Kamu Cantik Hari Ini Part 14

0
1140

Kamu Cantik Hari Ini Part 14

“Bella masih takut naik pesawat nak?”
“Gak ayaahhh.. Bella lebih takut ke oom tadi.”
“Hahahaha… kan dia udah jauh kita tinggalin di tempat tadi nak. Lagian dia itu baik kok sama ayah”
“Kok bisa baik sama ayah?”
“Iyaaaaa… kan ayah dulu pernah nolongnya sewaktu dia digangguin orang jahat.”
“Ayah kok mau bantu oom itu?”
“Kan kita harus menolong siapa saja, ya kan yah?” Rosi yang menjawab pertanyaan Bella. Aku kembali terdiam karena sapaan “Ayah” dari Rosi. Karena aku terdiam, Rosi mencubit ringan pinggangku.
“Eeehhhh.. iyaaaa… betul kata Bunda kok sayang.”
Kulihat Rosi mengode dengan mataku untuk tetap focus dengan pertanyaan Bella. Aku masih melihat sikapnya yang sebelumnya, namun ini bukan negative, malahan untuk mengajarkan Bella menolong itu tanpa pandang bulu.
“Bundaaaaa… Bella mau pipisss….”
“Ya udah.. ayokkk itu dekat kok WC nya.”

Rosi membawa adeknya ke WC yang terletak dalam ruangan tunggu Bandara ini. Aku memandang mereka menuju WC, tanpa sadar Bella yang mungkin sangat kebelet tidak melihat tas plastic yang ada di jalan menuju WC.

“Maaf mbak, anak saya sudah kebelet. Jadi tergesa-gesa.”
“Maafkan Bella ya tanteee…”
“Iyaaaa.. gak apa kok dek. Kamu ke WC aja dulu. Gak apa kok mbak, bawa aja si adeknya ke WC, kasihan.”

Aku lalu sedikit berlari mendekati wanita itu berniat untuk meminta maaf. Langkahku pun terhenti disaat aku sudah dekat dan melihat siapa dia. Memang sebelumnya dia membelakangi kami duduk dan aku yang terlalu fokus dengan Bella dan Rosi. Aku terkejut saat melihatnya. Darahku seakan berhenti mengalir, tak bisa berkata-kata. Cukup lama aku yang terdiam mematung di dekatnya tanpa ia melihatku yang sedang memakai Headset nya, sampai akhirnya Bella dan Rosi

“Ayah ngapain?” Bella menghentikan aktifitas Rima. Rima langsung menengok ke arah belakang yang ada aku dibelakangnya.
“Ade kan?” Tanya Rima meyakinkan penglihatannya.
“Jadi kamu udah nikah dan punya anak, gak ngasih tau aku?” sambil memegang kepala Bella.
“Cantik juga ya istri kamu. Kenalin aku Rima teman kecil Ade Indra Putra.” Kata Rima memperkenalkan dirinya ke Rosi.
“Rosi. Maafkan anak saya ya mbak Rima.”
“Selooow. Jangan panggil mbak lah”
“Iya mbak, tapi aku 4 tahun lho jaraknya sama Bang Ade”
“Wuih.. jadi masih kuliah kamunya?”
“Iya mbak.” Kata Rosi sambil menundukkan agak sedikit kepalanya.
“Hahahaha.. kamu kok diam aja sih? Udah salah gak ngundang, malah diam kek patung gadjah mada aja. Walau dulunya kamu mada.”
“Mada? Apaan itu tante?”
“Hahaha. Pintar ya kamu, mada itu bahasa minang, artinya nakal” kata Rima sambil mencubit ringan pipi Bella.

“Diberitahukan kepada penumpang maskapai air asia A**** tujuan kuala lumpur untuk memasuki pesawat melalui pintu keberangkatan 3.”

“Udah, aku duluan ya De, Rosi, siapa namanya cantik?”
“Bella tante.”
“Iya, Tante pergi dulu ya Bella.”
“Oh ya De, minta pin kamu donk. Boleh kan Rosi?”
“Haha.. boleh lah mbak. Kan teman kecilnya Bang Ade.”
“Hahahaa… pin kamu juga dong. Jadi, kapan aku ke Jakarta, ada teman juga. Aku duluan ya De, Ros, dadah Bellaaa…” katanya setelah menscan barrcodeku dan Rosi. Langsung Rima meninggalkan kami sambil memberi cubitan ringan di pipi kiri Bella.

“Ayaaahhh.. beneran ayah dulunya nakal yah?” Tanya Bella disaat kami sudah duduk ditempat kami tadi.
“Iya sayang. Ayah sering kena marah sama opa. Jangan Bella tiru ya nak.”
“Itu wajar kok, kan ayah anak laki-laki nak.” Kata Rosi menguatkan kata-kataku.
“Yang penting ayah sekarang dan yang akan datang gak nakal lagi nak.” Kata Rosi yang mengagetkanku.
“Insyaallah gak kok nak.” Kataku sambil mengelus kepala Bella dan merangkul Rosi. Aku merasakan kekhawatiran Rosi. Tapi janjiku kepada Rosi dan mendiang ayahnya harus aku tepati. Semoga Rosi tetap menjadi Rosi yang aku rasakan di Sumatera, bukan Rosi yang aku kenal di Jakarta.

“Ayah kan janji ke bunda, kalau ayah akan selalu ada untuk Bella juga Bunda.” Kataku sambil mengelus pipi kiri Rosi yang sedikit menghapus keraguannya sejak bertemu dengan Rima. Aku pun lantas memeluk mereka, tak peduli dengan pandangan orang kepada kami.

****

“Nak, ayah nanti malam ke kantor yah. Tapi setelah Bella tidur kok.” Kataku ke Bella ketika kami sudah sampai di ibukota melaksanakan kegiatan rutinitas. Aku berniat untuk pulang ke kos ku, setelah berhasil membuat Bella tidur
“Ayah emang gak capek?”
“Ayah kan tadi udah libur, gantinya, ada sedikit tugas nak. Gak apa kan?”
“Iya ayah, tapi kalau udah selesai, ayah langsung pulang ya, jangan tidur di kantor lagi.”
“Iya nak. Sini ayah elus-elus, sambil nonton.” Kataku mengajaknya untuk duduk disebelahku. Sedari tadi ia sibuk dengan tab nya yang barusan selesai skype sama Alya di Bukittinggi.
“Gak usah ayah, ayah gak apa kok ke kantor sekarang, nanti ayah terlalu malam ke kantornya.”
“Nanti siapa yang elus elus Bella nak?”
“Kan ada Bunda yah.”
“Bunda udah tidur nak. Daritadi gak keluar kamar kan.”
“Gak kok yah, bunda rapikan lemari dan masukkan baju tadi ke lemari yah.”
“Iya nak?” Tanyaku sambil meninggalkan Bella melihat Rosi ke kamarnya. Aku menyangka semula Rosi sudah tidur, Karena ia tak keluar dari kamarnya sejak tadi.

“Belum tidur yang?”
“Belum, kan di pesawat dan di jalan tidur aja. Jadi beres-beres isi koper nih yah.”
“Yah? Panggilan itu lagi? Ini gak ada Bella lho” pikirku dalam hati yang heran.
“Baju ayah di dalam lemari kamar Ardi, Rosi tarok ya…”
“Haaah??”
“Iyaaaaa… biar kalau nginap, gak perlu bawa baju lagi kan, yah?”
“Hmmm… baju kotornya mana? Biar bg bawa ke kos. Diantar sekalian ke laundry.”
“Udah Rosi cuci, tinggal jemur besok kok?”
“kok?”
“Kan udah Rosi bilang yah. Kalau nginap, gak perlu bawa bekal lagi.”
“Iyaaaa.. kaaannn…”

“Abang kenapa sih?” nadanya kembali meninggi sambil menghentikan aktivitasnya.
“Rosi mau berubah bang, Rosi gak mau kehilangan abang, Rosi gak tau kalau tanpa abang, hidup Rosi gimana” kata Rosi melemah dengan menundukkan kepalanya sambil terisak-isak. Akupun mendekatinya, memeluknya. Aku melihat ketulusan hatinya kali ini.

“Maafin abang ya. Udaahh.. nanti Bella dengar.”
“Jangan bikin Rosi ragu untuk yakin sama yang Rosi lakuin sekarang” kata Rosi saat ku dekap ia.
“Maafin Abang ya.” Hanya itu yang bisa kuulang. Aku benar-benar gak menyangka, Rosi bakalan berubah hanya karena kubawa ia ke kampungku. Aku yang mengira, keluargaku gak akan menerima mereka, tetapi malah sebaliknya yang ku dapat. Aku kecup keningnya dan menghapus air mata di pipinya. Aku sadar, terlalu banyak kesedihan dan air mata di hidup Rosi. Bagaimanapun pola pikirnya dan kelakuannya ke aku sebelumnya hilang sudah seketika.

“Sekarang, kamu lanjutin ya, bang mau pulang dulu.”
“Abang emang harus pulang?”
“Hmmm….”
“Rosi gak maksa buat tinggal kok, tapi Rosi minta jangan buat Rosi untuk berubah ini salah ya.”
“Gak kok, kamu gak salah kalau berubah, bang jujur ini mengejutkan aja. Tapi dalam sini, senang sekali, liat Rosi yang abang kenal berubah untuk menjadi lebih baik.”
“Tapi Rosi hanya bisa pelan-pelan”
“Pelan tapi selamat. Ngapain instant tapi gak pure”
“Makasih ya bang” aku mempererat pelukanku kepadanya. Kudekap erat wanitaku ini seperti tak akan bisa ada yang berniat mengambilnya.

“Gimana kalau aku malam ini nginap disini aja ya. Nanti kalau aku ke kos, ntar malah membuat ragu Rosi” pikirku dalam hati.
“Udaaahhh.. bang mau tidurkan Bella dulu ya. Bang gak jadi ke kos. Disini aja” aku melihat Rosi bahagia sekali saat dia melihat ke arahku.

MMMMMUUUUUAAAAAAAAACCCCHHH…
Ku kecup bibir indahnya itu. Kecupan yang meyakinkan Rosi bahwa apa yang ia lakukan dan ia niatkan ini betul. “Apakah perasaanku akan berubah ke Rosi? Apakah hatiku sudah menerimanya sepenuhnya?”

Bersambung

Daftar Part