Kamu Cantik Hari Ini Part 12

0
1159

Kamu Cantik Hari Ini Part 12

Ade Indra Putra

Rosi Wahyuni

Bella Wahyuni

“Yah, disini enak yaaa… Bella ingin tinggal disini aja.”. Kata-kata Bella didalam mobil Uni Ana disaat hendak menjemput abak. Bella yang duduk di belakang bersama Alya bermain mengagetkan kami semua. Uni Ana hanya bisa terdiam sambil melihatku.
“Kan kasihan ayah sama bunda kangen terus sama Bella.” Bujukku
“Disini ada kak Alya yah, ada teman. Atau kak Alya aja kita bawa ya yah.”
“Kak Alya kan sekolah disini nak. Ayah janji, kita sering sering kesini yaaa…”
“Ayah janji?”
“Insya…”
“Allah” sambungan tegas dari Bella.

Kulihat semua orang di dalam itu selain Alya dan Bella hanya bisa terdiam. Apalagi Rosi, ia menitikkan air matanya. Uni Ana yang mengetahui itu, langsung memeluknya. Uda Fahri yang sedang mengendarai mobilnya sesekali melihat ke spion tengah melihat begitu riangnya Bella bersama Alya, padahal kemarenlah pertemuan pertama mereka.

****

“Bang, Rosi nunggu di luar aja ya.” Disaat kami sampai di rumah sakit hendak menjemput abak.
“Masuk ajaaaa..” kata Uni menjawabnya.
“Gak uni, Rosi belum berani”
“Udaaahhh.. Uni yang tanggung jawab.”
“Ayooookkk” kataku meyakinkan Rosi. Kugenggam erat tangannya. Terasa tangannya yang dingin, hanya tangannya. Aku yakinkan Rosi dengan mataku. Dia pun melihat aku dengan tatapan yang takut, grogi, dan sedikit pikiran kosong. Aku melihat senyuman dari Uni Ana. Terima kasih Uni. Beruntung sekali punya kakak yang bisa mengurangi keraguanku.

“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“Lah sehat bana abak?(Yakin abak udah sehat?) Tanya Uni Ana sesaat memasuki kamar dimana abak dirawat. Aku bisa melihat kebingungan di mata abak yang tajam, khas seorang perwira itu. Disana aku teringat kata amak, “Abak, gak mau dapat cerita dari orang. Dia maunya langsung, nak”. Hmmm.. pasti abak belum diceritakan oleh amak. Rosi melepas pegangannya dariku, langsung menciumi tangan abak.
“Abak udah sembuh, bak?”
Abak yang masih terdiam khas militer nya, membuat semua orang di dalamnya diam.
“Bellaaaaa… salam sama opa, nak” kata Uni Ana memecah kesunyian ini.
“Assalamualaikum Opa. Aku Bella, kata ayah, opa sakit nya suka marah marah ya? Opa jangan marah marah lagi ya, nanti opa sakit lagi.” Kata Bella menyalami abak dan memandangku saat dia menyebutkan ayah.
Aku yang bisa melihat tatapan tajam abak ke aku. Aku yang hanya bisa menunduk, karena aku dari kecil sudah dididik keras olehnya, walau akhirnya aku gak bisa wujudkan impiannya menginginkanku mengikuti jejaknya.
“abak ini, jawab salam dari Bella dong. Haram lho. Ya kan nak?” kata amak mulai bicara, sambil memangku Bella. Abak yang saat itu duduk karena sudah siap siap mau pulang ke rumah, hanya melihat ke Aku, Rosi dan Bella.
“Iya opa, kata ayah, salam kalau gak dijawab, dosa dan masuk neraka opa. Bella gak mau opa masuk neraka.”
Kali ini tatapan abak hanya ke Bella. Tapi tatapan itu bukan tatapan tajam ke arahku dan Rosi yang sudah mundur dan disebelahku.
“Waalaikumsalam.. sini opa peluk.”

Aku terkejut. Aku tak menyangka ini akan terjadi. Sekarang Bella lagi menjadi penyelamatku, setelah dia meyakinkan Uni Ana, amak, dan sekarang abak. Aku bangga dengan itu. Abak bukan hanya memeluknya, tetapi menciumi wajah dan kepala Rosi. Rosi yang tidak pernah merasakan hal itu, bisa dilihat betapa bahagianya Bella saat itu.
“Sini nak,” Kata abak melambaikan tangannya ke kami. Aku yang terkejut, hanya menyuruh Rosi untuk mendekat dan memeluk abak dan Bella.
“Makasih udah nerima kami, bak.”

*****

“Makasih yo bak” kataku sambil duduk di samping ayah yang duduk di teras rumah sambil menikmati suara burung yang ia pelihara.
“Alah, ndak usah jaleh an lai, abak lah bisa manebak.” (Sudaah, gak usah dijelaskan, abak sudah bisa menebak kok.) kata ayah seakan mengerti apa yang hendak aku katakana. Inilah nurani seorang bapak dan seorang perwira.
“Lah lamo amak abak nyo pai?” (Sudah lama orang tua mereka meninggal?) Tanya ayah.
“Ama nyo sajak Bella lahia bak. Kalau Apa nyo sabalum puaso patang bak.” (Mamanya semenjak Bella lahir, dan papanya sebelum bulan puasa kemaren bak.) kataku menjawab Tanya abak.
“Abak bisa mancaliak dari wajah Bella, ndak ado wajah abak do. Tapi wajah Rosi kental jo wajah Bella. Dan Rosi abak caliak, alun bisa manjadi ibu. Disinan abak bisa manilai kalau mereka kakak adik.” (Abak bisa melihat dari wajah Bella, gak ada mirip wajah abak. Tapi wajah Rosi sangat mirip dengan wajah Bella. Dan kalau abak melihat Rosi, belum bisa menjadi seorang ibu. Disana abak bisa menilai kalau mereka ini kakak adik.) kata abak yang membuat aku kagum dengan pemikiran abak. Pemikiran seorang perwira tinggi, pikirku.
“Abak bisa manarimo Rosi, kalau ang lah bisa manarimonyo. Bukan karena keadaan inyo.” (Abak bisa menerima Rosi, kalau kamu sudah bisa menerimanya, bukan karena keadaan seperti sekarang).

Kata-kata abak terakhirlah yang membuat aku lebih kagum. Sejauh itu pemikiran abak. Aku yang hanya terdiam, hanya menganggukkan kepala sambil memandang dirinya. Aku sangat beruntung, memiliki sebuah keluarga seperti ini, Abak yang sangat bertanggung jawab sebagai pemimpin kami, amak yang pengertian, uni Ana yang selalu mendukungku. Walau aku sebenarnya takut sama abak dari kecil, tetapi aku gak pernah benci kepadanya disaat aku dihukum dengan tamparan, pukulan, bahkan menghukumku dengan rotan. Aku tahu, itu sebuah hukuman untuk anaknya yang ia sayangi.

“Indra bisuak baliak bak, pagi mungkin ka Padang. Soalnyo Bella nio singgah di lambah Anai.” (Indra besok berangkat bak, pagi-pagi ke Padang, karena Bella mau mampir di Lembah Anai.) Kataku sembari meminta izin untuk kembali esok ke Jakarta.
“Kalau iyo bisuak, pai wak ka ngarai kini nah, jam gadang bagai.” (Kalau memang besok berangkat, ayok kita ke Ngarai Sianok dan juga Jam Gadang) kata ayah sembari meninggalkanku dan memberi isyarat untuk mengajak Rosi dan Bella menikmati kota ini, Bukittinggi. Kembali aku tersenyum, “Terima kasih, bak!”

*****

“Yakin uni ndak ikuik?” (Yakin Uni gak ikut?) tanyaku ke Uni Ana. Aku yang duduk di depan setir mobil uni Ana dan disebelahnya abak yang duduk dengan Rosi, Bella dan amak dibelakangku.
“Indak. Uni samo Uda nio kampuang Uda. Alya dan Aldi pai gai. Mungkin beko malam baliak liak.”(Gak usah. Uni dan Uda mau ke kampung Uda. Alya dan Aldi ikut sama kami. Mungkin nanti malam kami kembali) Kata uni menjelaskan bahwa ia hendak pergi ke kampung Uda di sebuah desa dekat kota Payakumbuh.
“Ndak baa Indra pakai oto ko ni?” (Gak apa Indra pake mobil ini?)
“Pakai lah, uda kan ado oto kantua, bisa dipakai kecek uda.” (Pakai saja, Uda udah minta izin memakai mobil kantor beliau)
“Makasih ya Uni.”. Uni tidak menjawab, hanya mengusap-usap kepalaku.

“Kita mau kemana ayah?” Tanya Bella disaat mobil yang kukendarai sudah mulai jalan.
“Opa mau ajak Bella jalan-jalan keliling Bukittinggi.” Kata abak.
“emang ada apa aja opa?”
“sini duduk dengan opa” kata abak mengajak Rosi duduk di pangkuannya. Aku yang menyetir mobil uda Fahri dan Uni Ana ini diam dan hanya tersenyum sambil melihat bapak, arah tujuan, kaca spion tengah, dan kaca spion samping kiri-kanan bergantian. Karena kampungku ini terlalu banyak kendaraan sedangkan jalannya hanya kecil, tak seperti ibukota.
“kan opa masih sakit, Bella sini aja ya opa, sama oma dan Bunda.” Jawab Bella dengan lugas.
“siapa yang ngajarin nak?” Tanyaku karena aku gak pernah ngajari hal itu.
“Bunda yah. Iyakan Bundaaaaa…” tanya Bella meyakinkan kata-katanya menunggu jawaban Rosi. Kulihat Rosi hanya mengangguk.
“Gak. Sini sama Opa. Opa kan udah sembuh.”
“Gak apa bunda?” Tanya Bella ke Rosi
“Iya, tapi jangan nakal sama opa ya nak.” Jawab Rosi yang langsung membuatku heran kekaguman. Semoga dengan kampungku ini, aku bisa mengubah rasaku ke Rosi disaat ia merubah karakternya. Langsung Bella pindah ke depan, dipangku abak.

“Nanti kita ke kebun binatang dulu ya. Gak kalah kok Ragunan sama Kinantan.” Kata abak.
“Kinantan itu apa opa?”
“Kalau di Jakarta, kebun binatangnya bernama Ragunan kan? Disini, namanya Kinantan, Bella.” Jawab Abak
“Kinantan itu nama ayam nak. Katanya ayam itu banyak disana dahulu, sebelum dibuat kebun binatang.” Terangku ke Bella.
“ada apa saja disana opa?”
“banyak Bella, tapi mungkin gak sebanyak di Ragunan.” Jawab amak ikut serta.
“Bella aja belum pernah ke ragunan oma, jadi gak tau.”
“Kok belum pernah?”
“Ayah kalau sabtu minggu sering keluar kota dinasnya oma, gak ada yang bawa Bella. Bella maunya sama ayah dan Bunda.”
“Maafkan ayah ya nak.”
“Ayah kan kerja untuk Bella juga, nak.” Jawab Rosi menghapus sedikit kesedihan Bella. Kulihat Bella sedikit memperlihatkan kesedihannya selama ini. Dia agak menunduk. Tapi abak dengan sigap memukul bahu kiriku, seraya membuat Bella tertawa.

“Sini biar opa hukum ayah ya.” Kata abak
“Hahahaha… udah opaaa… kasihan ayah…. Bella gak marah kok sama ayah.”
“Makasih ya nak.”
“Disana ada Gajah, mau naik gajah nak?” Tanya amak mengubah topik.
“Penguin ada gak oma?”
“Hahahaha…” aku tertawa kecil mendengar pertanyaan Bella.
“Huuuusssshhhh… jangan diketawain, dijawaaabb. Sudah gak diajak ke kebun binatang, malah diketawain” Kata amak.
“maaf nak, maafkan ayah lagi ya. Penguin itu hidupnya di udara yang dingin.”
“kan disini dingin yah.”
“harus lebih dingin dibanding ini nak. adanya Cuma di kutub. Kutub itu letakknya di belahan bumi lainnya. Seperti cerita Ayah yang adanya salju. Nah, dekat dengan daerah itu nak. Besok ayah lihatkan foto-fotonya ya nak. Ayah janji bawa Bella ke Ragunan ya nak. Semoga ayah gak sering dinas luar lagi ya nak.”
“Iya ayah.”

Bersambung

Daftar Part