, nggak?”

Gw: “oke”

“Gw, turun bentar, ya” kata gw. Biar surprise.

“Oke” jawab mereka berdua, yang lagi cekikikan.

Lalu gw turun ke bawah.

“Halo, tan. apa kabar? Udah siap, belum?” kata gw.

“Hai, Ge. Udah, dong. Udah kangen tante” jawab tante.

“Ya, udah. Ayo naik, tan” ajak gw.

Lalu, kita balik, ke unitnya tante BeR.

“Lah, kok, balik, lagi, Ge?”tanya Cathy.

“Iya, nih. Ada tamu” kata gw.

“Ta-da, Cathy sayang!” Kata tante SuS

“Mama!” Teriak Cathy.

Lalu, mereka berdua berpelukan.

Akhirnya, mereka hidup bahagia selamanya. Tamat.

Uwahhh. Belon-belon.
Belum pacaran, sama Monique.
Masa gitu doang, tamat.
Lanjut lagi, thor!

“Kamu, tinggi sekarang ya. Tambah cantik” kata Cathy.

“Iya, mah. Kangen, deh. Udah berapa tahun, kita nggak ketemu?” Kata Cathy.
Hii?? Udah bertahun-tahun, toh, rupanya.

Astaga, ini mengharukan. Coba waktu gw ketemu mama Wulan kayak gini.

“Vin, kamu, kok, nangis duluan?” Kata Monique.

“Emang, iya? Iya, sih, mata gw berasa basah, nih” kata gw.

“Eh, iya, mah. Kenalin, ini Monique. Kakak pengganti, Cathy” kata Cathy.

“Oh, halo. Nama tante, Susi” kata tante SuS, sambil menjulurkan tangannya.

“Halo, tante. Monique” Monique, menyambut tangan tante.

“Makasih, ya, udah ngurusin Cathy” kata tante SuS.

“Iya, tan. Dia udah kayak adik, aku, kok” jawab Monique.

“Kalau yang ini, udah, tahu, kan, mam? Si, abang Gavin, sayang” kata Cathy.
“Ih, apaan, sih, Cat” kata Monique.

“Lah, Gege kan, abang gw. Elo, aja sensitive, Mon” kata Cathy, sambil cengengesan.

“Emang, ada hubungan apa, Ge?” Tanya tante SuS.

Aduhhhhhhhh, kena lagi, gw.
Gw jitak lo, Cat.

“Nggak ada apa-apa, tan” jawab Monique.
Yah, Monique udah jawab.
Hilang harapan gw, di pamerin Monique. Apa, kek, bilang temen deket atau apa, gitu. Sabar, Ge. Sabar.

Lalu mereka berdua ngobrol, sepanjang dan selebar mungkin.

Gw dan Monique, memutuskan pindah ke balkon, buat nyantai di situ. Kita duduk bersebelahan.

“Aku, jadi keinget mama” kata gw.

“Ya udah, kamu telefon, aja” kata dia.

“Bukan, sama mama Wulan. Sama Mama Sandra. Padahal gw nggak inget mukanya dia. Tapi entah kenapa, kangen rasanya. Bisa nggak ya, gw ketemu dia?” Kata gw.

“Oh, kasian. Sini, sama Monique” lalu Gw, didekatkan ke pundaknya.

Uwahhhhhhhhhhhhh!
Otak gw, mimisan.
Hati gw, mencret.
Lambung gw, meleleh.
Bokong gw, berdetak kencang.

“Wah, parah, lo, bro! Hari ini, udah menang berapa kali, lo????
Anjrit-anjrit. Bagi-bagi, napa!” Kata suara Sakti.

“Hehehe” gw tertawa.

“Wuahahahahahahahhaha!” Tertawa kecil nggak cukup buat, gw.
“Tai, lo, bro….. bro”

“Kalau mama, kamu, Mon?” Tanya gw.

“Ortu gw, di luar negeri. Mereka capek di sini. Katanya kalau disini pasti bawaannya, kerja mulu. Yah, lumayan jaranglah, gw ketemu mereka” jawab dia.

Kesempatan!
“Ayo, sini sama, aa” kata, gw.
Gw, membuka tangan gw, dan bersiap di peluk.

“Mon…Monique. Sini bentar, deh” suara dari dalam memanggil Monique.
Lalu, Monique, masuk tanpa babibu.

Lah, gw ditinggal.
Lagi, posisi gini lagi.
Kan, kentang.

Lalu gw, masuk, kedalam, juga.

“Nah, ayo, kita, makan, dulu, yuk!” Ajak tante SuS.

“Ayo, tan. Dari tadi, makanan udah di masak, tapi nggak digubris” kata gw.

Lalu kita makan, sama-sama.
Berasa keluarga.
Keluarga yang bahagia.

“Oh, iya, gw kayaknya balik duluan, deh. Tadi tantenya Tere, nelfon, mau ada rapat keluarga, katanya” kata Monique, ketika baru selesai makan.

“Oke, deh, Mon” jawab Cathy.

“Makasih ya, Mon” kata tante, SuS

“Abang Gavin, anterin atuh eneng Moniquenya. Masa, pulang sendirian” kata Cathy.

“Nggak usah. Gavin, disini aja. Eh, Gege disini, aja” kata Monique.
Aduh, Mon..Mon. Pengen gw hamilin, lo.

“Udah, gini, aja. Kamu anterin si Monique, Ge. Habis itu, kamu balik lagi. Nggak papakan” saran tante SuS.

Waduh, berarti harus bolak-balik.
Bolak-balik, membutuhkan tenaga.
Tenaga, membutuhkan energy.
Nggak, deh, kayaknya.

“Bro, ini Monique, bro!” Kata suara Sakti.

“Iya, tau, tapi”

“Tapi, apa??”

“Nanti, tante kasih uang bensin, deh” kata tante.

“Oke. Mon, mau jalan sekarang?” Kata gw.

“Uwahhhhh. Dasar merki lo, bro. Calon lo, tuh” teriak Suara Sakti.

“Shut up!”

“Ya, udah, deh. Balik dulu, ya, tan, Cat. Bye” kata Monique.

“Bye, juga” jawab mereka berdua.

Lalu gw, mengantarkan si Monique, pulang.

“Mamanya Cathy, cantik, ya” kata Monique.

“He,eh” jawab gw. Dalamnya juga bagus. Masih TOP!

“Untung, ortu, gw, nggak cerai-ceraian. Eh, Sorry, Vin” kata Monique. Balik lagi ke elo gw. Tapi masih tetep Vin. Berarti masih ada jalan.

“Iya. Nggak papah. Mungkin karma gw, yang rajin, nggak akur sama bokap” kata gw.

“Sorry, ya”

“Iya, adinda”

“Btw, mau ada rapat apaan, sih?” Tanya gw.

“Ini, sepupu gw, ada yang mau nikahan. Biasalah, bikin panitia, apa segala macam” kata dia.

“Sepupu lo, cewek apa cowok?”

“Ih, kepo. Nggak ah. Nggak gw kasih tahu” jawab dia.

“Lah, kan, penasaran siapa tahu cewek, terus cantik. Ntar gw batalin, deh, nikahan mereka” kata gw, menggoda dia.

“Tuhkan” kata dia, agak sensi.

“Lah, cemburu, non?”

“Iyalah” kata dia.

‘Cus’
Bisul gw, pecah.
Ambeien gw, mengecil.
Whatttt! Apa gw sudah berhasil??

“Ya, maap-maap. Cuma bercanda” kata gw.
Lalu dia, diem.

“Cewek. Sepupu gw, yang cewek” kata dia.

“Pasti keluarga cowoknya, rewel tapi nggak banyak bantu. Cuma banyak maunya” kata gw.

“Kok, tahu?”

“Pengalaman. Tante-tante gw, rata-rata, gitu” jawab gw.

“Terus nanti, pas hari-H, dateng sama siapa?” Tanya gw.

“Sama, yang bisa meluangkan waktunya” jawab dia.

Yosss! Ini kesempatan.
Harus diberdayakan.

“Kakanda, bisa” kata gw.

“Ah, nggak yakin” kata dia.

“Ih, bener. Sumfeh”

“Nggak mungkin”

Waduh, bola panas di gulirkan.
Baiklah kalau gitu, keluarkan kartu trap.

“Bener. Ibaratnya, semua waktu bisa dibuat, kalau demi adinda Monika Verdiana. Kematian pun, tidak akan memberhentikan langkah, kakanda” kata gw.

“Bener?”

“Sumfeh, ana, zuzur!”

“Ya, udah, kalau kakanda memaksa. Adinda cuma bisa ngikut” jawab dia.

‘Dek-dek’
‘Dek-dek-stak-gedebuk-destak-destak-badum-dum-tas-tes-gedebuk-pletang’
Jantung gw berdetak, nggak Karuan, seperti hidup gw.

(“Ah, thor! Si Gege, sudah terlalu banyak menang. Ini harus dihentikan thor”)

(‘Ane, juga, merasa demikian. Bagaimana, abang Jakarta?’)

(/Biar gw yang balas, ntuh orang\)

(“/’inilah koalisi keluarga bahagia!’”)

Halaman Utama : Kehidupan Di Jakarta

BERSAMBUNG – Kehidupan Di Jakarta Part 47-48 | Kehidupan Di Jakarta Part 47-48 – BERSAMBUNG

Selanjutnya ( Part 45-46 ) | ( Part 49-50 ) Selanjutnya