Kamu Cantik Hari Ini Part 30

Kamu Cantik Hari Ini Part 30
Aku yang sudah berada di kafe yang aku janjikan dengan Dea ini sudah menunggu hampir setengah jam akan kehadiran Dea. Selepas jumatan tadi, aku yang langsung menuju kafe yang dijanjikan Dea, Sebenarnya aku dan Rosi telah berjanji untuk makan siang bersama diluar. Dengan berbekal kebohongan kepada Rosi dan Bella, aku bisa menunda janji itu dan menggantinya di weekend ini. Dan ini juga mencegah hal yang buruk terjadi ke depan.
“PING!!!”
“Aku kejebak macet. Tungguuuuuu!!!”
Kulihat bbm yang ku dapat dari Dea yang mengkonfirmasi akan kehadirannya. Aku yang masih memikirkan apa yang akan terjadi, dan mencoba menebak apa yang ia lakukan di kampus Rosi disaat hari sidangnya Rosi. Walau Dea hanya sahabat Afni, namun apa yang terjadi di kamar mandi kantorku dulu, masih terngiang dibenakku saat ini.
****
“Hai Ndra” sapa Dea disaat aku sampai dimobilku dengan Bella masih dipelukanku
“De.. kok kamu disini.?”tanyaku agak gugup.
“Kebetulan kesini aja Ndra.” kata Dea sambil melirik ke Bella dan Rosi yang sudah sampai disampingku.
“Selamat ya atas gelarnya. Kenalkan aku Dea, teman Indra.” Kata Dea ke Rosi.
“Iya mbak makasih. Aku Rosi”
“Hai adeeeekkk.. siapa namanya?” Tanya Dea ke Bella yang hanya terdiam melihat Dea.
“Nak, kamu ditanya tante tuh.” Kata Rosi sambil mengatur nafas setelah lari larian tadi.
“Bella” jawab singkas Bella.
“Cantiknya kamu.” Kata Dea sambil memegang pipi Bella. Bella yang agak malu hanya diam atas perlakuan Dea.
“Eh iya Ndra, hari ini ada reuni lho. Aku kebetulan lewat, trus liat kamu, ya aku kesini. Bisa ikut kan?”
Reuni? Reuni apa yang dimaksud oleh Dea. Aku yang tidak pernah satu sekolah, kuliah, les ataupun perkumpulan pun menjadi bingung. Namun aku menangkap kalau ini hanya akal akalan Dea didepan Rosi dan Bella belaka.
“Hmmm… harus hari ini ya De?”
“Anak anak udah nyiapin lho Ndra.”
Anak anak? Haaa… ini aku semakin yakin kalau Dea ingin aku menjelaskan kepadanya apa yang ada dipikirannya tanpa adanya Rosi dan Bella. Aku yang diam sambil memikirkan apakah menyetujui permintaan Dea dan meninggalkan Rosi dan Bella atau sebaliknya. Tanpa sadar, Rosi menggenggam tanganku dari samping yang membuat Dea semakin tajam pandangannya ke tangan kami. Rosi yang seakan takut hal buruk terjadi terus menggenggam dan menggenggam tangan kiriku ini seperti tidak bakalan ia lepas genggamannya tersebut.
“Aku minta izin ke istriku dulu ya De.” Kataku sambil melihat ke Rosi. Dea yang semakin tidak percaya apa yang ia dengar mungkin, hanya melihat ke kiri dan ke kanan untuk menghilangkan muka herannya.
Aku yang menangkap keberatan dari Rosi meyakinkannya dengan genggaman tanganku semakin mempererat genggaman kami. Aku merasakan bicara dari hati ke hati dengan Rosi ini mendapatkan persetujuan dengan tanda melunaknya genggaman Rosi di genggamanku.
“Kalau kamu udah janji ngerayain hari ini, gak apa kok Ndra. tapi cepat konfirmasi ya. Biar kita undur reuninya. Kalau mantan ketua nya gak ada, gak asyik lah kan.” Kata Dea menyadari bahwa susah untuk ketemu hari ini juga.
“Hmmm.. oke De”
“Ya udah, aku balik ya Ndra, Rosi selamat yaaa… eh Bella. Tante pulang dulu ya.”
Sepeninggal Dea, aku langsung mengajak Rosi dan Bella memasuki mobil untuk meninggalkan kampus. Jujur situasi didalam mobil tak lebih dari suasana malam. Diam tanpa adanya sepatah kata. Bella yang dipangkuan Rosi tertidur tanpa merasakan suasana yang aneh ini.
“Kamu capek yang?” tanyaku ke Rosi
“Lumayan”
“Kok suasana gini ya. Maafin ayah ya yang.”
“Iya”
“Kamu masih percaya sama abang kan yang?”
“Hmmm…”
“Bang emang belum cerita kalau…”
“Maafin Rosi bang. Rosi bukan gak percaya sama abang, tapi Rosi takut aja kalau abang bakalan…”
“Sssttttt… gak mungkin abang ninggalin kamu. Abang udah janji ke diri abang itu. Apalagi semenjak kamu berubah. Dan sampai sekarang kamu lulus dan sebentar lagi wisuda.” Kataku menghentikan ketakutan Rosi.
“Abang gak akan ninggalin apa yang selama ini abang punya. Bodoh jika abang ningggalin kamu. Bukan kamu saja yang tak bisa hidup tanpa abang, abang pun tak bisa. Jika kamu masih percaya abang, abang gak akan menyianyiakan kepercayaan kamu.”kataku sambil memegang tangan Rosi.
“Maafkan Rosi bang. Makasih”
“Udaaaahhh.. ini hari kamu lho. Masak kamu yang gak senang.”
“Iyaaaa. Eh Rosi mau nelpon amak dulu, belum ngabari amak kalau udah lulus.”
****
Tak lama, Dea datang dengan wajah yang masih seperti kemaren, malah lebih dari kemaren. Aku yang tahu apa yang dipikirkannya itu hanya menyambutnya dengan senyuman.
“Brengsek juga kamu ya Ndra” sesaat ia sampai di depanku.
“Duduk dulu…” kataku menenangkan Dea dan menyuruhnya menenangkan pikirannya karena ini tempat umum.
“Cewek kalau udah emosi, pikirannya gak jernih ya, buk dokter.”
“Tega kamu duain Afni ya Ndra. Kurang apa sih sahabatku itu?”
Tega? Jadi apa yang dilakukannya bersamaku di kamar mandi waktu itu dianggapnya benar dan yang aku lakukan hal ini salah?
“Heh, malah diam.”
“Aku gak duain Afni kok De.”
“Trus ini apaan? Tau gini, ogah mah aku berhubungan denganmu kemaren.”
“Nih, pesan apa kek dulu. Biar aku cerita sedetail dan sebenarnya ya.”
Dea yang langsung mengambil menu untuk memesan makanan ataupun minuman langsung memanggil pelayan yang sudah siaga dengan lambaian tangan Dea. Aku yang berinisiatif untuk meminta dahulu minuman pesanan Dea, langsung ditanggapi oleh pelayannya. Setelah minuman itu datang dan sambil menunggu pesanan makanan Dea, aku ceritakan apa yang terjadi selama ini, siapa Rosi, Bella, apa hubungan mereka dan bagaimana hubunganku dengan Afni. Dea yang mendengarkan hal itu seakan tidak percaya, namun dengan logika yang aku kasih kepadanya, agak membantu ceritaku ini dipercayainya.
“Heran.. bisa ya Afni merahasiakan ini selama ini.”
“Bangkai kalau udah lama, tercium juga De.” kataku
“Jadi waktu kita hmmmm.. itu udah sama mereka.?” Tanya Dea
“Udaaahhh..”
“Susah juga ya. Pusing aku mah.”
“Kamu aja yang dengarin ceritanya aja udah pusing, nah aku yang jalaninya gimanaaaaa.”kataku.
“Tapi aku heran sama Afni nih, kok dia lakuin hal ini ya? Segitu cintanya dia ke kamu Ndra.”
“Itu kelebihan Afni De, dia bisa mengorbankan dirinya untuk orang.”
“Tapi, sampai sampai aku masih lihat foto kamu di kamarnya loh Ndra.”
“Iya De, aku tahu itu. Kemaren aku tugas ke Pasuruan, aku ketemu sama dia. Dia menjelaskan kalau dia tahu semua ini. Dan kalaupun aku memilih dia, dia siap menungguku kapanpun De.”
“Kamu mau buat sakit hatinya Ndra?”
“Ya gak lah De.”
“Berarti kamu masih cinta sama Afni.”
Kesimpulan yang diucap Dea tadi memang ada benarnya. Aku tak bisa menyangkal hal itu, namun aku bingung dengan keadaan seperti ini. Setelah menceritakan hal tersebut, aku mengajak Dea untuk memakan makanan yang kami pesan tadi. Sambil menjawab apa yang Dea tanyakan.
“Trus, kamu bakalan gimana?”
“Di satu sisi aku gak bisa tinggalin mereka De.”
“Ya gak bisa keduanya lah Ndra. ingat, kalau perempuan gak bakalan mau diduain gitu Ndra. kamu harus pilih salah satu.”
“Aku belum yakin dengan pilihanku De.”
“Aaahhh.. rumit, padahal aku tadinya berharap kita lakukan hal itu lagi disaat pertemuan kita. Eh malah gini ceritanya. Aku hanya pesan, kalau kamu milih mereka, cepat kasih tahu Afni, supaya dia bisa memulai hal baru.”
“Di saat keputusanku final, bantu aku ya De.”
“Iyaaaa.. asal ada bayarannya.”
“Ahhh,, pakai imbalan pulaaa..”
“Imbalannya gak enak di aku doang, kamu juga nikmati kok.”
“Hahhhh.. jangan sekarang deh De.”
“Yang minta janji kamu itu sekarang siapa? Ini juga lagi gak mood tau,”
“Samaaa.. eh aku penasaran deh, kenapa kamu bisa ke kampus kemaren.?”
“Aku habis antarin sepupuku ke kampus, karena lapar, aku ajak dia makan di kantin dulu. Nah, aku liat kamu, aku ikuti aja kamu. Mau sih ngegerebek kamu, tapi yaaa insting kalau situasinya tak tepat,aku batalin deh.”
“Makasih ya De”
“Makasih untuk apaan?”
“Makasih sudah tidak berbuat kejauhan kemaren.”
“Pantas seorang Afni susah lepasin kamu nih”
“Biasa aja. Lagian aku cinta pertamanya kok De.”
“Iya iyaaa.. aku tahu itu kok. Kalau gini pas yah, penggalan lagu itu.”
“Lagu apaan?”
“Lagu iniii” Dea membunyikan music dari smartphonenya.
“Lama Sudah Tak Kulihat
Kau Yang Dulu Kumau
Kadang Ingat Kadang Tidak
Bagaimana Dirimu”
Bersambung…