Kamu Cantik Hari Ini Part 8

Kamu Cantik Hari Ini Part 8
Ade Indra Putra
Rosi Wahyuni
Bella Wahyuni
Deanda Putri
Selesai aku melaksanakan Jumatan, aku menuju ke kafe dimana aku tinggalkan Dea menungguku. Dia gak ada teman kalau hanya menunggu di kantorku katanya.
“Udah pesan, De?”
“Belum, kan nunggu kamu Ndra. Gak sopan, makan duluan, mana tau pahala kamu ngalir ke aku dikit. Hehehehe”
“Hahahaha.. bisa aja kamu De, oh ya mesan apa? Biar aku pesanin.”
”Aku nasi goreng aja deh, sama lemon tea.”
”Tunggu ya.”
Di kafe dekat kantorku ini, mempunyai sistem dimana pemesan langsung memesannya ke dapur. Lalu koki yang bersangkutan lah yang menghidangkan hidangan yang dipesan ke meja pemesan tersebut. Hal ini bisa memperirit pengeluaran dengan jasa pelayan. Buktinya saja pelayannya saja merangkap dengan kasir. Pandai juga yang punya kafe ini. Emang karena menunya enak dan lumayan terjangkau, ditambah dengan design kafe yang unik yang biasa digunakan tempat Selfie anak muda itu, membuat kafe ini lumayan rame.
”Kok kamu jarang jemput Afni sih Ndra?” Tanya Dea disaat aku baru duduk dihadapannya.
“Hmmm..”
”Betul dilarang Pak Daud ya?”
“Pak Daud?”
”Itu pak manager di Rumah Sakit. Dia manager baru, dan melarang sekali kalau ketahuan dijemput pacar. Alasannya sih akan mengganggu kinerja kami. Aku pikir sih itu berlebihan sangat Ndra.” Katanya yang tanpa ada spasi. Aku hanya bisa diam. Apa ini kebetulan dengan kondisiku dengan Afni sekarang?
”Aku aja dijemput Bayu di perempatan. Takut kejadian kamu pindah ke Bayu.”
“Hmmmm
” aku hanya menjawab itu. Karena aku gak ada jawaban. Hanya bisa terdiam.
”Kamu kok Hmmm Hmmmm aja. Tadi aja, liar banget, diajak ngomong, malah itu doang.” Katanya.
“Bukan gitu De, aku malas ngomongin itu aja.”
”Iya ya? Sebenarnya aku juga malas, tapi aku penasaran aja karna aku gak ada Nampak kamu lagi.”
“Emang kenapa? Kalau gak ketemu aku.”
“Hahahaha. Sarapan mataku berkurang Ndra.”
“Hahahahaha”
Disaat itu, makanan kami datang. Kami menikmati makanan itu, mungkin karena letihnya pertempuran tadi, aku lahap sekali makannya. Padahal aku sudah minta porsi yang double. Ah, pagi tadi pun aku sarapan tergesa-gesa. Pikirku. Selesai makan, kamipun kembali ke kantorku yang hanya berjarak 500 meter.
”Makasih ya De. Yang tadi” kataku saat berjalan disebelahku.
”Sama-sama Ndra. Malah aku kesampaian main sama kamu lho. Hehehe. Kamu masih punya hutang lo sama aku”
“Apaan?”
“Squirt” katanya sambil membisikkan ke telingaku. Langsung kuliat wajahnya yang bertambah manis itu karena pipinya memerah saat membisikkan itu. Aku hanya diam dan mengiyakannya. Sebelum aku kembali ke atas, dia sempatkan meminta kontak BBM ku. Dan aku pun memberikannya. Ternyata fantasiku terwujud juga, dan bukan hanya sekali. Nampaknya akan berulang pikirku.
*******
”Gimana hasilnya ?”
“Hasil apaan?”
”Tes Narkoba itu lho.”
“Ooooo.. Negatif lah. Bang kan gak pernah megang barang haram itu. Bella mana?” tanyaku kepada Rosi, disaat aku sampai di tempat Bella.
”Masih tidur. Kata si mbak, Bella belum sejam tidur. Ya Rosi tunggu aja disini. Abang sih, terlalu lama jadinya hanya diam mono duduk disini. Malah baterai HP habis, PB gak bawa. Untung saja Lumayan sejuk. Jadi gak terlalu mono lah.”
“Maafin abang ya.”
”Hmm Hmm Hmm”
“Sini sini..”
Aku rangkul badannya menuju badanku. Aku tidak tahu bagaimana keadaan hatiku. Apakah cinta, sayang, atau Cuma menjalankan amanah atau iba kepada Rosi. Aahh.. kalau memikirkan ini, aku selalu gak bisa menemukannya. Tapi aku ingat kata-kata Ibuku. Ingat nak, Tuhan gak sia sia ngasih jalan hidup umatnya. Sesuai dengan kata-kata itu, akupun berniat untuk tetap menjalani hidupku ini. Semoga ini semua yang terbaik untukku.
”Mikirin apaan?” Tanya Rosi disaat kepalanya terangkat memandangku.
“Mikirin hidup ini. Apapun itu, aku bahagia dengan hidupku. Bahagia bisa bertemu kamu, dan sampai sekarang, bahagia punya Bella.”
“Hiks.. Hiks.. Hiks.”
“Kenapa yang?”
“Aku beruntung banget ketemu sama kamu bang. Aku gak bisa bayangkan, posisiku saat ini, tanpa dirimu bang. Makasih ya.”
Aku yang tidak menjawab kata-katanya, hanya menghapus air mata dipipinya dan mengecup lembut keningnya. Semoga apa yang dikatakan orang selama ini salah. Kamu hanya Cuma butuh waktu untuk jadi seperti keibuan sekarang. Pikirku.
”Sudah, sudah, bang janji akan buat kamu sama Bella bahagia. Bang akan coba itu. Sekarang kamu hapus air mata ya. Kita ke dalam jemput Bella, kan sudah sore nih. Kalau Bella liat bundanya nangis, ntar dia sedih.” Umbukku.
Kamipun masuk ke dalam gedung yang berlantai 3 ini. Gedung yang berwarna warni, menambah kesan bagi anak-anak yang dititipkan disini. Bersih, taman yang tertata rapi, dikelilingi pagar yang tinggi dan mempunyai kebun kelinci di belakang gedung ini. Walau harganya sedikit menguras kantongku, tapi itu semua demi kebaikan Bella. Aku merangkul Rosi masuk menjemput Bella. Kalaupun belum bangun, aku yang akan menggendongnya ke mobil. Lagian hari ini Jumat, berarti jadwalku nginap di rumah Rosi juga. Aku punya banyak waktu dengan Bella.
”Ayah udah pulang?”
“Udah nak. Sudah bangun ya?” Kata bunda, “kamu tadi tidur. Bunda aja nunggu di taman bawah tadi.”
”Maafin Bella ya Bund”
“Iyaaa.. yuk kita pulang. Bilang apa sama bibinya?”
“Makasih ya bik. Bella pulang dulu. Assalamualaikum bi”
****
”Ndra, Abak sakik darah tinggi, kini di rumah sakik. Sabanta ko uni anta jo amak.” (Ndra, Bapak sakit darah tinggi, sekarang dirawat di RS. Barusan Uni antar sama Ibu).
Aku mendapat pesan dari kakakku di kampung yang sangat mengejutkanku. Aku yang saat itu hendak tidur karena capeknya kegiatan yang beragam sehari tadi dan aktifitas ekstra sama Dea, terbangun dari tempat tidurku itu.
”Kenapa bang?”
“Bapak sakit, bang telp uni dulu ya.” Kataku dengan panik.
Aku pun langsung meninggalkan kamar menuju ruang tengah tanpa menghiraukan apapun di sekitarku. Memang bapakku mempunyai kebiasaan buruk. Mudah emosian, jika sudah datang tuh hobi, bisa bisa darah tinggi beliau kumat. Bagaimana gak panic aku dengar hal itu. Aku langsung menghubungi kakakku.
”Baa abak ni?”(Gimana keadaan Bapak, Uni?)
”Abak tadi ditilang dek polisi pas maantaan Alya, tu pulang lah naiak se tensi abak.” (Tadi Bapak kena tilang polisi disaat mengantarkan Alya, keponakanku. Pas dirumah sudah kumat darah tingginya.)
”Tu kini baa abak ni?” (Trus sekarang keadaan bapak gimana, Uni?)
”Alhamdulillah lai ndak baa lai. Lah normal liak.” (Alhamdulillah sudah mendingan, tekanan darahnya sudah normal kembali)
”Bia bisuak Indra pulang yo ni. Mungkin abak taragak jo Indra.” (Besok Indra pulang ya Uni. Mungkin Bapak sudah kangen sama Indra)
”Ndak karajo?” (Gak kerja?)
”Bisuak kan Sabtu, Senin pagi se baliak, Bia cuti sahari.” (Besok kan Sabtu. Senin aja kembali ke sini, Cuti aja satu hari)
”Iyo lah, abak taragak tu, Indra rayo patang ndak lo pulang do kan.” ( Iyalah, bapak mungkin kangen. Lebaran kemaren Indra gak pulang juga kan.)
”Iyo ni. Lah taragak Indra jo abak, amak, uni, kamanakan gai.” (Iya uni. Sudah kangen Indra dengan Bapak, Ibu, Uni, keponakan pun)
”Iyo lah, bia uni japuik bisuak ka Bandara dih.” ( Iya, biar besok uni jemput ke bandara.)
”Abak jo sia ni?” (Bapak siapa yang menjaga, uni?)
”Amak kan ado, uni sekalian bisuak ka Kayu Tanam, mambali pinyaram. Abak taragak itu keceknyo.” (Ibuk kan ada, Uni sekalian pergi ke Kayu Tanam, membeli Pinyaram, bapak ngidam itu.)
”Iyo lah uni. Makasih yo ni, labiah an untuak Indra yo ni, lah lamo ndak makan pinyaram.” (Iya uni. Makasih ya uni. Lebihkan untuk Indra, sudah lama gak makan pinyaram itu.)
”Salam ke amak, uda, Aldi, Alya yo ni. Assalamualaikum”
”Sakit apa bang?” Tanya Rosi mengegetkanku. Ternyata Rosi telah berdiri dibelakangku sedari tadi. Karena tidak mengerti apa yang aku bicarakan ditelpon sama kakakku tadi, dia hanya diam menungguku.
”Darah tinggi, yang.”
“Trus sekarang?”
”Udah baikan, Bapak itu emosian. Kena tilang aja bisa juga kumat tuh penyakit.” Kataku merangkul Rosi menuju kamar untuk beristirahat.
“abang besok ke kampung ya.” Kataku disaat sudah berbaring di sebelah Rosi.
”Kapan? Besok?”
”Iya, sudah lama abang gak ketemu keluarga, udah kangen sama mereka. Lagian, lebaran kemaren bang ikut ke Garut. Gak apa kan Rosi jaga Bella sendiri dulu?”
”Rosi dan Bella ikut.”
”Haaah?”
”Iyaaa.. Rosi kan belum pernah ketemu sama Bapak, Ibu. Lagian mereka juga kan orang tua Rosi dan Bella. Dan tadi abang janji kan sama Bella besok liburan. Sekalian aja liburan ke sana.”
”Hmmmm
. Ya udah, skarang tidur ya. Biar besok kita bisa pagi perginya.”
Dipikiranku saat ini adalah bagaimana mungkin aku bawa Rosi dan Bella ke kampungku. Apa yang aku katakan kepada orang tuaku dan kakakku tentang Rosi dan Bella. Tapi disisi lain, aku juga gak bisa menolak permintaan Rosi. Akupun gak tega menunda janjiku lagi ke Bella. Terlalu banyak kecewa dia samaku selama ini. Pikiranku penuh dengan perkiraan-perkiraan. Biarlah esok aku hadapi. Sekarang aku istirahat dulu.
Bersambung…