Kamu Cantik Hari Ini Part 37

0
1131

Kamu Cantik Hari Ini Part 37

“Rim, tangannya dijaga dong.”
“Apaan? Kan di sini doang.”
“Iya sih, tapi kan ada teman temanku juga tuh.”
“Biarin”

Saat ini aku mengajak Rima latihan ketiga Bandku yang beranggotakan semua anak yang bapaknya berasal dari angkatan yang tugas di kota ini. Rio, vokalis merupakan anak yang sebenarnya asli Bukittinggi, namun karena ibunya Sunda, dan sebelum SMA ini dia tinggal di kampung ibunya, jadilah ia gak mahir dalam bahasa minang. Tian, asli sumatera Utara yang merupakan leader kami dan memegang kendali di gitar. Ayah Tian ini bapak Dandim di kota ini dan juga baru sekitar 1 tahunan di kota ini. Satu satunya teman ngebandku yang berasal dari Sumatera Barat adalah Fano, drummer kami yang merupakan pengagum aliran metal. Hanya Fano lah yang telah lama ku kenal telah lama. Walau diwaktu kecil, kami selalu berkelahi dengan alasan sepele tapi setelah mengetahui bahwa kami mempunyai aliran yang senada, kami berdamai dengan sendirinya.

“Waahhh.. baru hari ke tiga kita latihan, kau udah bawa cewek aja Ndra.” kata Tian.
“Ini sahabat aku kok yan.”
“Hahahaha… tuh Fan, lu masih ada harapan tuh.” Sangkal Rio
“Gua tabok lu ntar yok.” Jawab Fano.
“Apaan sih kalian, udaaahhh.. jadi latihan gak nih?” jawabku.

Memang Fano menyukai Rima, namun Rima keliatan sebaliknya. Sebenarnya aku udah berupaya untuk menjodohkan mereka. Namun Rima memarahiku disaat aku mengatur jadwal ketemuan antara mereka berdua. Bahkan sedang latihan ini aja, aku melihat mata Fano tetap melihat ke luar studio menatap Rima yang lagi melihat aksi kami di dalam. Dengan aliran music keras yang kami usung, memang membuat sedikit enggan Rima mendengarkannya. Ya, dia hanya duduk di luar melihat tanpa memasang headset.

Selesainya 2 jam kami latihan, kami langsung keluar dengan badan yang sedikit keringatan. Walaupun di dalam studio ada AC, namun hal itu tidak berpengaruh pada kami yang energik dalam memainkan alat kami masing masing.

“Wuiihhh.. kalian seperti pacaran aja deh.” Kata Rio saat melihat aku yang sudah duduk disamping Rima dan Rima sedang mengelap keringat di wajahku.
“Apaan sih Yok.” Selaku
“Kasihan kali kau Fan Fan. Hahahaha” tambah Tian dengan logat utaranya.
“Udah Rim. Malu tau”
“Biarin” jawab Rima sekenanya.
“Gua duluan ya men.”
“Eh, Fan, lu mau kemana?” Tanya Rio.
“Jemput adek gua.” Jawab Fano

KRIIIINGGG…..

Bunyi HP ku mengembalikan ku ke dunia sekarang mengingat masa lalu yang merupakan sedikit nakalnya hidupku. Ku lihat layar HP ku terlihat Andre yang menghubungiku.

“Apaan men?”
“Lu aman kan men?”
“Amaann.. belum juga gua sampai mobil udah di telpon.”
“Gimana mau masuk mobil kalau kuncinya disini men.”
“Hahahaha.. ceroboh kali aku ya. Antarin napa”

****

“Apooooo? Ang jadian samo Afni?” (Apaaa? Kamu jadian sama Afni?) Tanya Fano disaat aku lagi nongkrong sama dia berdua malam ini.
“Iyo Fan”
“Tu Rima?” (Trus Rima?)
“Kan lah den kecek an, kalau den jo Rima tu ndak ado apo apo.” (Kan udah dibilang, kalau aku sama Rima gak ada apa apa)
“Iyoooo.. kan itu waang. Rima tu pasti ado raso samo ang mah.” (Iyaaa… itu kan kamu. Nah Rimanya pasti ada rasa sama kamu)
“Hahahaha.. antah lah Fan.” (Hahahaha.. entah lah Fan)
“Kalau sampai ang buek Rima sakik hati atau baa baa, ang baurusan jo den.” (Kalau kamu sampai buat Rima sakit hati atau gimananya, kamu berurusan samaku.)
“Hahahaha.. santai Fan, lagian den kan nembak Afni dek support Rima. (Hahahaha… sabar Fan, lagian aku kan nembak Afni karna support Rima.)
“Maksudnyo?”
“Kan lah den sabuik an, sebagai sahabat yang pengertian, Rima sanang kok.” (Kan udah dibilang tadi, sebagai sahabat yang pengertian, Rima senang kok.)
“Yo laaah, tapi Salut den jo ang Ndra. Mode itu si Afni dapek dek ang.” (Iyaaaa, tapi Salut aku sama kamu Ndra. Cewek pintar seperti Afni bisa kamu dapatkan)
“Apo lah salut salut. Kalau cinta tu dikaja taruih Fan, jan dilapeh an.” (Apalah salut salut salut. Kalau cinta mah terus dikejar Fan, gak dilepas sedikitpun)
“Nyindia ang yo.” (Nyindir kamu ya.)
“Hahahaha.. yang lain ma?” (Hahahaha… yang lain mana?)
“Santa lai tibo mah” (Sebentar lagi datang kok.)
“Eh iyo, kaja taruih Rima dih.” (Eh iya, terus kejar Rima ya.)
“Hahahaha.. aden ndak sa bagak ang do Ndra.” (Hahahaha.. aku gak punya mental seperti kamu Ndra)
“Dapek dek urang lain asai.” (Keduluan sama orang baru tahu kamu)
“Hahahaha.. pas inyo dakek ang se lah sakik hati den mah. Tapi baa lai, ang kawan den dari ketek. Kawan bacakak den mah.” ( Hahahaha.. disaat Rima dekat kamu aja aku udah sakit hati. Tapi gimana lagi, kamu juga temanku dari kecil. Walau sering berkelahi sih.)
“Hahahaha”

TOK TOK TOK

Ketukan di pintu mobilku kembali membawaku ke dunia nyata untuk kedua kalinya setelah kembali mengingat sepenggal masa laluku. Ku lihat Via sudah berdiri di depan pintu bersama Andre. Aku lalu langsung membuka kaca mobilku.

“Kok abang belum pulang?”
“Istirahat bentar Vi”
“Lu aman men?” Tanya Andre.
“Amaan kok men.”
“Gak yakin gua men. Vi, sini bentar deh.”

Aku melihat Andre mengajak Via ke depan mobilku. Entah apa yang dibicarakannya. Aku yang masih terdiam di dalam mobil, hanya melihat dua teman kantorku yang membicarakan sesuatu. Tak lama berdiskusi entah apa, Via langsung mengajakku keluar, setelah aku keluar, malah Andre langsung mengambil alih kursi yang sebelumnya aku duduki.

“Ngapain lu men?”
“Biar mas Andre antar abang ya. Sekarang abang pilih di mobil aku, atau mobil ini”
“Maksudnya?” tanyaku.
“Entar siapa yang antar mas Andre pulang kalau aku gak ikut antar abang.”
“Udah men, lu jangan nolak. Ayo naik sini.” Ajak Andre.

Disaat aku hendak memasuki mobil Rosi yang ku bawa, aku mendengar Andre yang menanyai keyakinan Via dengan mengendarai sendiri untuk mengantarkanku.

“Via bisa kok mas. Sebelumnya juga Via nyetir sendiri kok. Hati hati juga ya mas.”

“Lu kalau mau istirahat, rebahan aja men.”
“Gak apa men. Lu nyetir sendiri dong. biar gua temanin.”
“Lu gak tidur semalam?”
“Aku pulang ke rumah jam 3. Tidur mungkin 2 jam an.”
“Wajar sih lu kepikiran. Kalau gua jadi lu juga lakuin yang sama dengan lu. Tapi kan lu udah punya Rosi dan Bella. jangan biarin dia merasakan akibatnya men.”
“Iya men. Makasih men.”
“Udaaahhhh.. gua sahabat lu men, gua bakal usahain apa yang bisa gua bantu. Lu percaya gua kan?”
“Iya men, gua percaya lu kok.”
“Afni kemaren hanya nangis kok men. Dan dia udah janji bakalan selalu pikir positif kok.”
“Afni bukan cewek bodoh men.”
“Dia juga cerita kalau lu ketemu dia di Pasuruan. Lu gak ngomong ya saat itu?”
“Lu kan tau, kalau aku di depan dia ilang ingatan.”
“Ya, itu sih alasan Afni kecewa kemaren.”
“Iya sih men. Gua sadar kok. Coba aja kalau aku berani ngomong pas di Pasuruan, gak akan seperti kemaren kan kejadiannya.”
“Udah lewat men, lu pikirin aja ke depannya.
“Eh, Kalau gua liat, lu lagi dekat dekat sama Via.”
“Berkat doa lu juga sih men.”
“Makasih ya men”
“Makasih sekali lagi gua tabok pakai piring cantik lu ntar.”
“Hahahaha”

***

“Makasih Tante , Om, udah antar ayah pulang.”
“Iya sayaangg.. sini sama Tante.” Ajak Via.

Bella langsung mendekati Via yang duduk disebelah Andre. Aku dan Rosi yang duduk berhadapan dengan mereka senang melihat Bella yang cepat sekali mengambil hati siapapun.

“Emang ayah sakit ya tante?” Tanya Bella masih dipangkuan Via.
“Ayahnya Bella Cuma kecapek an kok.”
“OOOO… nanti Bella pijitin ayah deh.”
“Pintar ya kamu.” Jawab Andre.

Andre juga melakukan hal yang sama dengan beberapa orang yang gemes dengan kelucuan Bella. Andre juga mencubit kecil pipinya. Nampak sih Bella sedikit kesakitan dengan memegang pipinya. Dan Via, memukul tangan Andre kesal dengan perlakuannya ke Bella.

“Udah Vi, kamu udah cocok tuh jadi Ibu. Kode itu men.”
“Apaan sih bang.”
“Doain aja lah men.”

Aku, Andre dan Via tertawa dengan lepasnya. Tidak seperti Rosi yang sedikit enggan untuk berbaur dengan kegembiraan ini. Memang, kami bertiga adalah senior senior Afni satu fakultas dan khusus Via, dia pernah dibuat kesal oleh Rosi yang keras kepala dan tidak menghargai siapapun bahkan itu seniornya saat masa ospek. Aku yang menangkap hal itu langsung mencoba membaurkan Rosi dalam pembicaraan dengan menggenggam tangannya.

TOK TOK TOK…

“Assalamualaikum”

Tiba tiba Fano yang selalu dalam pikiranku dalam beberapa jam belakang datang bertamu dan langsung membuat semua terdiam, tidak dengan Bella yang langsung membukakan pintu untuk Fano. Beribu pertanyaan sampai di benakku, dan begitu juga Via dan Andre terlihat dari wajahnya.

“Darimana dia tahu aku disini?”
“Apa yang ia kerjakan disini?”
“Apa ada hubungannya dengan Afni?”
“Apa ia udah ketemu dengan Rosi sebelumnya?”

Pertanyaan pertanyaan ini langsung dibuyarkan oleh Rosi dengan mempersilahkan masuk Fano. Fano yang sedikit melihat ke arahku , Via, lalu ke Andre langsung duduk di antara kami. Nampaknya Rosi tidak mengenal tamu ini dari cara mempersilahkan Fano masuk dan duduk membaur dengan kami. Mungkin Rosi mengira Fano hanyalah teman kantor kami atau teman dari kami dahulu. Dan Rosi langsung ke dapur untuk membuatkan minuman untuk Fano.

“Ndra, sado pertanyaan ang, den jawek 4 mato bisuak siap karajo ang, sobok se wak di studio wak dulu dih. Kini anggap se ndak ado pertanyaan di kapalo ang. Demi anak ko ha.” (Ndra, semua pertanyaan lu, gua jawab saat kita bicara empat maya, kita ketemuan aja di studio selepas kamu kerja. Sekarang buang dulu pertanyaan itu, Demi anak ini) kata Fano dengan menunjuk Bella.

Bersambung

Daftar Part