Ini yang Kuinginkan Part 7

Ini yang Kuinginkan Part 7
Sudah hampir dua bulan berlalu sejak hari terakhir aku melihat Eko. Bocah itu betul-betul memegang janjinya untuk tidak lagi ke rumahku. Aku harap dia benar-benar setia dengan pacarnya dan tidak lagi mikirin aku. Aku juga mendoakan agar hubungannya dengan pacarnya itu terus awet. Apa yang sudah dia lakukan bersamaku tentunya jadi momen-momen yang tak terlupakan baginya. Bisa kenal denganku saja dia sudah sangat beruntung, apalagi sampai bisa berbuat mesum padaku, bahkan hampir ML! Dia menang banyak dari laki-laki lain yang mencoba mendekatiku. Tapi seperti yang sudah kukatakan padanya, dia harus komitmen kalau memang pacaran dengan Susi. Dia harus menjaga perasaan pacarnya. Jadi, dia tidak boleh lagi bertemu denganku. Apa yang sudah dia lakukan bersamaku cukup jadi kenangan saja.
Namun sejak hari aku menghilangkan Eko dari kehidupanku, sejak hari itu pula aku sering dilanda bad mood parah sampai hari ini. Kesannya seperti aku tidak punya teman atau kehidupan selain bersama Eko. Padahal aku punya banyak teman yang cukup akrab denganku. Salah satunya Maudy, yang baru saja ku kenal sejak liburanku ke Derawan tapi kami sudah jadi sangat akrab. Tapi sekarang aku betul-betul lagi bad mood. Meski aku sering diajak nongkrong-nongkrong bareng teman-temanku, ngafe, nonton bioskop, atau yang lainnya, tapi kebanyakan aku tolak.
Beberapa hari belakangan ini tidak pernah ada kegiatan berarti selain kuliah. Tiap hari, pulang kuliah diam di rumah sampai besok kuliah lagi, dan begitu seterusnya. Seperti hari ini, kuliah tadi hanya pagi saja, sehingga sejak sekitar jam 10 aku sudah di rumah lagi, dan seperti hari-hari sebelumnya aku diam tidak melakukan apapun di rumah. Bahkan nonton TV saja jarang atau tidak sama sekali. Benar-benar hanya makan, tidur, bengong, main game di HP… Yah gitu-gitu aja. Bersih-bersih rumah kadang dua hari sekali. Masak juga kadang-kadang.
Teman-teman Eko sendiri sesekali masih ke rumahku. Tapi aku tidak mau lagi tampil seksi di hadapan mereka. Aku selalu memakai pakaian yang sopan dan tertutup. Biarin deh mereka kecewa. Sejak aku tidak memperbolehkan Eko ke rumahku lagi, akupun jadi malas tampil buka-bukaan di hadapan mereka. Feelnya gak sama. Bahkan akhir-akhir ini aku selalu menolak bertemu mereka dengan berbagai alasan. Aku betul-betul lagi bad mood. Tapi si Riki seakan gak peduli. Dia masih saja sering meminta izin dibolehkan main ke rumahku. Ya, rumahku selalu tertutup meski aku di rumah. Jadi, ketika teman-teman Eko datang, mengetuk pintu, memencet bel, memanggil-manggil namaku, aku diam seribu bahasa di dalam tidak merespon.
Eko sendiri meski tidak pernah lagi ke rumahku namun sesekali masih mengirimkanku pesan WA. Namun pesannya itu tidak kurespon sama sekali. Nomornya memang tidak kublokir, dan aku tidak menonaktifkan settingan ‘laporan dibaca’ pada bagian privasi akun WA ku. Sehingga Eko selalu tahu apakah aku sudah membaca pesan-pesan yang dia kirim atau belum. Dan aku memang selalu membacanya tanpa pernah kubalas.
Karena tetap tidak kubalas, belakangan dia sudah tidak pernah bertanya seperti itu lagi. Meskipun begitu, Eko tidak berhenti mengirim WA. Lebih sering mengirim pesan yang tidak membutuhkan jawaban. Seperti melaporkan status dia sekarang lagi ngapain, sedang di mana, dan pesan-pesan narsis semacamnya. Nggak penting banget sih. Tapi entah kenapa setiap ada pesan dari Eko selalu langsung kubaca. Kadang dia mengirim cerita atau meme meme lucu juga yang cukup menghibur dan bisa memancing tawaku.
Kalau kupikir-pikir konyol juga keadaan diriku sekarang ini. Ngapain juga aku kayak gini? Tapi kebanyakan aku tidak ambil pusing sih. Kujalani saja fase hidupku yang sekarang ini. Aku tidak mau terlalu ambil pusing. Yah, seperti kubilang tadi, aku mungkin cuma sedang bad mood. Itu aja. Jadi akupun menikmati saja keadaan ‘tidak sedang pingin ngapa-ngapain’ yang sedang kualami saat ini.
Setelah kuliah tadi lagi-lagi temanku ngajak nonton, dan masih kutolak. Selain filmnya tidak terlalu menarik minatku, aku masih lebih senang langsung pulang ke rumah, karena… Ya, apa lagi kalau bukan karena aku pengen cepat-cepat telanjang, hahaha…
Yup, aku benar-benar selalu tidak pernah mengenakan pakaian apapun ketika di rumah. Tiap kali aku selesai kuliah, aku buru-buru pulang seakan-akan sudah ‘kebelet’ telanjang. Seakan-akan aku risih pada setiap asesoris yang menempel di tubuhku. Seakan-akan aku malah berdosa memakai pakaian yang menutup aurat lama-lama. Aku ingin segera berpolos ria, dan hanya di rumah aku bisa melakukannya. Itulah alasan yang lebih tepat kenapa aku males ngapa-ngapain selama ini. Males itu lebih banyak dalam artian kegiatan yang mengharuskan keluar rumah. Kalau di rumah ya aku tetap melakukan pekerjaan rumah yang memang harus dilakukan, seperti mencuci, menyapu, dan sebagainya.
Yang jelas, apapun itu aktivitasku di dalam rumah, aku selalu melakukannya dalam keadaan bugil total. Pokoknya tiap sampai ke rumah, begitu langkah pertama aku masuk pintu, hal yang langsung kulakukan adalah buru-buru menelanjangi diriku secara total. Jilbab, baju, celana, cd, bra, sepatu kaos kaki, semua langsung kulepas dan kulempar sembarangan begitu saja. Haha, entah kenapa aku selalu senang melakukannya. “Yeay… Bebas!” Seperti itu perasaanku. Dan begitulah keadaanku kemudian sampai aku harus berangkat kuliah lagi keesokan harinya. Sekarang sudah lewat jam 4 sore, berarti sudah 6 jam aku telanjang bulat hari ini, doing nothing.
Aku sangat menikmati ketelanjanganku. Tapi masalahnya adalah, aku gak merasa puas! Ya, ketelanjangan ini nagih! Dan kondisiku sekarang dibanding dengan saat ada Eko, jelas merupakan sebuah ‘penurunan’ kualitas. Aku menikmati ketelanjanganku, tapi lebih menikmati lagi jika ada orang lain yang ikut menikmati ketelanjanganku ini.
Selain dengan Eko, aku biasanya melakukannya bersama Dodi, pernah juga melakukannya di Derawan saat liburan kemarin bersama teman-temanku. Benar-benar pengalaman yang menyenangkan! Tapi harus kuakui, tidak semenyenangkan saat aku melakukannya bersama Eko. Sepertinya karena perbedaan status sosial antara kami yang membuat hubungan kami benar-benar sensasional. Mengasyikkan! Nagih!
Sebenarnya ada kesenangan baru yang aku lakukan sekarang. Aku sedang rajin-rajinnya browsing, mencari informasi, mendownload, membaca dan menonton semua hal yang berkaitan dengan hobiku ini : Eksibisionisme. Dari artikel ilmiah, cerita fiksi, sampai film bokep bertemakan eksibisionis aku konsumsi. Semua konten itu aku simpan rapi di laptopku, dan sebagian di HP. Seringkali aku iri ketika menonton film JAV tentang eksibisionisme, dengan pemainnya yang bisa benar-benar bugil di tengah-tengah keramaian publik. Panas dingin aku melihatnya. Berpikir seandainya hal yang sama legal dan bisa dilakukan di Indonesia, berani gak yah aku berani melakukannya? Membayangkan itu saja aku bisa masturbasi sampai muncrat-muncrat. Padahal di film itu belum tentu artisnya senang dan menikmati adegan yang harus dia jalani. Yah, tentu dia melakukannya karena uang. Aku berpikir kalau saja aku ada di posisinya, mungkin aku akan rela tampil tanpa bayaran. Jalan-jalan di mall tanpa busana. Hihihi… Gila! Makin muncrat-muncrat aku berimajinasi seperti itu.
Kesenangan baruku ini mengantarkan aku berkenalan pada sebuah grup tertutup di sebuah sosial media yang merupakan ajang diskusi eksibisionisme. Tak perlu kuceritakan bagaimana aku sampai mengenal grup itu, yang jelas ketika aku rajin browsing, dapat satu situs, klak-klik, nemu link, masuk situs baru, dan begitu seterusnya. Tentu aku masuk dengan nama samaran, registrasi akun email dan akun sosmed kloningan baru, dan data-data palsu. Aku pikir anggota lain juga begitu.
Nama grupnya “Buka-bukaan”, isinya share informasi, share cerita eksib, pengalaman eksib, dan yang semacamnya. Anggotanya ada puluhan orang, ada yang cuma pecinta pornografi genre eksib, ada juga yang mengaku pelaku eksib dan sering cerita pengalaman ataupun share foto ‘aksi’. Aku menduga tidak semuanya benar-benar pelaku sih. Ada yang fiktif, alias cuman ngaku-ngaku. Aku sendiri masuk grup dengan memperkenalkan sebagai pelaku. Dan langsung ditodong share oleh anggota yang lain. Ugh! >,<
Aku memilih menggunakan username ‘Dilla’. Hahaha, saking bingungnya mikir username akhirnya yang kupakai malah ga jauh-jauh banget dari nama asliku. Biar deh. Pakai nama asli juga semua bakal ngira itu samaran.
Baru sekitar seminggu aku masuk grup itu, seringnya cuma baca-baca aja, jarang komen apalagi share. Seru juga baca pengalaman beberapa anggota grup, entah itu beneran atau tidak, aku tak peduli. Yang penting bisa bikin fantasi ke mana-mana dan bahan masturbasi. Yang paling senang aku baca adalah share pengalaman dari username Ochi yang mengaku sering eksib ke adik kandungnya sendiri. Hahaha, parah, tapi seru! Tapi kayaknya bo’ongan deh. Meragukan.
Tapi mungkin beneran juga sih? Soalnya hal seperti ini memang kadang absurd. Kalau misal pengalamanku kushare, yaitu petualanganku bareng Eko, mungkin juga akan sulit dipercaya. Duh, jadi mengingat-ingat Eko lagi deh akunya. Aku memang belum share pengalamanku di grup. Hampir tiap hari aku diprovokasi untuk share, dan aku sebenarnya pengen banget share juga sih. Tapi karna banyak yang ingin kuceritakan, aku yang malas nulis jadi belum memenuhinya sampai sekarang. Sedangkan untuk share foto, hmm… semua fotoku sudah kuhapus sebelumnya, jadi aku tidak punya satu pun foto ‘nakal’ tersisa. Hal ini cukup kusesali sebenarnya. Aku menghapus semua foto itu sehari setelah hari terakhir aku bersama Eko. Entah kenapa aku melakukan itu. Agak emosional sih waktu itu. Kayaknya aku pingin tobat atau gimana. Haha… Perenungan instan yang langsung kulupakan esok harinya. Duh, parah banget sih aku. Padahal sudah bagus momennya untuk aku tobat setelah Eko pergi, tapi sensasi tidak menutup aurat sama sekali masih terus menggoda imanku, hahaha.
Aku sering iri jika ada yang share foto aksi di grup. Naluriku untuk tidak mau kalah selalu muncul. Di situlah aku menyesali keputusanku menghapus koleksi foto nakalku. Bisa aja sih aku menghubungi Dodi untuk minta dikirimi foto. Aku yakin foto yang ada di Dodi masih tersimpan rapi. Tapi, aku males dan akhirnya sampai sekarang aku belum pernah memintanya. Mungkin lain kali akan ku minta.
Anyway, karna ingat Eko, aku jadi beralih membuka WA. Siapa tahu ada pesan darinya. Kayak ngarep aja aku ini, hahaha. Tapi ternyata yang datang justru pesan-pesan dari Riki. Ada 20 pesan belum terbaca dari Riki. Ya, Riki memang sering menggodaku lewat pesan. Kalau dia pengen ke rumahku biasanya memang meminta izin lewat pesan terlebih dahulu.
Riki : Lg sepi sndri, mlh jd bayangin kak Dira, boleh nggak kita ke rumah kakak
Riki : Kak ngomong dong, segitunya bgt sih jauhin kita
Riki : Aku msh nympn foto2 kakak lho
Kiriman selanjutnya adalah gambar. Buset, banyak banget gambar yang dikirimnya. Kudownload semua satu persatu. Total ada 16 gambar. Berdebar-debar aku menunggu gambar-gambar itu terbuka. Belum sempat semua gambar terbuka, aku membaca pesan terakhirnya. Pesan yang membuat nafasku berhenti sesaat.
Riki : Kalo kakak ga mau jawab, aku sebar lho foto2nya di internet. Msh bnyk lho fotonya. (Emoticon Setan)
Ih, apa-apaan nih Riki ngancam begini! Pikirku kesal bukan main. Lalu kulihat gambar yang dia kirim. Semua adalah foto vulgarku, ada yang sendiri, ada yang bareng dia dan bareng teman-temannya. Itu semua adalah gambar ketika aku berfoto ganti-gantian dengan teman-teman Eko. Yang mana pakaianku amat mengumbar aurat, pakaian yang dipilih langsung oleh mereka untuk ku kenakan. Sebagai hadiah yang ku berikan karena mereka mendapat nilai bagus ketika test waktu itu.
Dengan mendengus kesal, aku mengetikkan jawaban. Tapi apapun kalimat yang kuketik rasanya tak ada yang benar. Setiap mengetik satu kalimat, kuhapus lagi, mengetik kalimat baru, kuhapus lagi, ngetik lagi, hampir klik kirim, tapi kuhapus lagi. Aduh aku bingung mau nulis apa!?
Sambil berpikir kulihat-lihat lagi gambar yang dikirim Riki. Semua menampakkan wajahku dengan sangat jelas. Riki pasti mendapatkan semua gambar itu dari Eko, karena Ekolah yang mengambil foto-fotoku itu dengan ponselnya waktu itu. Duh, kenapa aku tidak menyuruh Eko untuk menghapusnya ya waktu kuminta dia gak datang lagi? Padahal yang aku simpan sendiri sudah kuhapus. Makanya aku tidak punya foto untuk kushare ke grup eksib itu. Eh, karena kebetulan aku dikirimi foto-foto ini. Foto-foto ini aja kali ya yang kushare beberapa ke grup, hihihi. ^o^
Aduh kok malah mikir itu? Gimana nyegah Riki nyebar foto-foto ini dulu nih yang harus dipikirin!
Kulirik layar WA ku dan terlihat notifikasi. Riki sedang mengetik… Nah. Mau nulis apa lagi dia…? Pikirku penasaran.
Ting.
Riki : Tadi kak Dira dah mau nulis apa kok ga jadi jadi nulisnya?
Riki : Msh blm mau bls chat ku ya… aku sebarin deh ya foto-fotonya.
Duuuhh… gimana nih!!
Riki : Hehehe… bercanda kok kak… aku ga bkl nyebarin fotonya kok. Gak boleh sama eko.
Haah… Apaan sih ni anak… Hiih… Tukasku, dongkol. Saking kelamaan aku mikir, ternyata datang pesan duluan bahwa dia cuma bercanda! Huff, Semprul ni anak. Hampir aja aku kepancing membalas pesannya. Aku sudah panik bukan main. Hmm… tapi dia bilang gak boleh sama Eko, berarti ada Eko dong di dekatnya. Hufh… untung saja ada Eko di sana. Aku tersenyum lega.
“Makasih ya Ko,” ucapku.
Aah iya… Share! Haha… Kutinggalkan halaman chat Riki, dan beralih ke grup. Aku menulis : Pingin share pengalaman tapi masih males nulis.. Hehe..
Beberapa detik kemudian, ada yang menimpali.
085 XXX XXX : Ciee… panjang berarti ya pengalamannya?
081 XXX XXX : Jam terbang tinggi nih kayaknya…
085 XXX XXX : Gue wawancara aja mau nggak? Ha ha.
082 XXX XXX : Wawancara trus ditulis di sini bro…
085 XXX XXX : Jadiin novel bro…
Dan beberapa tanggapan yang senada dari para cowok. Tidak ada member cowok yang cukup penting untuk aku simpan nomornya. Baru para cowok kayaknya nih yang nanggapin.
Farah sedang mengetik… Nah, kalau Farah ini member cewek, jadi kusimpan nomornya.
Farah : Dikit-dikit aja say nulisnya. Jadi penasaran ceritanya… Sapa tau bisa inspiring buat gue. He he…
Farah adalah salah satu member yang mengaku pelaku eksib. Cukup sering share walau nggak melulu tentang pengalamannya. Beberapa kali dia share foto, meski wajahnya tidak pernah tampak utuh. Dia selalu menampilkan sebagian. Kadang tampak matanya, kadang tampak bibirnya. Dari situ tampak bahwa Farah ini cantik orangnya. Beberapa member sering juga menduga Farah ini model, tapi Farah sendiri selalu menyangkal. Padahal foto-foto yang dia share selalu tampak profesional. Kualitasnya bagus banget. Jauh sama foto-fotoku ini. Duh, ngebandingin sama foto-foto Farah jadi agak ragu nih mau share fotoku.
Ga enak juga masuk grup tapi nggak pernah share. Oke deh gapapa, aku mantap share foto yang dikirim Eko tadi. Setelah kuseleksi, aku pilih 3 foto terbaik yang kini sedang kuutak-atik edit di aplikasi editor foto di androidku. Tidak lupa wajah cantikku kututup sebagian, kusensor dengan tool brush. Aku niru Farah ah, kutampakkan mataku di satu foto dan mulutku di foto yang lain. He he… Biar ketahuan juga dong bahwa aku cantik. Ha ha ha… kupikir aku tidak kalah cantik dari Farah. Pede aja lah, ngarep dapat pujian juga aku. Hihihi… ^o^
Dilla : Aku share foto aja ya..? maaf ga bagus kualitasnya.
Lalu segera kukirim 3 foto yang sudah kuedit tadi.
Sent.
Hening sesaat. Berdebar-debar aku menunggu respon dari member yang lain. Tak menunggu lama, langsung muncul 2 komentar.
085 XXX XXX : “Wuih, Dilla…. Cantik!!!
082 XXX XXX : : Seksi Dilla!
Aku tertawa sendiri kesenengan membaca komentar mereka. Fitrah cewek memang, senang dipuji. Aku berguling kegirangan di atas kasurku. Kulit telanjangku terasa enak bergesekan dengan alas tidurku.
Farah sedang mengetik…
Ting.
Farah : Dilla… Congrats atas share perdananya! Seksi banget! Eh selfie dong, langsung ya… biar ketahuan ini foto kamu beneran bukan? He he.
Dengan bersemangat kutulis jawabanku.
Dilla : Ha ha… Jangan ah, aku lagi bugil nih di ranjang.
Farah : Yeayyy! Even better…! Ayo dong selfie, temen2 dukung Dilla Selfie ya….? Selfie! Selfie!
085 XXX XXX : Setujuuu… Ayo Dilla, go go go…
082 XXX XXX : Selfie! Selfie!
Lagi-lagi aku ketawa sendiri, duh ternyata menyenangkan ya share begini. Okelah siapa takut, mumpung lagi seneng nih. Haha, moodku membaik. Asyik!
Aku pun berpose, kututupi mataku dengan satu tangan. Lidah kujulurkan, dan ckrek! Send!
Farah sedang mengetik…
Ting.
Farah : Hi hi hiiii…. Yes, Cantik banget kamu Dilla… Tubuh kamu bagus banget!
085 XXX XXX : : Cakepppp!
081 XXX XXX : Sumpah keren!
085 XXX XXX : Lagiii…!
082 XXX XXX : Anjirrr gue nafsu
Ochi sedang mengetik…
Ting.
Ochi : Asyiknya bugil…! Aah aku juga bugil aah!
085 XXX XXX : Ha ha ha, asyik ayo pada bugil semua…
Menarik. Aku menulis komentar.
Dilla : Selfie juga ya Chi, masa gue aja.
Ochi sedang mengetik…
Ting. Dia mengirim gambar.
081 XXX XXX : Woo Mantaapp!
085 XXX XXX : Ochi gila… Ha ha, keren sumpah!
Komentar-komentar yang datang kemudian langsung beralih membahas dan memuji-muji foto Ochi dengan penuh semangat. Gimana tidak, Ochi mengirim foto telanjangnya dalam kondisi dia sedang berada di teras rumahnya, dan dia tidak selfie. Ochi tampak sedang menyapu teras, ada seseorang yang memotretnya. Dan orang yang memotret itu menampakkan tangan kirinya mengacungkan jempol pada Ochi. Tangan itu sekaligus menutupi wajah Ochi. Seksi banget!
Aku menulis komentar gemas.
Dilla : Itu siapa Chi?
Dilla : Adek ya?
Komentarku tidak segera dijawabnya. Setelah komenku langsung berdatangan komentar riuh lainnya. Entah kenapa aku jadi merasa tersaingi. Semua langsung heboh beralih membahas dan memuji foto Ochi. Aku tersenyum kecut. Ada perasaan iri dan kesal menyeruak. Meski begitu, aku memutuskan untuk bersenang-senang di grup ini, jangan sampai cuman gini doang bisa ngerusak mood lagi. Aku menghela napas dan mengetik.
Dilla : Yaah kalah telak deh…
085 XXX XXX : Ha ha, foto Dilla juga seksi banget kok.
082 XXX XXX : Jangan kalah Dilla, keluar juga dong?
Provokasi lainnya kemudian bermunculan. Ha ha, kayaknya asik juga. Tapi aku belum tergerak untuk melakukannya. Males gerak! Haha.
Ochi sedang mengetik…
Ting. Terkirim lagi sebuah gambar.
Dan… Gambar kali ini jauh lebih heboh!
Foto wajah Ochi agak close up. Ochi menutupi hidung dan mulutnya dengan satu tangan, mata lentiknya menatap sayu. Wajahnya penuh peju kental! Di rambutnya, dahinya, meleleh ke satu kelopak matanya, dan di tangan yang menutupinya. “Kena peju deh.” Captionnya diakhiri dengan emoticon mata genit. Cantik!
085 XXX XXX : Ochiii, i love youuu!
082 XXX XXX : ikut mejuin boleh dong??
Serentak komentar-komentar pujian pada Ochi makin heboh bermunculan.
Aku makin panas dingin. Kuketik komentar ngaco.
Dilla : Aaa…. senior memang kelasnya beda! Salam hormat suhu Ochi. Mohon bimbingannya
082 XXX XXX : Dilla jangan kalah…
Kuketik komentar berani.
Dilla : He he, ga ada yang mejuin nih, kamu mau bantu mejuin aku?
082 XXX XXX : Ha ha ha… mau banget lah! Send loc!
081 XXX XXX : Ikuutt…!
085 XXX XXX : Otw!
Hihihi… Senangnya membaca komentar-komentar mupeng itu. Tentu aku tidak serius mengundang mereka.
Ochi sedang mengetik…
Ting.
Ochi : Dilla sayang, iya itu adekku… Hihihi, nakal banget yah?
Gila! Pikirku. Serius nih si Ochi?
082 XXX XXX : Chi, kok mejuinnya nggak di teras lagi?
Ochi sedang mengetik…
Ting.
Ochi : Gila aja kali. Haha, tadi gue keluar sebentar 5 detik aja sudah ada orang lewat, motor lewat… Jalan depan rumah Ochi rame tauk?
082 XXX XXX : Kereen…!
082 XXX XXX : Gapapa kali, biar orang lewat ikut mejuin kamu.
Ochi sedang mengetik…
Ting.
Ochi : Maunya!
Beberapa nomor terlihat sedang mengetik komentar. Tapi kini aku menutup ponsel pintarku. Tak terasa sudah sangat petang. Kesenangan ini harus terinterupsi. Maghrib sudah berkumandang. Perutku juga sudah mulai lapar. Aahhh… Desahku sambil meliatkan badan, dan berguling-guling di kasur. Sambil ogah-ogahan aku beranjak dan berjalan ke kamar mandi.
****
Pukul 18.15
Aku sudah kembali bugil ria di atas kasur setelah sebelumnya menyalakan lampu-lampu, cek kunci pintu, menutup tirai jendela, dan rutinitas lain yang sama tiap memasuki malam hari. Dan, itu juga kulakukan sambil telanjang. Satu-satunya kain yang menutup tubuhku tadi ya cuma selembar mukena yang hanya bertahan selama 3 menit melekat di tubuhku. Setelah itu langsung kulempar, hihihi.
Aku seakan tidak sabar kembali chit chat ria di grup buka-bukaan. Tapi sebelumnya aku hubungi dulu sebuah restoran cepat saji untuk memesan makanan. Aku jarang keluar untuk makan. Kadang aku masak sendiri karena stok bahan makanan cukup banyak di rumah. Tapi lebih sering memang aku menggunakan jasa delivery atau aplikasi pengantar makanan. Alasannya? Ya apalagi kalau bukan males pakai baju! ^o^
Lho, kalau abang pengantar makanan datang apa aku nggak harus pakai baju ketika menerimanya? Kalau ada yang bertanya begitu, jawabanku jelas : Nggak sama sekali! Kenapa harus pakai baju ketika menerima pengantar makanan? Secara itulah satu-satunya hal di mana aku bisa lebih bersenang-senang dengan ketelanjanganku setelah tidak lagi dengan Eko. Tapi bukan berarti aku berani sevulgar waktu nerima pengantar paket waktu itu sih. Biasanya aku sudah menyiapkan uang pembayaran yang pas di meja teras. Ketika abangnya datang, aku membuka pintu sedikit dan hanya melongokkan kepalaku keluar. Tentu saja aku hanya mengekspos sebelah bahuku. Cukup untuk mengesankan ketelanjanganku.
“Taruh meja situ aja bang makanannya, uangnya ada di situ… Sudah pas kan jumlahnya? Oke makasih ya Bang… Maaf saya sedang ga pakai baju.” Biasanya aku akan bilang begitu.
Dan setelah itu, hanya melihat ekspresi dan reaksi abangnya aja aku sudah kesenengan. Nggak seru-seru amat sih, apalagi kalau dibanding kegilaanku waktu nerima abang pengantar paket waktu itu. Tapi cukuplah. Sebenarnya pingin banget mengulang kegilaan waktu itu, tapi entahlah, keberanianku belum datang lagi. Apalagi sekarang aku sendirian, tidak bersama Eko.
Setelah memesan makanan, aku hendak beralih ke grup, tapi aku melihat ada pesan baru dari Farah. Wah, aku dijapri…? Ada apa ya?
Farah : Halooo Dilla sayang… Ini Farah. Nomerku disave kan…?
Farah : Sedang apa Dilla?
Farah belum mengutarakan apa tujuan japrinya. Baru basa-basi.
Aku mengetik jawaban.
Dilla : Halo Farah, iya nomornya disave. Ga lagi ngapa-ngapain nih. Ada apa ya?
Farah : Mmm, Dilla, itu tadi foto asli kamu?
Dilla : Iya, kenapa?
Farah : He he, bisa foto sekali lagi sekarang tapi aku request pose dan kostum bisa? Kalo mau sih… Maaf ya, he he…
Dilla : Bisa aja sih… tapi buat apa ya..?
Farah : Pingin meyakinkan kalo kamu beneran.
Dilla : He he… Kalo ga percaya juga gapapa ko…
Farah : Aa… bukan gitu…
Farah : Gini…
Farah : Kami ada grup khusus buat para ‘pelaku’, isinya so far sih cuma berenam… kalo kamu beneran, bakal seru deh kalo kamu mau gabung. Cewek semua kok
Oo gitu. Aku manggut-manggut dan berpikir, tidak langsung menjawab chatnya. Sejenak kurenungkan tawarannya. Dia menanyakan aku beneran apa nggak? Tapi bisa aja dia sendiri bo’ongan, dan grup itu juga bo’ongan… Pikirku parno. Trus ada manfaatnya nggak aku gabung grup itu ya? Halah, kaya gini kok mikir manfaat. Hahaha.. Aku geli sendiri dengan pikiranku.
Tapi memang menyelinap sedikit kesadaran bahwa yang kulakukan ini ngga bener, dan harusnya aku ikut grup terapi atau konseling, atau ikut grup pengajian. Bukannya ikut grup sesama eksibis yang malah akan makin menjerumuskan aku.
Farah sedang mengetik…
Ting.
Farah : So..? Gimana? Think about it ya… Ga harus langsung jawab sih… Maaf ganggu
Aku menjawab cepat.
Dilla : Eh, Farah…
Farah : Yaa…?
Dilla : Ada siapa aja kok cuma berenam? di grup kayaknya kan banyak tuh?
Farah : Gue, Ochi, Icha, Aya, Ai, Nana. Yang lain ga lulus fit and proper test. ha ha ha..
Sejenak aku ragu dengan komentar yang hendak kuketikkan. Tapi, ah sebodo amat, pikirku.
Dilla : Ha ha, trus aku mau disuruh apa nih?
Farah : Ya tu tadi. kamu foto tapi sesuai request gue. Jadi ga mungkin bo’ong atau comot foto orang di mbah gugel. Maaf ya, buat ngeyakinin doing si…
Dilla : Requestnya jangan aneh2 tapi ya
Farah : Ha ha ha…
Farah : Nggak lah.
Farah : Mmm… apa ya? Belum kepikiran juga sih.
Farah : Kamu punya baju kuning?
Dilla : Ngga
Farah : Apa kek gitu yg kuning, kain, pita, atau bantal kuning..
DIlla : Ada bantal pikachu
Farah : Yeay.. i love Pikachu! Kamu selfie bugil sambil bawa bantal itu ya. Buat nutupin muka kamu.
Farah : Itu kalo mau nutupin muka sih… Kalo mau ekspos juga gapapa. He he…
Farah : Kamu di mana? rumah, kos, atau…?
Dilla : Rumah.
Farah : Sendiri? Atau ada ortu?
Aku tidak langsung menjawab pertanyaannya. Mikir 2 kali dulu.
Farah : Maksudnya, kalo lo sendiri, fotonya jangan di kamar, di dapur kek, atau ruang tamu, gitu.
Farah : Kalo oke, langsung ya…?
Dilla : Oke!
Farah : Yeay…! So exciting!
Kali ini aku langsung beranjak tanpa ogah-ogahan. Kutenteng bantal pikachu kesayanganku keluar, aku menuju ruang tengah, kunyalakan TV, kupilih channel, dan selfie di depannya. Mukaku kubenamkan separuh di bantal pikachuku sehingga yang tampak hanya mataku.
Ckrek!
Perfect!
Send…
Farah sedang mengetik…
Farah : Yeay Dilla, so cute!
Farah : Cepet banget! Thanks ya!
Dua detik kemudian Farah mengirim undangan gabung ke grupnya. Nama grupnya ‘The Eksibis’.
Kuklik join,
dan tadaa… i’m in!
Langsung aja kuketik sapaan singkat.
Dilla : Salam kenal semua. Makasih dah boleh join.
Farah : Dilla….! Welkam tu the jungle! Hi hi hi…
Farah : Ladies, say hi to Dilla. She’s for real!
Lalu Farah share fotoku tadi yang selfie bareng pikachu. “Lihat deh acara TV nya, bisa dicek, acara itu memang sedang tayang sekarang. Jadi, barang bukti meyakinkan. Dia terbukti bersalah!” Captionnya kocak.
Aku mengetik.
Dilla : Guilty as charged! Haha..
Ai : Haiii Dilla, aku Ai… senengnya tambah anggota.
Farah : Haha, kita bertujuh sekarang!
Farah lalu mengubah nama grup menjadi “The Magnificent Seven”.
Aya : Waa.. Anak baru…! Yuk kita pelonco!
Icha : Salam kenal Dilla, aku Icha.
Nana : Hai Dillaaa… Cakep fotonya. kyaaa…! Pikachu, aku sukak!
Ochi : Dilla cantiikk. Met gabung. Nice pic!
Farah : Dilla, ni grup belum lama, baru semingguan. Jadi semua juga baru saling kenal, dan belum sempat ngobrol-ngobrol panjang.
Dilla : Ooke… Thanks ya udah invite.
Begitulah aku kini menemukan komunitas baru dan bergabung di dalamnya. Tapi obrolan perkenalan itu tidak lama karna aku pamit untuk makan. Ya, di tengah obrolan perkenalan itu, abang pengantar makanan sudah di depan rumah. Jadi aku langsung bergegas menemuinya, dan segera makan, karna perutku sudah lapar banget. Aku sampai lupa menyiapkan uang tunai di meja teras, sehingga aku harus menyerahkan pembayaran langsung ke abangnya.
“Bang, tolong makanannya taruh aja di meja itu ya… Ini uangnya, maaf saya lagi nggak pakai baju.” Ucapku. Ekspresi abang itu datar aja ketika mendengar bahwa aku nggak pakai baju. Ah, nggak seru. Pikirku. Tapi aku tidak akan menggodanya. Aku sudah lapar. Aku tetap berdiri di dalam rumah, dengan celah pintu yang terbuka sedikit. Cukup untuk tanganku keluar mengulurkan uang.
Aku makan tanpa melanjutkan ngobrol di grup. Bagiku makan itu hal yang sakral. Haha, Dasar suka makan. Dulu awal-awal aku biasa makan sendiri di rumah. Awalnya sedih, tapi lama-lama biasa. Eh, sekarang kok jadi agak sedih lagi nih. Makan sendiri. Andai… Aahh, malah teringat Eko lagi!
Sejam kemudian. Setelah buru-buru melolosi mukena dari tubuhku, aku langsung melompat ke kasur lagi. Hop. Cek grup! Hanya sedikit obrolan ketika aku pamit makan. Mungkin yang lain juga beraktivitas sama sepertiku tadi. Obrolannya tidak terlalu penting, langsung cek chat terakhir. Ada pertanyaan dari Aya.
Aya : Dilla, kamu jilbaber ya?
Langsung kujawab.
Dilla : Sori, baru selesai makan…
Dilla : Mmm… kasi tau gak eaa?
Aya : Yeayy… Tambah anggota jilbaber kita!
Hihihi, langsung bisa menyimpulkan aja nih Aya. Pikirku. Belum juga kujawab. Tapi gapapa, aku nggak akan menyangkal. Langsung kuketik balasan.
Dilla : Emang siapa aja yang jilbaber di sini?
Aya : Gue, Ochi, Farah sama Icha.
Nana : Dillaaa, kamu masih perawan?
Busett si Nana nyamber langsung nanya gitu. Aku tertawa.
Dilla : Wkwkwk… Kasi tau ga eaa…?
Dilla : Yang nanya pasti udah ga perawan.
Nana : Wkwkwk…
Dilla : Nana umur berapa sih?
Nana : Ya ampunnn pertanyaan sensi banget nihh.
Dilla : Ha ha, sensi mana sama pertanyaan keperawanan?
Nana : Aihh… Dilla sensi ya ditanya keperawanan, berarti sudah nggak perawan beneran nih??
Dilla : Justru ituuuu, aku sensi karna masih perawan! Wkwk… Maluu, di sini pasti udah pada senior dan berpengalaman kan??
Nana : Waa… Dikatain senior, aku baru lulus SMU kemarin yoo… Baru semester 1 nih.
Dilla : Wkwk… Serius? Gue panggil adek dong ya.
Dilla : Parah kamu dek, semester 1 udah pengalaman ya… Kak Dilla ngaku kalah deh. Wkwk
Nana : Iyaa kak Dilla… Ih kakak kayak ga tau jaman sekarang aja…
Ai : Kok bisa Dilla masih perawan? Emang ngga pingin? He he…
Dilla : Ya ampun, beneran ya gue paling polos di sini?
Farah : Wkwkwk… Gaya aja tuh si Ai, dia juga masih perawan tuh.
Ai : Wkwkwk… aah ga seru dibocorin.
Dilla : Haha, kirain…
Farah : Ayo absen dulu dong, yang masih perawan, cung…! Jujur ya…
Dilla : Guee.
Ochi : Aku juga belum ternoda, mohon bimbingannya kak… wkwk
Farah : Haah? Ochi seriusan?? Bukannya udah sering dipejuin tu muka? Hihihi
Ochi : Ha ha, emang dipejuin mukanya bisa bikin ngga perawan ya?
Farah : Haha, nggak lah…
Farah : Kaget aja lo mainannya udah sampe kaya gitu ternyata masih perawan aja.
Ochi : Haha, gue ga punya pacar, ga ada yang mau sama gue.
Farah : Preeettt!!!
Ochi : Wkwkwk… Nakal2an kaya gitu kan sama adek doang… Belum berani kalo sampe kayak Icha mah…
Nana : Idih sok merendah kak Ochi cantik…
Nana : Eh.. Emang Icha kenapa?
Ochi : Ha ha, si Icha incest sama adeknya, say…
Nana : Haaah Ichaa… Beneran? Sama adek, ngentot?
Farah : Seriusss? Ichaa…
Icha : He he iya nih, parah ya gue?
Aya : Cerita dong yang masih perawan, Ochi cerita dong?
Ochi : Ha ha, yang masih perawan apa yang mau diceritain. Yang udah ngentot aja dong yang cerita.
Farah : Eeh, semua harus cerita ya…
Ochi : Tapi yang udah ngentot dulu dong yang cerita…
Aku langsung mendukung Ochi.
Dilla : Setujuu!
Dilla : Aku mau Icha ceritaaa…
Icha : Haha kok langsung gue, dari tadi duduk manis jadi pembaca setia kok tau2 ditodong cerita.
Dilla : Habis menarik banget gue pingin tauuu…
Entah kenapa aku tiba-tiba langsung excited dengan info incestnya si Icha. Fantasiku sudah kemana-mana aja tadi.
Farah : Eh, ladies, sebelumnya gue mau ngingetin ya, ga ada saling nge-judge ya di sini.
Dilla : Iyaa bos!
Nana : Yoii!
Farah : Hehe, good. Lanjut, gimana Icha mau cerita? Gue juga penasaran nih.
Icha : Mau. Tapi nggak sekarang, jangan gue dulu…
Icha : Adek bungsu kita aja nih, Nana dulu. Ni kecil2 udah nakal… Haha
Icha : Ayo Na, pengakuan dosa! Haha… Harus mau…
Nana : Lho kok aku sih? Hehe, oke lah…
Nana : Tapi aku udah kuliah kok masih kecil sih… Kesannya kok under age banget. Xixixi…
Nana : Aku udah matang lho, udah boleh ngentot.
Ochi : Ha ha, maklum di sini kan alim2 dan cupu… Kurang gaul, makanya kamu cerita duluan dong.
Nana : Wkwkwk… Alim. Anak Liar Malam ya…
Ochi : Kapan pertama kali Na?
Nana : Sweet seventeen kakak… Kelas 2 SMA gitu deh.
Ochi : Wow 17 tahun? Sama siapa?
Ai : Ortu gimana? Tau nggak
Nana : Sama kakak kelas. Bukan pacar.. dia kayak playboy di sekolah gitu deh…
Nana : Ortu tau, aku ijin kok.
Ai : Haaahh??
Nana : Ha ha ha, iya… mama ngebolehin, secara aku mintanya udah sejak SMP. Hi hi hi
Ai : Minta?
Ai : Wah kayak gimana sih mama kamu? Cerita dong
Nana : Mamaku single parent. Aku anak tunggal. Mama nggak pernah nikah sama papa. Doi liberal banget. Bebas. Makanya aku juga dibebasin… tapi cukup cerewet juga sih mama sekarang. Hihi
Nana : Jadi aku tuh udah ngerti seks sejak SMP gitu deh, udah pacaran…
Nana : SD aja aku udah sembunyi2 nonton bokep punya Mama. Cuman kan SD gitu lho, liat adegan seks geli2 jijay gitu deh.
Nana : Sejak itu pingin banget ngerasain seks.
Ai : Trus?
Nana : Yaa… Aku tu dekat banget kan sama Mama, jadi aku suka cerita2 gitu deh… masuk SMP udah pacaran, trus aku tanya sama Mama, boleh nggak aku ngeseks?
Ai : Wkwkwk… Trus mama kamu jawab apa?
Ochi : Gokil!
Nana : Mama sok-sokan kaget gitu deh… dikiranya aku masih lugu
Nana : Punya film bokep ditaruh di lemari gitu aja, gak dikunci atau apa, trus dikiranya aku gak bakal tertarik nonton…
Nana : Bawa laki2 ke rumah, trus berduaan di kamar, dikunci. Dikiranya aku nggak tau mereka ngapain.
Nana : Wkwkwk…
Ochi : Haha, Mama kamu binal juga ya?
Aya : Mama kamu pasti cantik?
Nana : Banget!
Ochi : Hahaha…
Nana : Eh, maksudku banget cantiknya… kalau binal, nggak deh… mama biasa aja kok.
Nana : Makanya tadi kubilang, sekarang mama cerewet.
Aya : Oya, cerewet gimana tuh maksudnya?
Nana : Cerewet karna aku yang binal. Wkwkwk… jadi mama tu sering ngomelin kelakuanku gitu deh.
Nana : Mama ngebolehin aku ngeseks. Tapi begitu aku ketagihan trus eh malah diomelin. Wkwkwk…
Aya : Ha ha ha.. ketagihan trus jadi nakal ya? Keseringan ngeseks? Atau keseringan gonta ganti cowok?
Nana : Dua duanya! Wkwkwk…
Ochi : Parahh… ha ha ha
Nana : Iyaaa… Mamaku stress banget. Wkwkwk
Ochi : Eh iya, tadi katanya SMP sudah minta ngeseks, itu dibolehin?
Nana : Nggak..! Ha ha… dilarang diomelin… suruh rajin belajar.
Ochi : Ha ha… lagian, 1 SMP gitu lho…
Ochi : Trus gimana?
Farah : Eh, ada lho temenku 1 SMP udah gituan.
Nana : Trus aku sering minta kan… apalagi tiap mama bawa laki2 ke rumah, gue sindir2 terus deh…
Nana : Trus akhirnya Mama bilang, boleh nanti kalo udah 18 tahun. Tapi aku suruh rajin belajar, nilai harus bagus… gitu2 deh standar.
Ochi : Kamu nurut?
Nana : Iyaa lah. Aku tu anaknya penurut lho.
Nana : Aku tu sayang banget sama Mama… ga pernah nakal deh, kasian Mama.
Farah : Ciee anak Mama ternyata.
Nana : Iyaa… pokoknya mamaku is the best deh…
Icha : Interupsiii… Tadi katanya sweet seventeen hayoo… Mama bilang umur 18 kan?
Nana : Hahaha… Ya negosiasi laahh… aku nahan lama banget, kelas 3 SMP aku pacarannya udah hot banget, pacarku sering grepe2, minta dioral, petting, duh pokoknya nggak tahan deh! Stress gue!
Nana : Jadi aku masuk SMA tuh udah merengek2 terus ke Mama, minta dibolehin ngeseks… tapi mama keukeuh banget! Bete gue… padahal nilai2 aku bagus terus.
Farah : Wow, kamu anak baik juga yah… bisa aja kan kamu nekat pacaran ngeseks, trus ga bilang2… kan mama kamu ga bakal tau?
Nana : Sering banget sih kepikiran kaya gitu, tapi untungnya nggak…
Nana : Lagian ya itu, Mama nurunin syaratnya, ga harus 18 tahun, 17 tahun udah boleh… Tapi nilai juga harus dipertahankan. Plus tambah 1 lagi, waktu itu nilai inggrisku kan jelek tuh… cuma 7. Nah, harus naik jadi minimal 9
Farah : Ya ampuun.. ha ha.. biasanya anak2 rajin belajar biar dapat sepeda, ni anak rajin belajar biar dapat kontol!
Nana : Wakakakaka…
Icha : Sama2 bisa ditunggangi sih. Wkwkwk…
Nana : Iyaa.. Tapi kalo sepeda kita yang genjot. Kalo kontol, kita yang digenjot! Wkwkwkw…
Farah : Wkwkwk…
Ai : Eh trus, ngeseks sama siapa, di mana, gitu, ada syarat nggak dari mama kamu?
Nana : Nggak lah, sama siapa bebas. Tapi kalo tempat, kalo bisa di rumah sih…
Nana : Tapi waktu itu cowokku nggak nyaman sih kalo main di rumah, akhirnya ke hotel.
Nana : Gapapa juga, malah dikasih duit sama Mama. Suruh di hotel yang bagus. Hi hi…
Ai : Eh katanya nggak sama pacar?
Nana : Iyaaa… waktu itu dua bulan sebelum sweet seventeenku, aku tuh putus sama pacarku.
Ai : Haah? Kok bisa? Apa pacar kamu ga tau kalo sebulan lagi mau dikasih perawan kamu?
Nana : Tau! Makanya dia nangis bombay gitu deh waktu kuputusin… iih sebel banget waktu itu, ketahuan cengeng banget cowokku itu.
Nana : Mewek2 ga karuan gitu deh. Lebay!
Ai : Oo kamu putusin sepihak ya? Kenapa say? Bukannya kamu juga nunggu2 momen sweet seventeen buat ngelepas perawan. Kok pacar diputusin?
Ochi : Selingkuh pasti ya?
Nana : Yoii… dia selingkuh. Kesel banget kan? Akunya tahan2in nunggu, biar spesial, eh dia nggak tahan, trus nyoblos di tempat lain!
Nana : Huh. Jadi sebel lagi deh kalo ngingat2 dia.
Ochi : Ha ha, sabar sabar dek
Nana : He he, gapapa kok, justru gara2 itu aku bisa ngalamin first seks yang endessss banget! Hi hi hi…
Ai : Aaa…. cerita dong!
Nana : Iyaa kakakku, ini kan lagi cerita… wkwk
Ai : Wkwkwk… penisirinnn…
Farah : Wkwk… penasaran sama penis jadi penisirin ya
Nana : Jadi aku tu malamnya manja2an, nangis curhat gitu deh sama Mama.
Nana : Mama malah godain, tu artinya belum diijinin Tuhan buat ngeseks. Doi bilang gitu. Sebel kan…
Farah : Wkwkwk… iya dek… dosaa
Nana : Taukkk
Ochi : Wkwkwk
Nana : Pokoknya aku ngotot tetep mau ngeseks pas sweet seventeen. Aku udah komitmen. Harus dapat pacar dalam waktu sebulan itu!
Ochi : Komitmen buat ngeseks. Wkwk..
Ai : Ha ha, 30 hari mencari cinta dong judulnya. Kayak film.
Farah : Gak susah kan mestinya? Kamu kan cantik, yang mau pasti banyak.
Nana : Hih… yang mau banyak tapi yang aku mau juga dong. Emang apaan.
Nana : Banyak yang pedekate juga karna pada tau aku baru putus.
Nana : Saking banyaknya aku malah jadi curiga, jangan2 eks pacarku itu ember, cerita ke cowok2 bahwa aku udah niat ngelepas perawan pas ultah nanti. Kan aku malah parno jadinya… tambah susah tau, buat mutusin mau pacaran sama siapa. Ga ada yang tulus di mataku. Ga ada yang berkharisma sama sekali…
Farah : Ha ha… masuk akal.
Farah : Trus gimana?
Nana : 2 minggu, aku curhat lagi sama Mama… trus Mama tu ngubah mindsetku gitu.
Farah : Ngubah mindset gimana?
Nana : Bahwa ngeseks ga harus sama pacar!
Farah : Wow. Ha ha ha… cadasss juga mama kamu! Gue sukak! Hi hi
Ochi : Gimana gimana, jelasin dong!
Nana : Mindset bahwa malam pertama harus istimewa, sehingga harus bersama orang yang dicintai, itu basi banget!
Ochi : Wkwkwk… Mama kamu bilang begitu???
Nana : He he, nggak sih, itu bahasaku sendiri.
Nana : Intinya Mama bilang bahwa ngelepas keperawanan itu ngga enak. Sakit. Canggung. Malu. Dsb…
Nana : Harus istimewa, iya. Tapi diubah, istimewa bukan karena bersama orang yang dicintai, tapi istimewa karena bersama orang yang sudah mahir, berpengalaman soal seks! Hi hi…
Nana : Jadi kita bakal diservis, puas, enak dan nyaman ngeseksnya.
Nana : Cinta itu soal hati. Kepuasannya di hati. Itu mah nanti, anak SMA kan masih cinta2an monyet gitu. Ga usah bicara cinta yang muluk2 kayak dongeng.
Nana : Ngeseks, itu kepuasannya fisik. Tubuh kita yang ngerasain. Kelamin yang bicara! Enaknya di memek, bukan di hati. Memek dulu yang enak, hati tinggal ngikut apa kata memek.
Nana : Gitu kurang lebih Mama bilanginnya. Serius kalo ini.. Mamaku bener2 literally ngomong “memek”. Ngawur banget ya mama aku? Hihihi…
Farah : Wkwkwk… Tapi masuk akal sih! 1000% setuju!
Ochi : Terus teruss…?
Nana : Mama trus nawarin aku, mau nggak sama temen kantornya.
Ochi : Bruakakakak…!
Ai : Wkwkw…. Ciyuss? Miapah?
Farah : Gokil mama kamu! Trus kamu mau?
Nana : Ya nggak lah!
Farah : Wkwkwk… Trus gimana?
Nana : Ya trus Mama tanya, ada nggak cowok ganteng yang reputasinya playboy banget di sekolah?
Nana : Cowok yang cewek ngantri dipacarinya, yang suka gonta ganti cewek…
Nana : Pokoknya cowok brengsek abis, tapi cewek ga bisa nolak…
Nana : Kegambar kan karakternya kayak gimana?
Farah : Paham paham… Ada tuh di kelas gue cowok kaya gitu.
Nana : Nah, sama.. kebetulan cowok kayak gitu ada di sekolah aku! Tapi kakak kelas. Ha ha ha…
Nana : Pas Mamaku bilang tu aku langsung kebayang orangnya. Namanya David. Cakeeppp banget orangnya. Pacarnya gonta ganti, ah pokoknya profilnya persis sama yang digambarin Mama.
Nana : Tapi itu aku cuma dengar gosipnya sih… hi hi hi… Tapi kan jadi pingin buktiin aku.
Nana : Tau nggak? Padahal tadinya aku paling sebel lho kalo temen2ku pada ngegosipin dia.
Nana : Tapi gara2 mamaku, dalam sekejap aku langsung berubah sikap jadi terobsesi sama dia.
Farah : Dahsyat provokasi mama kamu! Hahaha…
Nana : Iya. Tapi aku sempat bingung juga, gimana caranya, masak gue duluan yang pedekate…
Farah : Iya, gimana tuh?
Nana : Ternyata sama sekali nggak sesulit yang dibayangin sih…
Ai : Gimana tuh?
Nana : Ada deh ceritanya, pokoknya intinya aku ngadang di tempat dia biasa lewat. Pura2 kesal nunggu jemputan. Padahal memang sejak awal aku sengaja minta ngga dijemput.
Ai : Ha ha, boleh juga tuh modusnya
Nana : Eh bener, begitu dia lewat, liat aku, langsung ditawarin deh bonceng.
Nana : Itu awalnya, setelah itu gampang banget, aku yang biarin dia agresif. Dasar dianya playboy kan.
Nana : Tapi emang pinter banget lho dia ngerayu, memuji, bikin suasana hati kita nyaman, dsb. Kelepek kelepek deh pokoknya. Reputasinya emang gak bohong! Hi hi hi…
Farah : Bener tuh biasanya gitu. Kita udah tau dia gombal, tapi kita tetep kemakan ya…
Nana : Yak tul!
Nana : Ya udah, jadinya aku sama dia.
Nana : Pas malam gue ultah, kebetulan banget malam minggu tuh… kita ngamar deh, di hotel yang direkomendasiin Mama. Bagus banget. Mahal juga, tapi kan Mama yang bayarin. Hi hi…
Nana : Sumpah seneng banget waktu itu. Bener2 ga bisa dilupain.
Ai : Aa… Penasaran!! Sakit nggak say?
Nana : Ya sakit, tapi dia pelan2 dan care banget mainnya.
Nana : Ya gitu deh berpengalaman. Pas aku udah basah banget, dimasukin kan itunya… Eh ternyata tetep seret dan sakit.
Farah : Ya ampun, “itunya.” Xixixi…
Nana : Iyee, kontolnya.
Farah : Wkekek… terusin!
Nana : Aku kesakitan, dia pelan2, sambil akunya dipeluk, dicium-ciumin… so sweet banget deh. Dan…
Nana : Yaaa gitu deh pokoknya. Masak mau dijelasin detil sex scenenya? Hahaha..
Nana : Dan bener kata Mama, kalo tubuh udah nyaman, memek udah enak, hati kita ngikutin. Aku surrender
… Sumpah gue kayak yang jatuh cinta, sayang banget sama dia.
Farah : Berapa kali main?
Nana : Berapa kali? Gilak, sekali aja udah lemes banget jeng…! Wkwkwk…
Nana : Abis itu gue tidur pulesss sampe pagi. Pelukan.
Ai : Aaa… Pengen!
Nana : He he… Mau aku kenalin?
Nana : Eh, ceritanya belum selesai, he he…
Nana : Paginya aku diantar pulang kan..
Nana : Eh pas dia mau pamit sama Mama disuruh mampir sarapan dulu. Ga boleh langsung pulang dianya…
Ai : Ha ha.
Farah : Waah… habis merawanin anaknya, diajak sarapan bareng sama Mamanya… kalo gue pasti grogi banget tuh. Pasti mau diinterogasi
Farah : Tapi Mama kamu kok bisa cool banget gitu sih orangnya?
Nana : Nah itu…. Kak David ini grogi banget pas itu. Wkwkwk…
Nana : Kita digoda2in gitu deh sama Mama.
Nana : Trus Mama sok2an angker gitu deh. Wkwkw… ditanya, “kamu serius sama anak saya?!”
Ochi : Wkwkwk… Trus gimana dia jawabnya?
Nana : Dia gelagepan! Ha ha..
Nana : Gue yang kayak menenangkan dia gitu deh, bahwa mama cuma bercanda…
Nana : Bahwa mama udah tau kita cuma seks aja.
Ochi : Wah cuma bisa ngebayangin… Kayaknya obrolannya menarik banget tuh
Nana : He he, ya gitu, mama masih sok angker, sok ceramahin, bahwa mama ga suka seks bebas… Ga suka kelakuan anak sekarang yang sembarangan, main one night stand, segala macem.
Farah : Wkwkwk… antik mama kamu! Teruss?
Nana : Pokoknya di situ kak David kayak mati kutu deh, aku terus yang ngomong.
Farah : Gimana ngomongnya?
Nana : Yaa… bahwa ini bukan hubungan sesaat, bukan one night stand, kita bakal ngulangin lagi dan lagi.. Hi hi hi… Gue ngomongnya sebinal mungkin deh saat itu.
Nana : Tapiii, gue tegasin ke Mama : Kita ngga pacaran!
Nana : Eh kak David malah nyeletuk, dia bilang dia mau kok pacarin aku, bahwa dia sayang sama aku, wkwk… gombal banget deh!
Ochi : Hahaha, terus kamu jawab apa?
Nana : Gue jawab, “Ogaahh! Lo playboy!”
Ochi : Wkwkwkwkwk, Gagal gombal!
Ai : Seruuu! Trus Mama kamu gimana?
Nana : Ha ha ha… Mama ketawa aja.
Nana : Udah ya ceritanya! Pegel ni ngetiknya… he he
Ai : Yaah… trus endingnya gimana tuh sarapannya?
Nana : Oya, he he, habis sarapan aku ijin Mama ajak kak David ke kamarku.
Nana : Mama cuma bilang, “Dasar… Udah sana!” Hi hi…
Nana : Trus kita ML lagi deh di kamarku sampe siang.
Nana : Nah pas ML paginya itu tuh baru bisa berkali-kali… Eh, kalo ga salah 3 kali.
Nana : Gue juga heran, kok nagih banget ya… dan ada aja tenaganya, padahal lemes banget. Kita ngentot sampai klimaks, trus istirahat. Eh baru bentar, udah turn on lagi, padahal kayak masih capek gitu, tapi kuat aja kita genjot2an lagi. Hi hi hi…
Nana : Bener2 yang lupa waktu gitu deh, itu kalo siang ngga diinterupsi Mama mungkin bisa bablas sampe sore kita.
Ai : Hah, diinterupsi gimana tuh?
Nana : Iya… Mama masuk kamarku gitu aja, pas aku lagi woman on top. Hi hi…
Nana : Mama sok2an ngasih tau makan siang, padahal penasaran mau liat anaknya lagi diapain tuh. He he he…
Nana : Ya gitu deh ceritanya first seksku.
Nana : Bener2…
Nana : Aah, susah deh dijelasin dengan kata2! Pokoknya aku rekomendasiin deh kalo kak Dilla, kak Ochi, kak Ai, mau lepas perawannya. Eh yang udah ga perawan juga boleh lho… hi hi
Farah : Ha ha, emang mau dianya?
Nana : Yaelah, Kucing gitu lho, dikasih ikan asin mana nolak sih?
Ai : Ha ha, ga gengsi yah? Kesannya dia jadi pemuas gitu ya.
Farah : Eeh beda sis… kalo kita ya cewek2, ngeseks gonta ganti pasangan, pasti dicap jelek! Dibilang perek, pecun, jalang, gatelan, gampangan… Segala macem deh.
Ochi : Iyaa… kalo cowok yang gitu, malah dianggap prestasi gitu ya? Jantan. Perkasa.
Nana : Iyaa dunia gak adilll!
Farah : Ha ha, iya, tapi peduli amat ya..
Ochi : Sampe sekarang masih suka main sama si David itu?
Nana : Masih, tapi jarang sih… Kan kita kuliah beda kampus.
Nana : Eh, tau ngga… Kak David tu juga ga lama kemudian ngentotin Mama lho.. hi hi
Ochi : Whaatt??
Farah : Wkwkwk…
Nana : Iyaa… ha ha ha, ga tau siapa yang mulai tuh.
Ai : Buseett… Trus kamu gimana?
Nana : That’s the best part! Gue ga ada masalah sama sekali. Cool!
Nana : Entah ya… padahal kalo gue ngeseks sama kak David, kayak hanyut banget, kayak yang sayang banget, cinta mati deh sama dia…
Nana : Tapi di luar seks, gue ga ada apa2 sama dia. Dia jalan sama cewek lain juga biasa aja. Termasuk pas aku tahu dia ngentotin Mama juga… gue biasa aja.
Nana : Malah itu kadang jadi bahan becandaan gue sama Mama.
Farah : Njiirrr… Menang banyak ya si David.
Nana : He he, iya…
Ai : Penasaran sama orangnya, japri dong fotonya.
Farah : Mauu dijapri juga…!
Nana : Hahah… kalo semua mau, ngapain japri, aku share aja ya di grup. Tapi nanti ya… fotonya di laptop sih… ada video juga. Mau? Wkwkwk…
Farah : Wkwk, divideoin juga toh?
Nana : Hihi, iya sekali, soalnya kalo ngentot aku kayak lupa diri, kayak melayang sakaw gitu deh… Jadi penasaran kayak apa sih muka aku pas dientot? Hihihi… Eh iya, boleh nggak sih kita tunjukin wajah kita aja? Kan ini grup khusus, eksklusif kita2 aja kan…?
Nana : Soalnya, kalo aku sih gapapa lho tunjukin wajah, nama aku juga nama asli lho. He he…
Nana : Secara gue ga sembunyiin kelakuan gue ini dari siapapun sih… Mama udah tau, temen2 juga sebagian udah tau… Biasa aja.
Farah : Mmm kalo soal itu balik ke masing2 sih, cuman gimanapun juga kita kan masih baru kenal satu sama lain. Mungkin ya kaya gini dulu. Kita hargain privasi yang lain. Mungkin lama2 kita makin akrab, udah nyaman satu sama lain, baru deh terbuka semuanya… bahkan bisa jadi kelak kita kopdar gitu…
Farah : Kalo aku sendiri juga ga masalah tunjukin wajah. Dan Farah juga nama asli aku. Hahaha… kita banyak samaan lho adekku. Hehe
Farah : Jadi berasa punya adik beneran. Hihi, mau gak jadi adekku?
Nana : Wah samaan di mananya?
Farah : Kita sama2 ga punya bapak. Bedanya, aku ada kakak. Kita 2 bersaudara. Sarah dan Farah.
Farah : Kak Sarah, kakakku beda 2 tahun sama aku.
Nana : Oo Mamanya kak Farah single parent juga…
Farah : Sekarang sih Mama jarang banget pulang.
Ochi : Oo, gimana tuh ceritanya?
Farah : Ha ha, jadi gantian gue nih yang cerita. Dikit aja yah… udah malem nih.
Farah : Jadi mama aku tuh kerja jadi TKW gitu deh ke Dubai. Nah, Mama kan cantik tuh… dijadiin selir deh sama… Semacam pangeran gitu deh di sana. Ha ha, ga tau deh pangeran siapa.
Farah : Trus kakak sama aku lahir deh.
Ochi : Waaa…. Kamu anaknya pangeran dari Dubai?!
Farah : Ya gitu deh secara darah… Tapi ga tau secara budaya, atau mungkin politik, aturan keluarga kerajaan gitu gimana… Nyatanya emang ga ada sama sekali hubungan bapak anak. Kita bahkan kenal aja nggak…
Ai : Kamu lahir di sono?
Farah : Yoi… Trus udah rada gede gitu kita dibawa ke Indonesia, disekolahin SD di sini… Mama cukup lama tuh di Indonesia, ga balik lagi ke Arab. Ga kerja, tapi duit ada, dikirim terus gitu deh dari Dubai.
Farah : Pas kita SMP, Mama udah mulai balik ke Dubai, kita dititipin sama Nenek. Tapi Mama masih bolak-balik pulang. Sebulan atau dua bulan sekali gitu deh.
Farah : Nah, begitu aku masuk SMA sampai udah kuliah sekarang nih Mama udah jaraaang banget balik. Bisa setahun sekali pas lebaran doang. Atau kalo pas nenek sakit.
Ochi : Oo… bisa gitu ya? Trus status Mama kamu apa tuh?
Farah : Ga tau ya… Tapi katanya nggak zinah. Tapi ngga tau juga, secara kehidupan di sana kan hedon juga sih… Ga semua yang taat banget sama agama gitu. Setahuku sih…
Farah : Aku kurang paham sama agama. Taunya sholat, puasa, sama nutup aurat doang. Udah. Hahaha…
Farah : Mama ngajarinnya itu doang sih…
Ochi : Yaa kayak selir gitu ya… Aa penasaran faktanya kayak gimana… terusin dong…
Farah : He he, diterusin dikit aja yah…
Farah : Tapi kalo soal fakta Mama di sana gimana gue gak tau sama sekali lho.
Farah : Yang jelas hidup kita terjamin banget. Hi hi hi… Tiap bulan dikirimin duit dari Dubai. Banyak. Ga abis2. He he he…
Ochi : Waaa, berapa tuh? Pangeran pasti tajir dong?
Farah : He he, ada deh… cukup lah. Kita dibeliin rumah sama mobil juga… tapi aku ga suka tinggal di rumah aku. Lebih suka bareng kak Sarah.
Farah : Oh iya, soal seksnya, ini persamaan aku sama Nana lagi, kita sama2 udah ga perawan sejak kelas 2 SMA. Ha haha…
Farah : Dan sama2 diketahui sama Mama.
Nana : Waaa…
Farah : Hehe. Iya, tapi bedanya, aku diomelin abis2an sama Mama. Wkwkwk… sampe diancam ga dikirimin uang lagi.
Ochi : Wah, gawat tuh.. wkwkw, kok ketahuan.
Farah : Yaa ada deh. Ga usah detail2 lah ya ceritanya…
Farah : Lagian itu mama cuma ngancam aja ngga beneran kok. Sampe sekarang masih aman. Uang masih mengalir tiap bulan.
Farah : Tapi kalo Mama telpon selalu deh diceramahin lama. Hi hi…
Farah : Sekarang Mama udah tahu juga aku udah seks bebas banget di sini…
Farah : Awalnya Mama ngomel terus, sampe kewalahan juga… Gimana lagi ya, Mama kan ga di sini, jauh di Arab sono. Paling bisa ngomongin lewat telpon doang.
Ochi : Haha… Kamunya ga pernah dengerin ya. Gimana sih Mama kamu ngelarangnya? Secara kan Mama kamu di Arab juga nggak nikah.
Farah : Haha.. Itu dia. Mama paling kalo gemes bilang gini, “Adekk jangan zinah terus dong, dosa lho adek!”
Ochi : Hihihi…. Dengerin tuh kata Mama.
Farah : Iya… Gue dengerin kok.
Ochi : Tapi nggak diturutin. Wkwkwk
Farah : Yoii… wkwkwk. Ya itu dia, aku pikir apa bedanya aku sama Mama.
Farah : Sekarang Mama jarang ngomel soal zina. Mama cuma wanti2 jangan sampe aku lepas jilbab dan lupa sholat. Aku kadang nakal juga sih, males sholat… pernah sekali diajak temen2 ke diskotik, ya ngga pake jilbab dong.. Masa ke diskotik pake jilbab? Prinsip gue, gue nggak nyentuh barang haram kayak alkohol atau ngedrugs.
Farah : Eh sampe rumah, diomelin kak Sarah, diaduin pula ke Mama, dobel deh diomelinnya.
Farah : Padahal sekali doang itu gue ke diskotik. Penasaran aja, ternyata gue gak enjoy. Bising! Kapok. Pertama dan terakhir gitu deh. Eh, tetep diomelin.
Nana : Kak Sarah nggak nakal ya?
Farah : Ya sejak ga ada Mama di rumah, ya kakak secara sadar mengambil peran sebagai pengayom gitu deh.
Farah : Kak Sarah udah punya 2 anak cowok masih kecil gitu deh. Umur 2 tahun sama 6 bulan.
Farah : Jadi keibuan banget orangnya. Tapi tanpa suami juga. Dia gak nikah. Aku juga ga pernah liat bapaknya tu anak ke rumah. Kalo aku tanya, kak Sarah juga lempeng aja.
Ochi : Haah, jadi kakak kamu zinah juga.
Farah : Iya… ga tau ya, kita udah terbiasa ga ada laki2 sih di rumah. Ga ada sosok bapak, ga ada pengetahuan tentang pernikahan, atau tentang hidup berkeluarga gitu deh…
Farah : Kakak juga setahu gue ga pacaran. Eh tau2 hamil aja. Ketika ditanya. Dia cuek aja.
Farah : Dilahirin gitu aja anaknya kayak ga ada beban sama sekali. Hahaha…
Farah : Selang setahun lebih dikit, eh tau2 hamil lagi… wkwkwk…
Farah : Aku kok gak hamil2 ya? Padahal sering keluar di dalam kalo ngeseks.
Ai : Bapaknya sama tuh?
Farah : Bapak siapa? Oo anak2nya kak Sarah? Gue tanya, kakak cuma jawab, “Tauk tuh?” Kayaknya dia zinah sama cowok lain juga. Jadi ga yakin tu bibit siapa yang jadi. Tapi gue liat kakak ga ambil pusing.
Ochi : Eh, kakak lo diomelin juga dong sama Mama…?
Farah : Pastinya! Tapi gak seheboh ngomelin aku sih…
Ochi : Kok bisa?
Farah : Kakak tuh nggak nakal orangnya. Kalem, rajin ibadah, selalu pakai jilbab kalo keluar rumah.
Farah : Kakak tu alim banget.
Ochi : Buset, punya anak 2 kali di luar nikah, ga jelas siapa bapaknya lo bilang alim?
Farah : Wkwkwkwk…! Iyaa… maksudnya tuh gak yang binal dan bandel banget kayak aku. Kakak tu ga pernah keluyuran, terus sekali2 aja kalo bawa cowok zinah ke rumah. Jarang banget lah. Kalo aku kan hampir bisa tiap hari. Hi hi hi…
Ochi : Parah! Wkwkwk
Farah : Iyaa, kan sesuai namanya, Farah. Farah banget gue pokoknya! Ha ha ha..
Ai : Wkwkwk… Farah ente!
Ochi : Tapi kan sama aja kakak kamu zinah namanya.
Farah : Yaelah nek, namanya kebutuhan!
Ochi : Wkwkwk… iya sih. Tapi kenapa gak nikah aja?
Farah : Kan udah gue bilang, cerita nikah tu ga ada di keluarga gue. Jadi ga pernah kita kebayang2 nikah.
Farah : Kakak gue kalo ditanya Mama, mau nikah nggak? Ya jawabnya selalu nggak tau gitu. Nggak kepingin sih. Nggak ada dorongan. Aku juga gitu.
Ochi : Wah ada2 aja ya ceritanya. Hi hi hi… Seru.
Ai : Berarti boleh dong kalo kapan2 kita kopdar di rumah kamu… rumah kamu pasti gede…
Farah : Ha ha, lumayan lah… boleh banget! Mau kopdar sambil sex party juga boleh.. nanti kita undang beberapa cowok juga…
Ai : Wkwkwk… Ente bener2 Farah!
Farah : Wkwkwk… serius ini! Tapi jangan di rumah kak Sarah ya. Di rumah aku aja.
Sekarang kalo aku keseringan bawa cowok ke rumah ga enak juga sama kak Sarah… ada 2 anak kecil soalnya. Tapi kalo sekali2 sih gapapa. Kakak kan juga sekali2 bawa cowok.
Farah : Eh, udah ya ceritanya… besok lanjut lagi. Ngantuk gue. Kalo yang lain mau lanjut boleh aja… tapi kalo bisa jangan ada yang cerita lagi dong. Ga mau ketinggalan guenya. He he…
Farah : Besok lagi giliran siapa gitu cerita.
Ochi : Ya giliran kamu aja, lanjut dong.. kan ceritanya baru dikit banget…
Farah : Ha ha, ya boleh aja… tapi apa yang mau diceritain ya? Kalo aku pinginnya sih cerita incestnya Icha. Hi hi hi… penasaran banget gue.
Farah : Omong2, dari tadi kita aja yang ngobrol, yang lain nyimak apa udah pada tidur ya? Kok diem aja.
Haha, ternyata Farah nyadar siapa-siapa aja yang komentar. Aku kalau di grup manapun memang lebih sering nyimak. Jarang komentar. Nyimak pun jarang, seringnya ketinggalan chat, trus scroll scroll aja nggak aku baca. Tapi yang barusan ini aku benar-benar serius membaca cerita Nana dan Farah. Unik banget kisahnya. Komentar ah.
Dilla : Halo… Masih melek kok. Haha… maaf terlalu serius nyimak.
Dilla : Lagian mau tanya, Ochi sama Ai udah sering tanya duluan, dan pertanyaannya udah mewakili aku. Hihihi…
Dilla : Sumpah seru banget. Aku nggak nyangka. Hihi…
Icha : Hadiirrr…
Aya : Hadir juga. Hehe, nyimak dari awal, tapi gak komen. Terlalu larut ke dalam ceritanya. Hihi..
Icha : Yoi… Sampai ngebayangin kemana-mana gue tadi. Seru banget sih…
Nana : Masih setia menyimak.
Nana : Kak Faraahhh…
Farah : Iya dek Nana cantik? Hihi…
Nana : Aku mau jadi adekmu. Hahaha…
Farah : Boleh! Hi hi… Asikk dapat adek baru.
Dilla : Waa Asikk… Nana dapat kakak tajir.
Nana : Hihihi… Oiya, setuju aku, besok kak Icha cerita ya…
Icha : Boleh deh besok gue cerita. Besok Papa Mama mau datang ke rumah. Jadi kemungkinan besar adek gak bisa nakalin gue dulu. Hehe, gue bebas.
Farah : Ya ampun… berarti tiap hari dinakalin adek ya… Jangan2 barusan juga…
Icha : Hehe, ya gitu deh… Ni adek barusan pules di samping gue.
Icha lalu mengirim gambar.
Ting.
Farah : Kyaaa… Porno! Hi hi hi…
Icha mengirim foto selfie dirinya yang sedang memeluk adiknya yang terlihat sedang tertidur pulas tanpa busana di sampingnya. Wajah adiknya menghadap arah yang berlawanan dengan kamera sehingga tak terlihat. Icha sendiri menutup setengah wajahnya dengan rambut panjangnya. Kondisinya sama-sama tanpa busana!
Sontak komentar-komentar bermunculan. Tak terkecuali aku juga ikut mengomentarinya.
Dilla : Duh, ga keliatan gantengnya… Penasaran! Ha ha ha.
Icha sedang mengetik…
Ting.
Terkirim gambar lagi.
Kali ini foto tangannya memegang dua buah kondom bekas pakai yang keduanya terisi sperma. “Dibuang sayang, diapain ya?” Captionnya.
Farah : Iyuuhhh…!
Ai : Aahh jijayy… wkwkwk…!!
Nana : Buseet, 2 kali!
Ochi : Buat masker chaa… Bagus buat kulit. WKwkwk…!
Farah : Wkwkwk… Protein!
Tambah heboh lah komentar-komentar seisi grup, bersahut-sahutan, hihihi. Tanpa ikut komentar aku tertawa geli sendiri di sini. Jadi makin penasaran gimana cerita si Icha bisa sampai incest dengan adiknya. Gila. Incest! Aku benar-benar nggak habis pikir, tapi dalam artian yang antusias gitu deh, bukan yang menghujat. Ya, kupikir aku akan sangat open mind di grup unik ini. Aku hanya gak nyangka kalau di luar sana banyak yang jauh lebih ‘parah’ dari aku. Mereka semua bukan hanya sekedar pelaku eksib, tapi kisah kehidupan seks mereka juga betul-betul ‘gila’. Sambil senyum-senyum sendiri, aku berpamitan dari grup untuk tidur. Yang lain tampaknya juga sama. Gak kerasa aja sudah jam 11 malam.
“Ooaaahh…” Aku menguap, kutarik selimut, kupejamkan mataku sambil membayangkan cerita baru apa yang akan mewarnai hidupku besok hari. Sweet dream teman-teman baruku. Gumamku dalam hati.
Dan aku pun tertidur.
****
Farah : Pagi…
Ochi : Pagiiii…
Aya : Good day…
Aya : Ngapain aja nih hari ini?
Ochi : Ni lagi sarapan trus mau kuliah…
Aya : Aku juga kuliah sebenernya, tapi males nih…
Pagi ini sambil sarapan kusempatkan menengok obrolan di grup. Semalam tidak ada obrolan lagi setelah aku pamit, kecuali komentar-komentar pamitan lain juga. Dan pagi ini juga baru ada sapaan-sapaan pagi hari. Aku hendak mengetik ikut menyapa, tapi kemudian sebuah pesan suara masuk dari Icha. Kuurungkan ketikanku dan mendownload pesan suara Icha. Biasanya sih pesan suara kayak gini hanya salah pencet.
Download selesai. Play.
Plok…. Plok… plok..! “Hhh… Met pa… gihh… semu… aahh…” Plok… plok… plok…! “Ahhh… Pelan dek… Aahh….” Plok… plok…! “Met berakhh… tivitasshhh… yaah semua..ahh.. adek… benta…rr…hhh…” Plok… plok… plok…! “Harii ini akuhh bolos kuliaahh… Ga boleh pergi samaaahh… adekhh… Aahhh…!”
Ya ampun! Icha mengirim rekaman suaranya yang sedang dientot buat pamer. Ish, dasar… hahaha! Dengan gemas kuketik komentar.
Dilla : Kamprettt!!!
Farah : Ahh anjirr lo Ichaa bikin gue mupeng ajah!
Ochi : Ichaa, ya ampun nakalnya!
Nana : Wkwkwk….
Nana : Pagi2 udah digenjot aja… Mauu..
Farah : Ini pasti gara2 bonyok lo mau datang ya… Jadi adek puas2in ngentotin lo. Hihihi
Sambil tertawa-tawa, kututup jendela obrolan grup. Bisa telat aku nanti. Kuhabiskan sarapan rotiku yang tinggal segigit. Ah, sebenarnya malas sekali aku kuliah hari ini. Ada mata kuliah wajib yang amat sangat membosankan dengan dosen yang amat sangat nyebelin sejagat raya. Tapi gimanapun juga tetap aku harus berangkat.
Setelah minum, kubereskan meja makan, dan langsung kucuci piring gelas yang baru kupakai. Hari ini aku punya ide gara gara termotivasi grup. Hahaha. Ni grup memang ‘bener-bener’ gak ‘bener’. Tapi aku suka!
Belakangan ini aku lebih sering pergi kuliah pakai kendaraan umum, tapi hari ini aku mau pakai mobil lagi. Sebenarnya motivasiku pakai kendaraan umum selama ini juga mencari-cari inspirasi buat eksib sih, hehehe. Fantasiku, berhimpit-himpitan di kendaraan umum dengan banyak penumpang laki-laki. Kecantikan dan keseksianku jadi pusat perhatian, dan mungkin akan ada penumpang misterius yang berani grepe-grepe aku. Molester! Haha… Trus aku ga bisa menolak, akhirnya menikmati dan… seterusnya. Hihihi, parah dan narsis banget ya? ^o^
Gila juga kalau kejadian beneran seperti itu. Untungnya (atau ‘sialnya’ ya?) kendaraan umum sekarang, baik Busway maupun Commuter line sudah dikondisikan terpisah antara penumpang laki laki dan perempuan. Jadi fantasi tinggal fantasi. Tidak pernah ada kenakalan apapun yang aku lakukan selama naik kendaraan umum beberapa hari belakangan ini. Cuman aku jadi keterusan naik kendaraan umum yang menurutku lebih praktis, tidak capek, dan… tentunya lebih hemat juga.
Pagi ini seperti hari hari sebelumnya, aku masih terus berbugil ria di dalam rumah. Sekarang karna hendak berangkat kuliah, aku harus pakai baju lengkap lagi. Padahal rasanya masih ingin berlama-lama bugil. Makanya hari ini aku akan pergi pakai mobil lagi, karena aku kepikiran akan nyetir tanpa busana. Semua itu gara-gara group yang baru saja aku join tersebut. Sukses membuatku termotivasi untuk melakukan hal gila.
Di dalam mobilku yang berkaca film gelap, kondisiku tidak akan terlihat jelas dari luar. Sekarang aku hanya mengenakan kerudung lebar tanpa pakaian apapun di bawahnya. Bahkan sepatu dan kaos kaki pun belum kukenakan. Semua kutaruh di kursi samping, dan akan mulai kupakai nanti kalau sudah sampai di parkiran kampus. Adrenalin pertama adalah ketika aku harus melewati pos satpam perumahan dan membuka sedikit kaca samping untuk menyapa pak satpam. Pak satpam selalu menunduk dan melongok ke dalam mobil, makanya aksiku ini cukup beresiko sejak awalnya. Tapi, ya… Itulah yang kucari. Inilah yang kumau.
Kali ini aku hanya menurunkan sedikit kaca samping. Karna posisi duduk di dalam mobil lebih rendah dari orang berdiri di luar mobil. Bagian atasku memang tertutup kerudung, tapi bagian bawah dada sampai ujung kaki polos semua.
“Pagi pak…” Sapaku.
“Pagi non Diraa…” balas pak satpam sumringah.
“Naik mobil lagi nih non?” Tanyanya sambil mencoba melihat seisi mobilku dari celah yang kubuka seadanya. Raut mukanya menyiratkan permintaan supaya aku lebih menurunkan kaca sampingku. Biasanya memang aku membukanya lebar-lebar. Apakah sekarang aku jadi mencurigakan ya? Pikirku parno.
“Kuliah non?” Tanya pak satpam lagi. Bisa saja aku langsung jalan tanpa menghiraukannya, tapi tentu tidak sopan dan malah makin mencurigakan. Dengan berdebar-debar kuturunkan sedikit kaca sampingku lagi setelah memperkirakan posisi pandang pak satpam cukup aman bagiku. Tapi tetap saja aku meraih tas dan menaruhnya di pangkuanku. Untuk jaga jaga aja.
“Iya pak, biasa… yuk pak….”
“Ya non… hati hati.”
Aku langsung meluncur sambil kepikiran, keliatan nggak ya tadi? Hihihi. Seru juga ternyata. Besok lagi ah.
Sukses melewati pos satpam membuatku makin berani. Sepanjang perjalanan menuju kampus, aku bukannya menutup kaca, malah makin menurunkannya. Paling paling tangan kananku siap sedia di tombol power window untuk menaik-turunkan kaca sesuai kebutuhan. Kalau agak macet atau di lampu merah, dimana banyak berseliweran pedagang keliling atau pak ogah, aku langsung menaikkan kaca, tapi tidak pernah sampai tertutup sempurna.
Beberapa kali juga aku menyempatkan selfie, ambil foto dari dalam mobil, dengan latar belakang kaca terbuka. cahaya dari luar menjadikan wajahku gelap tak teridentifikasi. Aman lah buat dishare nanti. Jadilah beberapa foto selfie diriku, cewek berkerudung tanpa busana di dalam mobil dengan pemandangan luar cukup ramai berbagai kendaraan berseliweran. Kadang karna kurang puas, kunaikkan adrenalin dengan melilitkan kain kerudungku di leher, sehingga pundakku pun terekspos. Saking asyiknya aku sukses dimaki-maki pengguna jalan lain karena berjalan terlalu pelan, hehehe. Parah. Yang memaki tentu penasaran berusaha melihat pengendara yang dimaki. Jadi beberapa motor melewatiku sambil melihat ke arahku dan memicingkan mata. Seolah dengan memicingkan mata itu bisa membuat pandangannya menembus kaca filmku, hahaha. Tapi aku nggak mau bersikap tidak sopan. Kuturunkan kaca dan menyapa para pemaki itu sambil tersenyum kecut dan meminta maaf. Meski berdebar-debar, senang juga melihat perubahan ekspresi para pemaki itu setelah tahu yang dimaki adalah cewek cantik. Hihi.
Sambil melanjutkan perjalanan kunaikkan kembali kaca mobilku dan mencoba konsentrasi nyetir. Tiba-tiba aku ingat. Waduh! Kondisi kerudungku masih melilit di leher dan bahuku terekspos! Omaigat. Ugh… Tadi kelihatan nggak ya? Kurasakan jok mobilku basah. Waduh parah deh. Aku terangsang banget sampai cairan memekku mengalir keluar. Tambah kebelet pipis lagi. Apa sekalian aku pipisin jokku ini ya? Pipis sambil nyetir. Hihihi. Jorok ah. >,<
Sesampai di kampus, aku berhenti sejenak untuk mengenakan pakaian sebelum memasuki tempat parkir. Tempat parkir kampusku menggunakan sistem self ticketing yang mengharuskan aku memencet tombol untuk mendapatkan karcis parkir. Meskipun tanpa penjaga, tapi di situ ada CCTV nya. Untung aku ingat, karena tadinya aku berniat baru mengenakan pakaian setelah benar-benar parkir di dalam, hahaha.
Setelah parkir aku buru-buru melangkah ke kelas. Telat banget! Yah salahku sendiri sih tadi main-main di jalan. Biar nggak rugi, sambil berjalan aku mengirimkan beberapa foto selfieku tadi ke grup. Ada beberapa obrolan di grup, tapi aku gak sempat membacanya.
Seperti kubilang tadi kuliah kali ini adalah kuliah yang sangat tidak digemari, bukan hanya olehku tapi kurasa juga semua mahasiswa lain. Ini mata kuliah umum nggak penting, tapi wajib lulus. Untunglah saat aku masuk kelas, dosennya juga sama-sama telat dan baru masuk. Kalau nggak pasti deh sudah disetrap aku. Yak, kayak anak SD aja emang. Sudah kubilang juga tadi kan? Bukan hanya mata kuliahnya, tapi juga dosennya yang nyebelin.
Keadaan di dalam kelas membuktikan pernyataanku. Separuh lebih peserta kuliah adalah mahasiswa senior, bahkan beberapa adalah mahasiswa yang sudah menempuh tugas akhir sebelum kelulusan. Ya, artinya mereka mengulang mata kuliah ini. Termasuk aku, hehe.
Kuliah 1,5 jam benar benar serasa 1,5 tahun. Super boring bin bikin bete. Dosen mata kuliah ini Pak Tarno namanya. Umurnya mungkin sudah di atas 50 tahun. Secara penampakan sudah terlihat sangat tua, tapi kondisi fisiknya sehat dan masih kuat. Kalau menjelaskan belibet, bertele-tele, nggak jelas, dan suka ngasih tugas bejibun. Mungkin sadar mata kuliahnya ngebosenin, pak dosen ini juga suka menyelipkan guyonan dalam mengajar. Tapi garing! Nggak lucu, dan mesum! Dan itu menambah daftar poin menyebalkannya. Salah satu nyebelinnya dosen ini adalah sifatnya yang mata keranjang. Meskipun, sebagai cewek yang hobi eksib, sifat mata keranjang cowok justru menyenangkan bagiku. Pingin deh dimatakeranjangin Pak Tarno. Dimatakeranjangin cowok muda dan sebaya sudah biasa, bagaimana kalau dengan laki-laki tua? Hahaha. Mikir apa sih aku ini? Gini deh kalau susah konsen. Tapi siapa juga yang bisa konsen ngikutin mata kuliah Pak Tarno ini.
Sambil sembunyi-sembunyi aku mengakses HPku. Tujuannya apa lagi kalau bukan melihat obrolan di grup. Tapi ternyata tidak banyak obrolan. Mungkin jam-jam segini pada sibuk dengan kegiatan masing-masing. Cuma ada Farah yang mengomentari dan memuji fotoku yang kushare tadi. Disusul Ochi yang menimpali. “Kayaknya kenal dengan jalan yang kamu lewati itu.” Begitu salah satu komentar Ochi mereply salah satu fotoku yang ada penampakan satu reklame jalan cukup besar dan jelas. Benarkah Ochi tahu jalan yang kulewati itu tadi? Jangan-jangan aku dan Ochi tinggal di kota yang sama kalau begitu. Ah, tapi reklame semacam ini kan mestinya ada di mana-mana ya? Pikirku.
Ai kemudian nimbrung dan tentu langsung memuji fotoku juga. Setelah itu dia mengirim video. “Hi hi… Tonton nih, audisi lucu banget deh!” Captionnya. Kupikir Ai mengirim videonya sendiri yang sedang eksib atau apa. Ternyata dia mengirim video lucu. Karna penasaran langsung aja kudownload dan play.
Video itu berisi rekaman audisi di salah satu episode American Idol. Peserta audisi seorang wanita gemuk yang tampak tidak percaya diri. Juri kemudian mempersilahkannya menyanyi. Dan…
“Aahhh… Auhh… Ohhh… Yess. Oh my Gooood!! Yess… Ahh!!!” Shit! Jebakan betmen!!! Aiiii kampret! Mana volume HPku lupa kekecilin lagi!
“Huahahahahah!!!” Seisi kelas langsung riuh oleh tawa peserta kuliah. Semua mata tertuju padaku yang pucat pasi.
“Wiihh… gue gak nyangka Dira nyimpan bokep! Bagi dong bokepnya DIra!!!”
“Hahaha…!!”
“Bokep atau rekaman pribadi nih!?”
Celetukan demi celetukan mengarah padaku. Sumpah malu banget! Sebagian dari mereka mungkin gak percaya kalau akan mendengar suara seperti itu dari handphoneku. Tentu saja itu karena aku biasanya dikenal sebagai cewek baik-baik. Gila banget malunya!! Ingin rasanya aku lari keluar dari kelas ini!
Pak Tarno dengan gusar menuju ke arahku. Duh, bakal diapain nih aku.
“Kemarikan HP kamu!” Bentak pak Tarno.
“Maaf pak, ini bukan film porno pak sumpah…” Ucapku panik mengetahui pak Tarno berniat menyita HPku.
“Saya dikerjain temen pak…”
“Nggak mau tau, yang jelas kamu main HP di kelas saya. Kemarikan!” Tegas pak Tarno.
“Mau dicopy tuh…” celetuk seseorang.
“Siapa yang bilang tadi? Mau saya keluarkan dari kelas?!” Bentak pak Tarno galak.
Aku tidak bisa mengelak. Dengan berat hati kuserahkan HPku. Padahal di dalamnya tentu banyak hal pribadi dan rahasia. Termasuk foto foto telanjangku tentunya. Semoga saja pak Tarno tidak mencoba mengakses HPku. Karna HPku sama sekali tidak kupassword, dan untuk membukanya cukup dengan kode kunci geser yang sederhana. Beberapa kali coba pasti ketahuan kodenya.
Jangan dibuka ya pak HPnya, please… Ucapku dalam hati. Harusnya aku mewanti wanti pak Tarno secara langsung, tapi aku khawatir pak Tarno malah penasaran dan beneran membuka-buka HPku. Duh sial banget ini gara gara Ai. Nanti kudamprat ah di grup. Pikirku kesal.
“Nanti ambil HPnya setelah kuliah!” Ujar pak Tarno. “Yang lain diam!”
Setelah itu pak Tarno memberi tugas mengerjakan soal di tempat. Harus selesai baru boleh pulang. Kupikir tugas ini hanya alasan pak Tarno saja supaya tidak harus melanjutkan pemberian materi kuliah. Dengan mahasiswanya sibuk mengerjakan soal, pak Tarno bisa duduk manis di mejanya sambil mengawasi dan melakukan hal lain, seperti mengakses HPku!
Dan ya, kekhawatiranku agaknya terbukti. Sambil mengerjakan soal aku tidak bisa menahan diri untuk terus menerus melirik pak Tarno di mejanya. Jelas kulihat dia menggeser-geserkan jarinya di layar sentuh HPku. Sepertinya dia berusaha memecahkan kode geser untuk bisa membuka HPku. Atau jangan-jangan dia sudah berhasil membukanya dari tadi? Kuharap dia gak berhasil membukanya. Duh, sungguh susah membaca raut, perubahan ekspresi dan gerak gerik pak Tarno. Aku hanya bisa berharap-harap cemas dan berusaha sebisa mungkin konsentrasi mengerjakan soal supaya cepat selesai. Makin cepat selesai makin cepat aku bisa mendapatkan HPku kembali.
Seharusnya boleh saja aku protes sekarang dan melarang pak Tarno. Tapi hal itu tidak berani kulakukan. Bisa dibayangkan susahnya aku konsentrasi saat itu. Satu persatu mahasiswa selesai mengerjakan soal, mengumpulkannya dan mendapat ijin pulang. Makin kulihat mahasiswa yang pulang, makin aku susah konsentrasi. Akhirnya beberapa soal terakhir kujawab dengan asal dan aku berhasil menyelesaikannya bersamaan dengan 3 mahasiswa terakhir.
“Ambil HPnya di lab. 10 menit lagi. Bapak mau ke kantor dulu naruh berkas berkas.” Ucap pak Tarno ketika aku menyerahkan tugasku. Ish! Kenapa nggak langsung diserahkan sih!!? Umpatku dalam hati. Jadi nggak enak nih perasaan.
Lab yang dimaksud pak Tarno sebenarnya adalah bekas lab yang sudah tidak terpakai di lantai 3. Tidak terpakai karna fakultasku baru membangun lab baru dan sekarang sedang proses memindahkan peralatan dari lab lama ke lab baru tersebut. Tidak mungkin yang dimaksud pak Tarno adalah lab baru, karna lab baru memang belum bisa diakses.
Dan sampailah aku di bekas lab lebih dulu dari pak Tarno. Seperti kuduga. Lantai 3 ini sangat sepi. Dari 10 kelas di lantai ini, semua kosong dari kegiatan kuliah. Aku memutuskan menunggu di luar lab. Tak sampai semenit kemudian pak Tarno datang dengan senyum yang tak jelas apa maksudnya.
“Kenapa nunggu di luar? Ayo masuk.” Suruhnya.
“Di sini aja pak, saya buru buru. Bisa langsung saya minta HP saya pak?”
Pak Tarno tertawa. “Kalau HP kamu mau saya serahkan semudah itu ngapain saya repot repot menyuruh kamu ke lab ini.” Ujarnya sambil melangkah masuk lab mendahuluiku. Perasaanku semakin tidak enak. Dengan berat hari dan perasaan cemas aku melangkah mengikutinya.
“Duduk.” Ucap Pak Tarno datar sambil menutup pintu setelah aku masuk. Aku tidak menurutinya. Berdiri lebih baik karena aku tidak ingin lama berurusan dengannya.
“Dira ya?”
“Iya pak”
“Semester berapa kamu?”
“Tujuh pak”
“Sudah ngulang kuliah saya berapa kali kamu?”
“Baru sekali pak” aku selalu menjawab pertanyaannya sesingkat mungkin.
Pak Tarno tertawa sebentar. Dia geleng-geleng kepala sambil menatapku. Sepertinya dia sedang memikirkan kalimat selanjutnya yang akan disampaikan padaku.
“Kamu… Ternyata nakal ya?” Ucapnya yang membuat jantungku berhenti sesaat. Aku menelan ludah. Tatapan mata pak Tarno terasa menusuk dan seolah ingin menelanjangi diriku.
“Mm… Maksudnya pak?”
“Hahaha… kamu tau pasti maksud saya.” Ujarnya sambil menyalakan rokok supaya terlihat santai.
“Sebenarnya saya nggak kaget juga. Secara jilbaban kamu gaul gitu… Mahasiswi sini yang jilbab lebar ekstrim aja saya tahu ada yang ternyata nggak bener juga kelakuannya. Jilbab cuma pencitraan aja.” Lanjutnya dengan nada mengejek.
“Bapak buka buka HP saya?”
“Haha, emang kenapa kalau saya buka HP kamu?”
“Itu kan privasi saya pak! Bapak melanggar privasi saya! Bisa saya tuntut…!”
“Hahaha… silahkan saja kalau mau menuntut! Trus kira-kira saya bakal dipenjara gitu ya? Sepadan nggak saya dipenjara dan foto-foto kamu tersebar luas? Saya juga bisa ngirimin foto kamu ke orang tua kamu sekarang juga!”
Aku terdiam. Sudah menduga bakal seperti ini ancamannya. Ancaman klasik namun efektif. Dasar cowok bajingan!!
“Terus bapak maunya apa?”
“Nah, gitu kan enak. Gak perlu saling mengancam…”
Aku terdiam lagi. Pak Tarno terkekeh sambil memandangiku dari kepala sampai ujung kaki.
“Kamu suka dengan apa yang kamu lakukan?” Tanyanya.
“Bukan urusan bapak.” Jawabku ketus. Pak Tarno tertawa.
“Hahaha… Bukan begitu. Saya tidak suka memaksa-maksa orang. Sudah saya bilang juga kita tidak perlu saling mengancam…”
“Lantas? Mau bapak apa? Saya tidak punya banyak waktu pak!”
“Kalau kamu suka melakukannya… dan saya tahu kamu suka…” Pak Tarno berhenti sebentar. Dia terkekeh lagi. “Saya tidak akan menghukum kamu Dira. Kamu berhak atas apa yang kamu sukai. Saya justru ingin berbaik hati dengan memberi kamu kesempatan untuk melakukan apa yang kamu suka. Di sini. Sekarang” Pungkasnya.
“A-Apa maksud bapak?”
Pak Tarno mendengus kesal. “Kenapa kok mendadak ****** kamu ya?” Hardiknya menyakiti perasaanku. Baru kali ini aku dikatai ‘******’ seumur hidupku. “Buka pakaian kamu semuanya, di sini. Sekarang. Di depan saya. Jangan tanya-tanya lagi!” lanjutnya.
“Jangan bercanda pak! Ini di kampus. Saya tidak mau!”
“Justru kamu suka kan? Kalau buka baju di rumah apa artinya? Tidak seru kan? Seru begini kan? Bapak tahu perempuan seperti apa kamu ini…”
“Nggak pak, saya nggak suka… tolong…”
“Jangan bohong!” Bentak pak Tarno memotong ucapanku.
Tak terasa mataku berkaca-kaca. Aku ingin menangis. Kenapa harus terjadi seperti ini? Keluhku dalam hati. Aku terdiam lagi tak tahu harus mengucapkan apa.
“Saya menunggu… terserah kamu katanya buru buru. Kalau saya sih punya banyak waktu, Hehehe…”
Aku mengutuki diriku. Belum lama tadi di kelas aku berkhayal bagaimana kalau pak Tarno melampiaskan sifat mata keranjangnya padaku. Bagaimana kalau pak Tarno yang seumuran ayahku memandang mesum pada diriku. Mupeng, terangsang dengan tubuhku. Dan ternyata.. Be careful to what you wish for. Hati-hati dengan apa yang kamu inginkan. Pesan itu benar benar cocok dengan kondisiku sekarang.
Entah kenapa aku begitu sulit melakukan perintah pak Tarno. Padahal dia benar! Ya, aku suka telanjang, lebih suka lagi di tempat umum, lebih suka lagi jika ada orang yang melihat ketelanjanganku. Kesenangan terakhir ini jarang bisa aku dapatkan. Hanya dengan Eko, Dodi dan teman-teman Shinta aku pernah mengalami kesenangan tiada dua itu.
Kini aku diberi kesempatan untuk melakukannya lagi. Bersenang-senang dengan ketelanjanganku. Di kampus yang masih ramai jam belajar mengajar. Di lab yang bisa diakses siapa saja. Dengan penonton yang ideal pula! Orang yang jauh di bawah levelku, status sosial yang berbeda, dan sangat mata keranjang! Aku seharusnya berteriak girang dan berterimakasih pada pak Tarno. Seharusnya aku bersimpuh di depannya dan bersujud padanya.
“Wuihh… kamu ada grup khusus sesama penyuka eksibisionis yaa? Fakta menarik ini. Hahaha… gila, anak jaman sekarang makin parah aja!” Ucap pak Tarno terkekeh, sambil melirik ke arahku dan melanjutkan melihat HPku. Sial! Kini dia mengakses whatsappku. Aku terdiam menahan marah.
“Hahaha… Mungkin perlu bapak catat ini nomornya teman-temanmu, siapa tahu salah satunya mahasiswi bapak juga, hahaha!” Tawanya terdengar makin menyebalkan.
Aku meradang. “Jangan pak!” Bisa gawat kalau pak Tarno benar-benar mengintervensi privasi grupku.
“Apa kamu bilang?”
“Jangan pak, please… Saya akan turuti bapak sekarang!” Aku sungguh enggan melakukannya. Entah kenapa naluri eksibisionisku tidak muncul sekarang. Mungkin karena kemarahanku dan kebencianku pada pak Tarno. Mungkin karena aku dipaksa melakukannya, bukan atas keinginanku sendiri. Tapi, telanjang tetap telanjang, meski tidak ada kenyamanan sama sekali, aku akan melakukannya sekarang.
“Menuruti saya? Saya tidak memerintahkan apa-apa! Saya hanya memberi kamu kesempatan! Lakukan atas kesadaran sendiri!”
“Iya pak… saya mau melakukannya sendiri…” ucapku sambil mulai melepaskan satu kancing bajuku. Tanganku sangat gemetar karna takut campur marah.
“Eit… sebelum mulai, kamu harus bilang apa sama saya?”
“Mm… Makasih pak… atas kesempatannya.” Ucapku tanpa ketulusan sama sekali.
“Makasih kenapa?”
“Karna… saya boleh telanjang di sini… Di depan bapak juga.”
“Oo kamu senang telanjang ya?”
“Senang sekali pak…” Kampret! Bandot tua ini malah mempermainkan aku.
“Haha… baiklah, eh minta ijin dulu dong…? Nggak sopan… dimana tata krama kamu?”
“Pak tolong ijinkan saya telanjang sekarang, please… Saya sudah tidak sabar…” Ucapku gusar.
“Hahaha… Baiklah baiklah…. Gitu aja kok ngambek sih manis? Hehehe… Ya sudah silahkan telanjang sekarang…”
“Makasih pak…” Ucapku memasang senyum tak ikhlas. Akupun mulai melucuti pakaian, dimulai dari kerudungku, dilanjut dengan melolosi satu persatu kancing bajuku.
“Aduh aduh… aurat kamu jadi kelihatan… Gimana nih, saya nggak boleh melihatnya kan? Saya keluar dulu atau gimana cantik?”
“Ja… Jangan pak, di sini saja. Gapapa, aurat Dira boleh dilihat kok sama bapak…” cegahku. Aku mengerti dan mengikuti permainannya. Bajuku sudah terlepas dari tubuhku. Giliran rok panjangku yang dengan mudah melorot melewati kaki jenjangku begitu kait dan retsletingnya kubuka. Aku melangkah keluar dari rokku yang terhempas di bawah kakiku. Kini aku hanya mengenakan bra dan celana dalam saja di depan pak Tarno. Darahku berdesir. Jantungku berdetak kencang. Aku mulai terangsang. Ugh.. Bisa juga aku terangsang dalam kondisi terpaksa dan tertekan seperti ini. Semoga aku bisa menikmatinya, harapku. Meski begitu, aku tetap cemas akan sejauh mana pak Tarno memanfaatkan keterdesakanku.
“Aduuhh bagusnya tubuhmu… Wah saya jadi merasa bersalah nih Dira… bukannya hanya suami kamu saja kelak yang boleh melihatnya ya? hehehe”
“Nggak pak… Bapak juga boleh kok! Tapi jangan bilang-bilang ya… Saya buka sekarang boleh pak? Tapi dilihat ya…” Ucapku tetap berusaha senyum-senyum sambil menurunkan kedua tali bra dari pundakku.
“Baik Dira manis, dibuka aja… Boleh ya aurat kamu diumbar begitu? Kamu nggak takut dosa?”
“Mmm… Takut sih pak, orangtua Dira juga sering ingetin kalau nunjukin aurat itu dosa, tapi Dira kan pingin sekali telanjang di depan bapak…” Jawabku sambil membuka bra. Kedua payudaraku kini terekspos tanpa penghalang apa-apa lagi dari pandangan pak Tarno. Dia memandang buah dadaku dengan tatapan cabul!
“Hehe, ya sudah kalau begitu dosanya kita tanggung bersama ya…?” Ucapnya ngawur. Aku balas senyum kecut saja.
Tinggal satu langkah lagi, akupun akan telanjang bulat. Dengan antusias pak Tarno mengabadikan dengan menggunakan kamera HPku. “Cantik sekali Dira… Gimana ya kalau foto ini dikirim ke orang tua kamu…?”
“Jangan dong pak! Kalau dikirim nanti Dira dipingit di rumah. Nggak bisa telanjang telanjangan lagi deh di kampus bareng pak Tarno”
“Hehehe, baiklah, saya kirim di grup kamu aja ya… Ayo celana dalamnya dibuka dong, biar sempurna ketelanjangan kamu…”
Aku menurutinya. Kulolosi satu-satunya penutup tubuhku yang tertinggal ini. Polos sudah kini diriku tanpa sehelai benangpun di hadapan pak Tarno. Si Dosen tua mesum paling menyebalkan sejagat raya!
“Hahaha…” Tawa pak Tarno puas sambil terus memotret.
“Pak tolong jangan share foto Dira..” Pintaku cemas.
“Lho kenapa, ini kan di grup kamu, kamu suka kan dipuji-puji sama teman-teman kamu? Hehehe…”
“Biar nanti Dira share sendiri, biar surprise pak…” Ucapku beralasan. “Mmm… Terus bapak mau ngapain nih? Mau lihatin Dira aja?” Lanjutku genit.
“Hahaha… Emang kamu pingin diapain manis?” Ucap pak Tarno sambil melangkah ke arahku. Dibelainya rambut dan wajahku. “Kamu cantik sekali Dira…” ucapnya. Aku memejamkan mata. Aku kini benar-benar panik dengan apa yang akan dilakukan pak Tarno. Tubuhku menggigil. Tangan pak Tarno mulai beralih turun membelai pundakku dan mengarah ke payudaraku. Aku mati kutu. Salah ucap aku tadi. Maksudku tadi hanya menyuruh pak Tarno untuk onani seperti yang selalu dilakukan Eko. Apa dia mengira aku mengundangnya untuk menyetubuhiku? Arghh… jangan sampai! Duh, bagaimana caranya aku bisa melepaskan diri dari keadaan ini?
“Aahhh….!” Desahku. Aku membuka mataku, ku lihat dirinya sibuk memperhatikan setiap lekuk tubuhku. Terutama buah dadaku. Pak Tarno kini meremas remas payudaraku dan memilin-milin putingku.
“Kamu terangsang sekali Dira manis. Putingmu sangat keras.” Bisiknya sambil menjawil-jawil dan memainkan putingku, kemudian menggigit telingaku. Aku dirangsang habis-habisan! “Bagaimana dengan vaginamu? Apakah sudah basah juga?” Tangannya kemudian turun menelusuri pinggangku. “Kamu sempurna sekali. Tubuhmu ramping ideal. Tidak heran kamu suka memamerkannya…”
“Mm… Makasih pak…” ucapku gemetar. Tidak bisa dipungkiri, aku suka dengan pujian pak Tarno. Dan ya… Aku terangsang, vaginakupun sudah terasa sangat basah. Apa jadinya jika pak Tarno mendapatinya?
“Jangan pak…” Cegahku menahan tangannya. Tapi tenagaku yang lemas ternyata tidak sebanding dengan kekuatan tua bangka ini. Shit…! “Aahhhh…!” Dalam hatiku mengumpat, tapi mulutku tak ayal mendesah.
Jari pak Tarno kini membelah bibir vaginaku. Serrr… cairan beningku seketika mengalir keluar membasahi jemarinya.
“Hahaha…” Pak Tarno terkekeh girang. Jarinya makin liar dan hendak menusuk ke dalam. Jelas aku langsung berontak dengan segala upaya. Pak Tarno menahanku dengan kuat. Jarinya masih gagal merangsek masuk ke dalam memekku. Tapi tubuhku kini sudah terkunci dalam cengkeramannya. Aku tak kuat mengelak.
“Jangan pak…!” Hanya pintaku yang semoga bisa mencegahnya.
“Jangan apa manis…?”
“Dira masih perawan pak… Please…”
“Ooh… Hahaha… benar benar tidak disangka.. maaf maaf… hampir saja tangan saya mengambil perawan kamu. Sayang dong ya? Hahaha…” Gelaknya sambil membuka celana.
Oh tidak, apa yang dia lakukan? Apakah pak Tarno berpikir akan mengambil keperawananku? Astaga penisnya sudah tegang sekali! Aku makin panik melihat pak Tarno sudah mengeluarkan penisnya dan mengacungkannya ke arahku. Dia benar-benar sudah bernafsu.
“Pak… jangan begini pak… Please…” sekuat tenaga aku menahan tubuhnya yang merangsek memelukku. Pak Tarno benar-benar berpikir akan menyetubuhiku! Dan tenagaku tentu tidak kuat menahannya. “Pak… please… Ini di kampus pak! Saya akan teriak!” Mendengar ancamanku pak Tarno spontan menghentikan aksinya.
“Apa maksud kamu?!” Hardiknya.
“Ini terlalu jauh pak, please kita sudahi saja…!”
“Apa-apaan, kamu mempermainkan saya!?” Ujarnya meledak.
“Tidak pak… Maaf ini terlalu jauh pak, please!” Tangisku mulai pecah. Pak Tarno benar-benar menyangka aku mengundangnya untuk menyetubuhiku tadi. Pak Tarno mundur ke arah mejanya dan mengambil HPku.
“Tinggal sekali tekan, semua foto kamu akan terkirim ke nomor orang tua kamu!” Ujarnya sambil menunjukkan HPku.
“Ja… jangan pak please!”
“Kalau begitu jangan mempermainkan saya!”
“Saya tidak mempermainkan bapak… huhuhu…” ucapku terisak.
“Banyak bicara kamu, pecun! Naik ke meja sekarang, telentang!” Bentak pak Tarno yang benar-benar lupa diri sekarang. Agaknya nafsu sudah menguasai dirinya. Aku sendiri tidak punya daya apa-apa, hanya bisa terus berusaha memohon.
“Pleasee… Pak…”
Tapi tiba-tiba…
“Hentikan pak, sudah!!”
Tiba-tiba terdengar suara perempuan dari balik meja di bagian belakang ruangan lab.
Kaget. Reflek aku dan pak Tarno menengok ke arah suara. Seorang mahasiswi senior muncul sambil.mengacungkan HP. “Saya merekam semuanya pak! Dari awal!” Tukasnya.
“Apa-apaan kamu Ros?” Hardik pak Tarno.
“Kak Rossi… Se..Sejak kapan?” Ucapku masih terkaget-kaget sambil berusaha menutupi tubuhku.
Kak Rossi adalah mahasiswi senior di fakultasku. Dia satu angkatan di atasku. Kami beda jurusan, tapi sama-sama mengulang kuliah pak Tarno.
“Pakai baju kamu Dira…” Suruh kak Rossi.
“B-Baik kak…” Tanpa perlu disuruh dua kali aku segera menyambar baju dan rokku untuk kembali kukenakan. Kepalaku masih dipenuhi pertanyaan, tapi itu bisa menunggu.
“Rossi… kamu sejak kapan di situ?!” Tanya pak Tarno gusar.
“Bapak juga dipakai lagi celananya! Masukkan penis kecil bapak! Jijik ngeliatnya…” Kak Rossi balas menghardik dengan berani.
“Kurang ajar kamu…!” Pak Tarno meradang.
“Maaf pak, tapi bapak juga sudah kelewatan. Bisa-bisanya bapak sampai mau memperkosa mahasiswi bapak sendiri!” Ujar kak Rossi sambil dengan sigap merebut HPku dari tangan pak Tarno yang lengah.
“Bapak lupain apa yang barusan terjadi di sini, kami juga akan melupakan.”
“Hapus rekamannya Rossi!”
“Ini jadi jaminan bapak tidak macam-macam lagi…! Dan satu lagi, saya dan Dira tidak akan ikut kuliah bapak lagi. Luluskan kami…!”
Kak Rossi melirikku yang sudah mengenakan pakaian. “Yuk Dira…” Ajaknya menarikku keluar. Kami keluar meninggalkan pak Tarno sendirian yang entah masih shock atau apa, kami tidak peduli. Apakah ini sudah berakhir? Pikirku dalam hati serasa tak percaya. Begitu saja? Semua terasa begitu cepat.
“Kak Rossi…” ucapku sambil terus berjalan.
“Nanti…” jawab kak Rossi, seperti membaca pikiranku. Kami tergopoh-gopoh menuruni tangga. “Kamu masih ada kuliah?” Tanyanya. Aku menggeleng.
“Ya sudah aku antar pulang ya…? Kamu naik apa?”
“Mobil kak…”
“Siniin kunci mobil kamu, aku yang nyetir…”
“Nggak usah repot-repot kak…”
“Gapapa, jangan nolak.” Sahutnya tegas. “Nanti aku gampang dijemput adikku.”
***
Di perjalanan pulang aku duduk terdiam di samping kak Rossi yang menyetir. Pikiranku masih agak kalut. Benar-benar pengalaman yang sama sekali tak kuinginkan. Nyaris diperkosa dosenku sendiri!
Kak Rossi melirikku dan tersenyum. Entah kenapa aku jadi canggung. Aku bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih. Aku tidak begitu akrab dengan kak Rossi. Atau bahkan bisa dibilang tidak akrab sama sekali. Dia seniorku yang cukup jadi primadona di fakultas. Parasnya sangat cantik ditambah keanggunannya yang selalu memakai jilbab dan pakaian yang sopan. Meski banyak yang mengincarnya, setahuku dia tidak pacaran. Tapi entahlah.
Kak Rossi kembali melirikku. Lalu tertawa kecil. “Udah Dira… lupain aja, dijamin pak Tarno nggak akan macam-macam lagi. Kamu juga nggak perlu ikut kuliahnya dan ketemu dia lagi. Hihihi…” hiburnya.
“Mm… Makasih ya kak…” ucapku lirih dan tersenyum.
Kak Rossi tertawa lagi.
“Kamu belum nyadar juga ya…?”
“Ee… Sadar apa kak?”
“Kamu Dilla kan? Dilla, Dira… Hahaha…”
Deg! Jantungku berhenti sesaat.
“A-aku nggak tau maksud kakak…?”
“Dira… Eh, Dilla… Hihihi… ini aku, Ochi!” Kerlingnya.
Haaaaah?
Kak Rossi. Ochi. Rossi, Ochi.
Astaga.
***************
Bersambung…