Kamu Cantik Hari Ini Part 32

Kamu Cantik Hari Ini Part 32
Berita Duka, Ibu Presiden Jokowi Meninggal Dunia
“Ayah capek?” Tanya Bella disaat iklan datang mengganggu acara Sponge Bobnya.
“Enggak nak. Kenapa?”
“Bella mau bobok sama ayah.”
“Emang udahan nontonnya nak?” dijawab anggukan oleh Bella.
“Disini aja ya. Biar entar ayah gendong ke kamar ya nak.?” Dijawab anggukan lagi oleh Bella.
Bella yang menemaniku menyetir dari Bandung tadi memang tidak tidur. Dia sibuk dengan melihat sana sini dan bertanya apapun apa yang dia lihat. Baik itu di tol ataupun sedang macet. Tingkah laku keingintahuan yang tinggi ini memang sangat membuat aku senang kalau menerangkan apa yang ia Tanya. Rasanya semua masalahku berhenti sejenak kalau bisa menjawab apa yang ia Tanya tadi.
Sekarang Bella sedang tidur di pangkuanku yang sedang rebahan di ruang keluarga depan televisi. Karena tadi Bella nonton Sponge Bob, aku terpaksa sedikit mengikutinya. Namun, aku manfaatkan keadaan ini dengan menukar siaran Priemer League. Kebetulan ada big match yang membuat aku betah bermalas malasan di ruang keluarga ini. Aku yang masih membelai kepalanya dan mengelus lembut rambutnya supaya ia cepat tertidur.
“Tidur dia yang?” Tanya Rosi yang telah membawa secangkir teh untukku.
“Iya nih. Kecapek an dia mungkin.”
“Teh aja ya. Ntar kalau kopi susah tidur. Habis minumnya tidur ya yah. Besok kerja kan?”
“Iya sayang”
“Bunda ke dalam dulu ya yah. Gak apa kan?”
“Iya sayang. Istirahat lah dulu..”
Selain Bella, Rosi pun tadi tidak memicingkan matanya sedikitpun di perjalanan menuju ibukota ini. Apalagi aku. Namun untungnya pertandingan ini akan berakhir 20 menit lagi. Jadi aku bisa memanfaatkan waktu itu untuk menghabiskan teh yang dibuatkan Rosi tadi.
20 menit berlalu, dan tim yang ku dukung, Spurs bisa mengalahkan Bournemouth tersebut. Aku yang bergerak sejanak untuk mematikan TV dan meletakkan gelas ke dapur kembali ke ruang tengah dengan menggendong Bella yang sudah tidur menuju kamarnya. Dengan sedikit membuat dia gelisah di tidurnya, aku berhasil kembali membuatnya lelap di tidurnya.
Setelah dari kamar mandi dan memastikan semua pintu telah terkunci, aku masuk ke kamar Rosi yang mana disinilah aku tidur selama di rumah ini. Iya, bersama Rosi. Tapi malam ini rasanya aku merasa lain dengan memasuki kamar ini. Kulihat Rosi yang sudah terlelap dengan tidurnya mengingatkan aku betapa jauhnya perubahan yang ia lakukan semenjak aku membawanya pulang. Sekilas aku mengingat gimana aku terjebak dalam masalah keluarganya sampai aku sekarang bisa mencintainya tulus. Ya, aku sekarang sudah bisa memastikan pilihan yang aku ambil untuk hidupku ini. Aku harus merealisasikanya dalam waktu dekat.
Aku yang mulai membaringkan tubuhku disamping Rosi, kembali memikirkan cara untuk menjelaskannya ke Afni. Aku seperti diberikan jalan dengan pertemuanku bersama Dea kemaren. Ya, aku bisa meminta bantuannya. Tanpa sadar, Rosi yang masih dalam tidurnya memiringkan tubuhnya ke arahku dan langsung memelukku. Rosi yang kalau ditidurnya yang lelap tidak mengetahui apa yang akan ia perbuat di sekitarnya. Aku langsung memeluknya erat, dan tak lupa aku cium keningnya yang wajahnya yang tanpa bosan aku tatap. Aku tidak tahu, kenapa lain rasanya saat aku mengecup keningnya dan memeluknya, seakan aku sudah bisa mengerti akan jalan yang sudah dituliskan kepadaku. Aku pun berusaha untuk memejamkan mataku dengan suasana malam ini.
“Aku tahu kok apa yang terjadi sekarang nak.”
“Eh, maaf pak” kataku kaget saat papa Rosi datang menghampiriku di teras villa di Garut ini sambil mematikan rokokku.
Aku yang sedang menikmati rokok sebagai pelampiasan kebuntuan solusi atas apa yang aku alami saat ini. Dimana aku berpura pura menjadi ayahnya Bella, anak kandung bapak yang sudah duduk di sampingku ini.
“Maksud bapak apa?”
“Iya aku sudah mendengar semua kok, nak”
“Maaf pak. Saya gak bermaksud….”
“Udaaahh.. uhuk uhukkk…. Ini semua salahku nak. Aku yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa istriku telah tiada uhuk uhuk, tapi malah melampiaskannya ke anak anakku. Uhuk uhuk…. Sampai sampai kamu juga terlibat. Maafkan saya” kata papa Rosi yang menerangkan sambil diwarnai batuknya.
Aku yang menangkap kalau Papa Rosi ini sangat menyayangi istrinya yang telah tiada dan tidak mau jauh jauh dari makam mendiang mama Rosi tersebut. Aku yang hanya diam tanpa kata disampingnya berusaha menjadi pendengar yang baik.
“Mama Rosi itu telah banyak berjasa di hidup bapak. Uhukkk… Bapak yang seorang mantan narapidana disadarkan oleh malaikat yang berbentuk beliau.. uhuukkk… uhuuukkk”
“Saya ambilin minum dulu ya pak.”
Aku yang mengambil dua buah gelas dengan seteko air putih kembali ke teras dimana aku dan Rosi baru kembali dari Jakarta melihat keadaan Bella. Dan setelah aku ditinggal oleh Rosi ke kamarnya, aku berdiam diri di teras sampai akhirnya Bapak Wahyudi mendatangiku.
“Ini pak”
“Makasih nak.”
“Sekali lagi maafkan aku ya pak.”
“Sudaaahhh… ini bukan salah kamu kan. Dan ini mungkin jalan tuhan dimana ada yang bisa menyayangi Bella dengan tulus. Aku memang ayah yang tak baik untuk mereka. Tetapi aku gak siap kalau nanti Bella nanya ibunya, aku gak bisa jawab.”
“Aku gak tahu apa yang akan terjadi pak. Entah apa maksud dari tuhan yang telah memberi jalan ini kepadaku”
“Maaf nak. Kelemahan saya yang keras kepala ini sangat membuat hidupsaya berwarna. Dari penjara sampai mempunyai semua ini mungkin karena ada peredam keras kepala saya ini nak. Tapi sekarang peredamnya telah dahulu pergi, jadi saya tak bisa lagi menahannya.”
“Tapi maaf kalau saya lancang pak, jadi bapak gak kangen sama Bella.”
“Hanya malam itu aku liat anak bungsuku nak. Malam dimana hari kesedihanku yang ditinggal orang yang paling aku cinta. Sudah itu, tak beraninya aku melihatnya membuat aku mengurung diri di sini. Sampai sampai Rosi yang masih muda mengorbankan dirinya dan itu kemauannya sendiri nak.”
“Kemauan Rosi pak?”
“Iyaa. Dia melakukan itu karena ia tak mau Bella merasakan hal yang sama dengannya.”
“Maksud bapak apa? Maaf saya lancang pak”
“Gak apa nak, kamu ayahnya Bella sekarang. Dan kamu harus tau. Uhuukk. Sewaktu kecil Rosi gak seperti sekarang, tetapi semenjak ia tahu latar belakangku waktu muda dulu dari ejekan temannya. Aku yang tak mau dia tumbuh dengan rasa begitu, mulai kesini meninggalkan dia dan istriku yang sedang hamil Bella. Bodoh… Bodoh,…”
Aku yang menenangkan Bapak Wahyudi yang mulai menyesali perbuatannya. Aku yang terdiam dan terharu mendengar penjelasannya yang rela memisahkan diri dari orang yang disayangi nya hanya menutupi sejarah hidupnya yang bisa dibilang kelam itu.
“Daaaann… Disaat aku memberanikan diri kembali ke rumah dengan surat yang ku genggam berisikan bahwa istriku akan melahirkan anak ke3 ku, malah aku kehilangan dan aku sangat terpukul akan hal itu. Aku sempat tidak menerima akan hal itu, namun setelah membaca wasiat istriku, aku tahu kalau ini pilihannya karena Rosi sangat menginginkan kehadiran Bella. Aku dimintainya untuk merelakan kepergiannya.”
Begitu berjasanya Mama Rosi ini sampai membuat seorang bapak Wahyudi yang dari ceritanya seorang criminal bisa menahan keras kepalanya dan membuatnya mendapatkan semua ini. Sekilas aku teringat Afni yang telah mengubah brutalnya remajaku menjadi remaja yang sehat. Namun, jikalau dibandingkan dengan pria disampingku ini, membuat aku bertanya sebegitu pentingnya beliau dimata Bapak Wahyudi ini.
“Bisakah bapak meminta tolong nak?”
“Jika saya sanggup, akan saya lakukan pak.”
“Sayangi Bella dan Rosi ya”
“Saya akan usahakan jagain mereka pak.”
“Betul kata Sudar, kamu pria yang baik. Ini mungkin jalan tuhan yang diberikan kepadaku.”
Ahhh… Entah kenapa aku bermimpi ini. Ku lihat Rosi masih di pengkuanku dan ternyata ia telah bangun.
“Udah bangun kamu yang?”
“Barusan yang.”
“Kok gak bangunin?”
“Kamu Nampak capek kali yang. Mimpi ya barusan?”
“Hmmmm…” balasku singkat.
“Entar ya bangunnya yang, aku masih ingin rasakan kehangatan pelukanmu. Masih jam setengah enam juga. Gak apa kan?”
“Iya sayang.”
Aku yang langsung memeluknya dengan erat dibalas olehnya dengan mengecup pipiku yang membuat perasaan bahagia di hatiku. Tanpa sadar, bibirku menempel ke bibirnya yang kecil dan aku menambah pelukanku. Aku yang merasa ini ciuman yang bukan dipenuhi nafsu sebelumnya, tapi rasa sayangku yang mendalam.
“Udah ya sayang. Bang gak mau nerusinnya. Bang sekarang mau berubah, gak mau ngerusak kamu lagi sebelum bang resmi jadi suami kamu ya.”
“Haaahhh??”
“Iyaaaa… kita nikah aja. Abang mau kita resmi, dan besarin Bella sama sama.”
“Hiikkkssss… Rosi gak …. Gak nyangka bang… makasih bangggg.”
“Bang yang makasih karena perubahan kamu membuat bang yakin ambil keputusan ini.”
“Hiiikkkkksssss”
“Udaaahhh.. masak bang nyatain ini malah dijawab dengan tangis.” Kataku sambil menghapus air matanya.
“Iyaaaa bang.. Rosi mau jadi istri abang.”
Bersambung…