Ini yang Kuinginkan Part 6

0
2349

Ini yang Kuinginkan Part 6

Saat ini aku sedang tidur-tiduran di kamar. Rasanya malas banget untuk gerak. Apalagi cuacanya juga mendukung karena mendung terus sejak pagi. Kerjaanku dari tadi hanya mainin handphone, ngelihatin foto-foto yang ada di galery handphoneku, khususnya foto-foto terakhir yang ku ambil. Yaitu foto-foto ketika aku liburan ke rumah orangtuaku dan foto-foto ketika liburan ke Derawan.

Selama liburan di rumah orangtuaku aku tidak kemana-mana dan hanya di rumah saja. Palingan cuma nemenin mama ke pasar. Tapi aku senang, karena aku niatnya emang pengen ketemu dengan orangtuaku saja. Di sana aku jadi anak gadis yang baik dengan bantu-bantu bersihin rumah sama bantu-bantu mama masak, dan pastinya pakaianku selalu sopan dan tertutup seperti yang selama ini diajarkan orangtuaku.

Seminggu setelah liburan di rumah orangtuaku aku lanjut liburan bersama dengan temanku Shinta ke Derawan. Kelakuanku saat liburan di sana malah berbanding terbalik dengan ketika liburan di rumah orangtuaku. Aku kembali bertingkah seperti gadis nakal dengan buka-buka aurat sembarangan. Dari tidak memakai jilbab, memakai baju yang ketat, bahkan sampai telanjang bulat lagi di hadapan cowok-cowok yang bukan muhrimku. Kejadian yang paling berkesan plus menegangkan tentu saja ketika aku telanjang bulat dan difoto-foto di tempat terbuka. Nggak nyangka juga sih. Aku sebenarnya gak ada niat untuk pamer-pamer, apalagi sampai bugil. Tapi aku jadi ikut-ikutan karena para cewek, yaitu Maudy dan Shinta, pada nekat ngelepasin penutup tubuhnya. Lagian banyak yang ngerayuku untuk mau ikutan bugil. Untungnya gak ada yang kenal aku di sana. Satu-satunya yang pernah melihat aku berpakaian tertutup dan berjilbab hanya Shinta. Aku yakin Shinta juga tidak menyangka kalau aku yang biasanya berpakaian sopan berani juga tebar aurat.

Begitu kontras kedua liburanku itu kalau dibandingkan. Kalau ditanya mana yang lebih menyenangkan, aku akan jawab keduanya. Yang satu aku senang karena bisa ngumpul dengan orangtuaku. Yang satunya lagi aku juga senang karena bisa berlibur di tempat yang keren banget dan bisa ‘sedikit’ pamer. Aku juga kenal teman-teman baru. Untungnya para cowok di sana nggak ada yang macam-macam ketika aku nekat buka-bukaan. Semua bisa dipercaya, seperti Dodi dan Eko.

Hmm…. Eko. Sudah lama juga aku tidak melihatnya. Tu bocah apa kabarnya ya? Ish, kok aku jadi mikirin dia lagi. Bodoh ah akunya. Ngapain juga mikirin dia. Aku kemudian memutuskan untuk bangun dari tempat tidur. Rasanya sudah cukup malas-malasannya. Mungkin kalau dibawa mandi bisa bikin lebih semangat gerak.

Aku langsung menuju ke kamar mandi yang ada di kamarku. Gak ada acara lepas-lepas baju karena aku memang sudah telanjang bulat dari tadi, lebih tepatnya sejak mandi pagi kemaren, haha. Itu berarti sudah 24 jam aku gak pakai apa-apa. Belakangan ini kalau di rumah aku betul-betul udah gak pakai pakaian sama sekali lagi. Bahkan sesudah menutup pintu setelah pulang dari luar aku langsung menelanjangi diri di ruang tamu. Duh mama… makin lama makin gak bener aja kelakuan anak gadismu ini. Iya, bukan orangtuaku yang salah tentunya. Mereka sudah mendidikku dengan baik. Akunya saja yang makin lama makin nakal dan makin lacur. Entah sebutan apa lagi yang cocok di alamatkan padaku. Karena memang gadis dari keluarga baik-baik seharusnya tidak semudah itu kasih tonton aurat-auratnya.

Ku perhatikan bayangan diriku di cermin depan wastafel. Aku bangga dengan tubuhku yang menurutku sempurna. “Ih, Mama ini… tubuh sebagus ini seharusnya nggak disembunyikan terus di balik pakaian yang tertutup kan Ma?” Haha, ngomong apa sih aku. Kalau Mama dengar aku ngomong gitu bisa kacau urusannya. Tujuan orangtuaku menyuruhku memakai pakaian yang menutup aurat tentunya untuk menjauhkanku dari hal-hal yang tidak diinginkan, lagipula itu merupakan kewajiban.

Tapi… aku selalu suka mendengar orang-orang yang memuji keindahan tubuhku. Baik dari cewek-cewek apalagi dari para cowok. Semakin lama aku semain gampang mengumbar aurat. Semakin aku nekat pamer aurat, semakin banyak pujian yang ku dapatkan. Bahkan itu bukan lagi kata-kata pujian, tetapi kata-kata jorok yang seakan melecehkanku. Mendengar pujian plus kata-kata jorok itu membuatku jadi horni dan semakin menjadi-jadi untuk menunjukkan aurat-aurat lain yang lebih terlarang untuk dipertontonkan. Jadi jika ada yang merayuku untuk lebih buka-bukaan aku susah untuk menolaknya. Tapi aku tetap teguh hanya sekedar mempertontonkan aurat. Meski akhir-akhir ini aku sudah sampai dipegang-pegang, namun aku masih bisa menahan diri untuk tidak melakukan perzinahan yang sesungguhnya. Gak boleh sampai ML di luar nikah! Apalagi dengan sembarangan orang. Tapi… sampai kapan aku bisa menahannya?

Mungkin… anjuran Mama yang memintaku menikah setelah kuliah ada bagusnya. Jadi aku bisa terhindar dari dosa yang semakin besar. Ah, aku gak mau mikirin dosa. Aku semakin merasa bersalah nanti. Untuk sekarang ku nikmati saja apa yang aku suka. Menikmati apa yang sebenarnya aku mau.

Ku hidupkan shower dan mulai mandi. Ih, kok gampang banget sih aku terangsang sekarang. Karena sentuhan tangan sendiri di buah dadaku aja aku udah merem keenakan. Kalau lagi horni gini kan aku jadi pengen pamer lagi. Aku jadi pengen orang-orang melihat tubuhku dan memujiku lagi. Seingatku sih hari ini kiriman paketku datang. Kalau itu mas-mas yang biasa nganterin, mungkin aku akan menyambutnya dengan telanjang bulat. Atau telanjang bulat tapi masih pakai jilbab? Ya ampun Dira, mikir apa sih kamu. Malah tambah horni kan mikirin begituan. >,<

Aku kemudian lanjut mandi dengan benar dan berusaha nggak mikir yang aneh-aneh lagi. Perutku sudah lapar. Aku pengen cari sarapan. Saat aku selesai mandi akupun memutuskan untuk langsung pakai baju. Kalau bukan karena pengen cari serapan pasti aku bugil terus deh, haha. Seperti biasa, kalau aku keluar rumah pakaianku harus sopan dan tertutup dong. Lagian aku cari serapannya masih di sekitar lingkungan rumahku. Jadi pakaianku nggak boleh yang aneh-aneh. Tidak lupa aku juga memakai jilbabku. Jilbabnya model segi empat biasa, tapi aku gak pakai peniti karena malas repot. Setelah selesai berpakaian, akupun bersiap pergi.

Namun tak ku sangka, ketika membuka pintu depan aku melihat Eko dan komplotannya berada di depan pagar rumahku! Ngapain mereka? Entah sudah berapa lama mereka di situ. Langsung saja ku suruh mereka masuk. Soalnya nggak enak dilihat tetangga.

“Kalian masuk deh, ngapain di sana!” seruku pada mereka.

“Eh, i-iya kak” jawab mereka serempak. Mereka kemudian masuk dengan kepala menunduk. Ada yang sambil saling bisik-bisik. Tampak jelas kalau mereka malu dan segan berhadapan denganku.

“Udah lama di sana? Kok gak masuk aja?” tanyaku ketika mereka sudah berada di teras rumah.

“Kita baru datang kok kak”

“Oh… terus mau ngapain?” Aku pasang wajah jutek.

“A-anu kak… kita mau minta maaf” ucap Eko. Yang lainpun mengikuti. Ku perhatikan mereka satu-persatu. Aku tersenyum geli dalam hati melihat ekspresi mereka yang takut-takut gitu, padahal malam itu mesum banget, haha.

“Yuk masuk… Kita ngomongnya di dalam aja,” ajakku kemudian. Mereka mengiyakan dan mengikutiku masuk ke dalam. Sekarang kami sudah duduk di ruang tamu.

“Jadi kalian ke sini mau minta maaf ya?” Aku masih sok jutek.

“I-iya kak…. Soalnya kita udah bikin kakak marah hari itu,” jelas Arman. Hmm… Aku sebenarnya tidak yakin apa mereka benar-benar salah sehingga harus minta maaf. Karena malam itu akulah yang marah-marah nggak jelas setelah mendengar Eko sudah punya pacar dan udah ML dengan pacarnya. Kalau ucapan maaf mereka itu karena kelakuan mesum mereka padaku itupun juga nggak perlu. Karena akulah yang sudah memancing mereka sampai berani berbuat cabul. Aku sudah mengikhlaskan ketelanjanganku dinikmati mata mereka dan ikhlas digerepe-gerepe mereka malam itu. Jadi, kalau dipikir-pikir sih mereka sebenarnya nggak salah sama sekali dan nggak perlu minta maaf.

“Iya kak, mau kan kakak maafkan kita?” ucap Eko kemudian. Duh bocah ini, dia gak sadar kalau karena dialah aku jadi marah-marah waktu itu. Tapi ya sudahlah… aku nggak mau mikirin itu lagi. Malah aku… entah kenapa aku senang bisa melihat Eko lagi. Aku kemudian tersenyum mengangguk pada mereka. Seketika mereka terlihat girang.

“Udah? Apalagi?” Kesan juteknya sudah hilang karena aku udah terlanjur ngasih senyum barusan, haha.

“Itu aja sih kak, kami hanya mau minta maaf aja… Kakak ga marah lagi kan?” tanya Arman.

“Kakak pikir kalian mau merkosa kakak… Habisnya datangnya rame-rame gini, hihihi” Duh ngomong apa sih!? >,<

“Mau banget kalau boleh” Si Riki langsung nyahut setelah dari tadi hanya diam. Kalau yang beginian bocah itu selalu yang paling vokal. Dasar.

“Yeee… yang namanya merkosa itu ya pemaksaan, mana ada merkosa dibolehin sama yang diperkosa, bego ih…” balasku.

“Kalau gitu kakak suka rela aja…”

“Ih, dasar kamu ini… Jangan ngarep deh” ucapku yang langsung dibalas tertawaan mereka. Aku berusaha santai di tengah obrolan yang menjurus cabul ini. Deg-degkan juga sebenarnya. Aku harap mereka beneran gak ada niat untuk merkosa aku.

“Oh ya, kakak mau kemana?” tanya Eko kemudian yang sepertinya sadar kalau aku mau pergi. Eko tentunya tahu betul kalau aku berpakaian sopan begini pasti karena ingin keluar rumah.

“Mau cari serapan sih tadi…”

“Oh… kakak belum serapan ya?” tanyanya lagi.

“Iya… keburu kalian datang soalnya”

“Kakak mau serapan apa? Biar aku pergi beli kak…” tawar si Riki cepat.

“Hahaha… Baik banget… ya udah kalau kamu mau. Tolong beliin kakak lontong sayur yah…. Yang di samping mini market itu lho… Eh, kalian udah serapan belum? Pasti belum juga kan?” Aku keluarkan dompetku dan mengambil selembar uang seratus ribu “Nih, beli untuk kalian juga…” ucapku sambil menyerahkan uang tersebut pada Riki.

“Hehehe, udah cantik, baik lagi” sahut Riki.

“Kak Dira emang yang terbaik deh, beruntung kita bisa kenal kak Dira” ujar Didik.

“Iya… makasih ya kakak cantik, hehe” ucap Arman juga. Senangnya dipuji, hihihi. Seperti yang mereka bilang, mereka memang beruntung bisa kenal aku. Mereka pasti rugi banyak kalau nggak main-main ke rumah aku lagi. Tapi kayaknya aku memang udah terlalu baik pada mereka. Bisa-bisa mereka bakal ngecengin aku tiap hari kalau gini. Gak mikirin ah. Terserah mereka mau ngapain asal nggak ganggu aku. Ku harap mereka juga tahu diri dengan tidak ngerepotin aku.

“Ya udah sana berangkat,” suruhku pada Riki biar dia cepat pergi. Aku beneran lapar soalnya!

“Oke kak” Rikipun langsung berangkat menggunakan motorku.

Singkat cerita, setelah Riki kembali kamipun serapan bersama. Aku sih nyaman-nyaman saja berada di tengah mereka. Aku percaya mereka tidak akan macam-macam tanpa seizinku. Sambil makan kami asik ngobrol dan bercanda. Seperti biasa, obrolan mereka sesekali pasti lari menjurus cabul. Kadang terdengar seperti melecehkanku. Aku maklumi saja karena mereka memang sudah begitu dari sananya. Bahkan kadang ku ladeni obrolan mereka karena moodku sedang bagus.

Mereka kembali memintaku untuk mengajari mereka. Sepertinya mereka masih punya semangat tinggi untuk belajar. Tapi sayang banget, aku sudah tidak niat lagi jadi guru. Meski mereka terus meminta tapi aku tetap tidak mau. Namun aku masih memperbolehkan mereka kalau sesekali ingin main ke rumahku. Dengan syarat janji tidak akan macam-macam. Mereka setuju. “Yang penting bisa ketemu kak Dira yang cantik dan seksi,” kata mereka.

“Oh ya, kakak gak ganti baju? Kan gak jadi keluar kak… ganti aja bajunya, hehe” usul Didik kemudian. Yang lain ikutan mengatakan hal yang sama. Duh, sepertinya mereka semua tahu kalau pakaianku memang tidak sesopan ini jika hanya di rumah.

“Ngapa? Ngarep kakak pakai baju apa emangnya?”

“Ya diganti dengan yang lebih santai… emang kakak gak kepanasan?” pancing Riki.

“Hmm… gak deh, kakak mau pakai ini aja…” jawabku simpel. Bisa aja aku menuruti keinginan mereka dengan berganti pakaian yang mengundang syahwat. Tapi aku tidak ingin pamer di hadapan mereka lagi. Takut keblablasan. Nanti kalau aku udah ganti pakaian dengan yang lebih minim, pasti ujung-ujungnya minta aku telanjang. Lalu pasti keterusan minta yang macam-macam. Mungkin seru dan menegangkan sih. Bisa aja sebenarnya karena aku memang menyukai sensasi telanjang dikelilingi cowok-cowok. Tapi tetap aja itu bahaya banget. Gak boleh sering-sering, apalagi di hadapan para abg penasaran ini. Aku rasa cukup sekali malam itu saja aku nyenengin mereka.

Aku harap mereka tidak terus merayuku, karena bisa saja aku berubah pikiran. Aku kan gampang banget nurut kalau udah dipuji-puji dan dirayu. Untungnya mereka memang tidak mendesakku. Pada akhirnya aku tetap memakai pakaianku ini, masih lengkap dengan jilbabnya.

“Kakak tinggal bentar yah… mau bersih-bersih rumah dikit… kalian anggap aja rumah sendiri. Kalau mau nyalakan tv silahkan, kalau mau main komputer di kamar kakak juga boleh” ujarku. Setelah aku berkata begitu mereka sebenarnya ingin membantuku bersih-bersih. Tapi aku tolak. Akhirnya mereka memilih untuk main komputer di kamarku. Boleh aja. Asal mereka gak berbuat aneh-aneh aja sih di sana.

Setelah beberapa saat berlalu, aku sudah selesai bersih-bersih. Capek juga. Panas. Jadi pengen telanjang dibuatnya. Tapi kan lagi rame. Telanjang nggak yaaah? hihi. “Boleh nggak sih Ma aku telanjang sekarang?” Lagi-lagi aku ngomong ngaco di hadapan foto orangtuaku yang dipajang di ruang tengah. Kok aku jadi sering ngomong seperti itu yah sekarang!? Kacau ih.

“Telanjang aja kak, hehe” tiba-tiba ada yang ngomong di belakangku. Terkejut aku dibuatnya. Ternyata itu Eko.

“Duh, kamu ini Ko, ngagetin kakak aja”

“Hehe, maaf deh kak… abisnya lucu dengar kakak ngomong sendiri gitu… Beraninya cuma lewat foto, coba ngomong langsung dong kak… hehe”

“Ih kamu ini…”

“Hehehe, maaf kak, maaf” dia tertawa, akupun ikutan tertawa. Gak kebayang deh apa jadinya kalau aku beneran ngomong gitu ke Mama. Yang pasti aku bakal ditampar.

“Kamu gak ikutan main?” tanyaku kemudian.

“Udah kak, bosan… ini rencananya mau pulang aja”

“Oh… Mau pulang ya… Yang lain masih main komputer?”

“Masih kak”

“Mereka gak berbuat yang aneh-aneh kan di kamar kakak?”

“Gak kok kak…”

“Bagus deh… awas aja kalau kamar kakak jadi berantakan” Aku meneguk air dari gelas yang sedang ku genggam, kemudian bertanya pada Eko. “Asik ya sekarang kamu udah punya pacar?” Ditanya begitu dia hanya senyum-senyum sambil garuk-garuk kepala. “Kok ketawa? Ditanyain malah ketawa…” ujarku lagi.

“Ya.. asik juga sih kak” jawab Eko kemudian.

“Oh… asik karena bisa ML ya?”

“Eh, i-itu… bu-bukan kok kak” Eko jadi salah tingkah.

“Hahaha, malah grogi kamu… Cantik ya pacarmu itu?” godaku lagi.

“Lebih cantik kakak sih…”

“Terus?”

“Iya… habisnya kak Dira gak mau aku ajak ngentot” jawab Eko dengan polosnya. Seenaknya aja dia jawabnya begitu. Meski terdengar kurang ajar, tapi itu mungkin memang jawaban yang jujur darinya. Aku tidak bisa marah.

“Duh… kamu ini Ko… Jadi kamu pacaran dan ML dengan pacarmu karena gak bisa ML dengan kakak?” tanyaku memastikan. Dia kembali garuk-garuk kepala cengengesan. Sepertinya memang itulah alasannya. Kok cowok itu seenaknya aja ya? “Terus kamu sering ML dengan pacarmu itu? Siapa namanya?”

“Susi”

“Iya, Susi… sering?” Aku sudah kayak polisi yang sedang introgasi saja nanya-nanya terus.

“Lumayan sih kak…” jawab Eko. Aku geleng-geleng kepala. Lagi-lagi aku merasakan perasaan aneh di dadaku. Mungkin itu rasa prihatin karena dia udah mengenal seks di usia semuda itu. Tapi mungkin juga itu adalah perasaan cemburu.

“Pakai kondom kan?”

“Ngg…. nggak kak”

“Duh… kalau dia sampai hamil gimana coba!? Atau kamu sampai ketularan penyakit gimana coba!? Kamu ini…” Aku jadi marah dibuatnya. Dia kayak anggap remeh aja pentingnya kondom. Nggak tahu deh dia itu memang gak tahu atau memang gak peduli. “Nanti biar kakak beliin untuk kamu!” ujarku kemudian.

“I-iya kak…” jawab Eko menunduk. Aku harap dia memikirkan apa yang kubilang dan menyadari kesalahannya. Terlalu banyak kebodohan yang sudah dilakukan bocah ini. Namun yang paling membuatku marah adalah karena dia menjadikan pacarnya sebagai pelampiasan. Itu sama saja dengan mainin cewek. Sumpah aku gak suka cowok kayak gitu. Aku tidak suka cowok yang ku kenal melakukan hal seperti itu.

“Ko… kayaknya kita gak bisa kayak dulu lagi” ucapku kemudian setelah beberapa saat saling diam.

“Maksud kakak?”

“Kakak tahu kalau kamu pasti kangen sama kakak… kamu datang ke sini pasti bukan sekedar ingin minta maaf kan? Tapi juga kangen pengen enak-enakan lagi kan sama kakak?”

“….”

Aku usap-usap kepala bocah itu. “Kakak nggak mau kamu menduakan pacarmu… Kakak mau kamu harus setia dan pegang komitmen kalau emang pacaran sama Susi… Kalau kamu masih mesumin kakak itu sama saja kamu mempermainkan pacarmu. Jadi, kakak pikir sebaiknya kamu gak usah main ke sini lagi. Hari ini terakhir ya sayang…”

“Kak… tapi…” Eko terlihat bingung. Raut wajahnya mengatakan kalau dia tidak terima dengan apa yang aku katakan. Dari raut wajahnya aku juga bisa melihat kalau dia sedih aku bilang begitu. Biarkan saja. Aku harap dia belajar dari kesalahannya. Aku ingin suatu saat nanti bocah ini jadi lelaki yang lebih bertanggung jawab. Terutama pada perasaan perempuan. Aku tidak ingin Eko jadi cowok brengsek. Jadi ini mungkin yang terakhir dia boleh main ke sini.

“Kamu janji yah jangan nyakitin hati pacarmu? Kamu harus janji bakal setia… bisa kan?”

Eko hanya mengangguk. Bocah itu harus menerimanya. Aku harus mengajarkannya untuk bertanggung jawab dengan pilihan yang dia ambil. Kalau dia sudah pacaran dengan Susi ya harus terus dengan Susi, jangan mesumin aku juga, bahkan menemuiku lagi juga tidak boleh. Kalau itu bukan Eko mungkin aku gak peduli, tapi aku sudah menganggap Eko seperti adik sendiri, bahkan lebih. Untungnya Eko tidak berubah pikiran dan mengatakan kalau dia akan ninggalin pacarnya demi aku. Coba aja kalau dia ngomong begitu. Karena kalau sampai dia ngomong begitu aku pasti akan marah banget.

“Kamu tunggu sebentar ya… kakak mau keluar dulu” kataku kemudian. Segera ku ambil kunci motorku dan langsung menuju ke mini market.

Di mini market aku membeli… kondom untuk Eko! Kok aku mau ya melakukan ini untuknya!? Aku cari mini market yang agak jauh dari rumah biar gak ada yang kenal aku. Duh, malu banget sebenarnya beli begituan. Kasirnya melihatku terus. Mungkin heran melihat cewek berjilbab membeli kondom dalam jumlah banyak. Kasirnya sampai bertanya untuk apa beli sebanyak ini. Aku jawab aja untuk pacarku. Sewaktu bertransaksi, di belakangku juga banyak yang antri. Mereka pasti juga heran. Seorang ibu-ibu bahkan sempat menceramahiku, bilang kalau seks bebas itu gak baik dan dosa. Aku diam saja karena malu. Ah… gila, malu banget! Setelah selesai cepat-cepat aku pergi dari sana. Aku gak mau ke mini market itu lagi!

Setelah sampai di rumah aku langsung menghampiri Eko. “Yuk kita ke kamar… tapi ini yang terakhir” ajakku menarik tangannya menuju kamar kosong. Eko nurut-nurut saja ku tarik. Setelah di kamar aku tutup pintu dan ku kunci biar gak diganggu sama teman-temannya. Jadi mereka nanti mengira kalau Eko memang sudah pulang. Aku juga sudah menyembunyikan alas kaki Eko tadi. Kamar ini biasanya dipakai orangtuaku kalau lagi kemari. Dan saat ini kamar tersebut dipakai anak gadisnya untuk berduaan dengan laki-laki di bawah umur yang bukan muhrimnya.

“Kakak tadi kemana?”

“Beli ini… untuk kamu” ucapku menunjukkan isi kantong plastik. “Kakak mati-matian nahan malu tau belinya, jadi kamu harus pake ini kalau mau ML sama pacarmu… oke?”

“O-oke kak… maaf yah kak”

“Iyaaah, gak papa… tapi kamu pandai kan makainya? Kalau nggak pandai sini kakak ajarin,” ucapku senyum-senyum. Ada-ada saja aku. Padahal aku juga gak ngerti. Mana pernah aku nyentuh beginian. “Yuk kita coba… cocok nggak kamu makainya, hihihii” ucapku lagi.

Dengan masih senyum-senyum ke Eko aku mulai membuka pakaianku satu persatu. Bukannya membuka jilbab terlebih dahulu, aku justru membuka baju dan celanaku terlebih dahulu. Akhirnya aku telanjang bulat, namun masih menyisakan jilbab. Semua aurat-auratku yang seharusnya gak boleh terlihat terpampang bebas, hanya rambutku yang tertutup oleh jilbab. Ya, aku memang pengen telanjang di depan cowok namun masih pakai jilbab saat ini. Aku tahu ini gak bener. Masa telanjang tapi masih pakai jilbab. Tapi kok asik ya. Rasanya gimana gitu. Campur aduk rasanya. Malah karena menganggap ini gak benar makanya aku jadi makin horni.

“Kak Dira makin cantik aja…”

“Hahaha.. makasih… kamunya aja yang lama gak lihat” balasku. “Emang cantikan mana sama pacarmu?” tanyaku tersenyum semanis mungkin sambil berpose di depannya. Aku berputar untuk menunjukkan bagian samping dan belakang tubuh telanjangku.

“Kakak dong…”

Aku tertawa mendengar jawabannya yang jujur. Tentu saja aku yang lebih cantik. Tubuhku kan emang selalu kujaga dan ku rawat. Apalagi selama ini juga selalu tertutupi pakaian yang sopan. Mungkin dia nyesal kali yah udah pacaran sama Susi. Rasain deh, hahaha. Aku kemudian mengambil bungkusan kondom tadi dan membukanya. Ku buka di depan wajahku sambil senyum-senyum nakal ke Eko. Entah apa yang ada dipikirannya. Dia mungkin sedang mupeng abis. Aku juga horni banget karena kelakuanku sendiri. Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya bakal pegang-pegang kondom gini.

“Sini” panggilku. Eko yang mengerti dengan cepat membuka seluruh pakaiannya hingga telanjang bulat. Tampak penisnya udah tegang banget. Bocah itu kemudian mendekat. Geli banget melihat Eko yang langsung ngocok-ngocok penisnya. Aku kemudian berlutut di depannya. “Ini kayak mana pasangnya ya…” gumamku. Baik aku maupun Eko sama-sama gak pengalaman pasang kondom. Tapi aku tahu teorinya sih. Lihat di film porno juga pernah sepintas.

“Langsung disarungkan aja kayaknya kak” ucap Eko memberi masukan. Eko ku yakin juga pernah melihatnya di film porno.

“Iya… gini kan?” Aku langsung menyelubungkan penis bocah itu dengan kondom. Ku lakukan pelan sambil sedikit mengurut penisnya.

“Ahh… kak”

“Kenapa?”

“Enak… hehe” ucapnya cengengesan. Aku tertawa kecil. Jantungku tentunya berdetak kencang saat ini. Benar-benar pengalaman baru bagiku memasangkan kondom ke alat kelamin cowok. Gila banget. Lebih gilanya lagi aku melakukannya sambil masih memakai jilbab namun telanjang. “Duh Ma… anak mama ini sudah seperti lonte berjilbab” aku bergumam pelan.

“Ngomong apa kak?”

“Eh, ng-nggak… Udah tuh… Cocok deh kamu pakainya” ujarku setelah selesai memasangkan kondom tersebut ke penis Eko. Lucu juga melihat penis bocah itu yang dibungkus begituan. Warnanya merah transparant, sungguh kontras dengan kulit penisnya yang gelap. Katanya sih ada rasanya, jadi pengen coba jilat, haha.

Aku lalu bangkit berdiri kemudian duduk di tempat tidur.

“Makasih kak…”

“Jadi ingat ya… kalau mau ML dengan pacarmu harus pakai kondom kayak gini”

“Iya…” Eko kembali mengocok penisnya sendiri. Jelas sekali kalau dia sedang mupeng berat. “Seandainya kakak mau aku entotin, pasti enak banget” Eko berkata vulgar.

“Ahh… kamu Ko…jangan maruk dong… udah punya pacar kok pengen ngentotin kakak juga” akupun juga membalas ucapannya dengan vulgar.

“Ayo dong kak.. mau dong aku entotin… kali ini aja… udah gak tahan nih kak…”

“Enak aja… nggak mau!”

“Ah kakak… plis kak… aku nafsu banget lihat kakak…” ucap Eko terus memohon. Ku lihat kocokannya makin cepat. Dia kemudian mendekatiku.

“Nafsu ya silahkan, tapi kamu tetap gak boleh setubuhi kakak”

“Tanggung nih kak.. udah pasang kondom juga” katanya lagi.

“Yee… kan gak berarti habis itu boleh ngentotin kakak… Kalau mau ngentot sana ke pacarmu”

“Aku pengennya sama kakak… gak tahan banget liat kakak” ujarnya yang kali ini berani pegang-pegang tanganku.

“Pokoknya nggak… Memohon seperti apapun kakak juga gak bakal bolehin…” kataku lagi yang membiarkan dia mengelus-elus tubuhku. Setelah capek memohon namun tidak ku bolehkan akhirnya Eko diam. Tapi sepertinya dia belum menyerah untuk bisa setubuhi aku. Tangannya masih belum berhenti mengelus-elus tubuhku. Sepertinya dia sedang membandingkannya dengan kulit pacarnya itu. Pasti beda jauh kualitasnya. Ya iya dong…

“Mulus kak… putih banget… ah kak Dira.. pengen ngentotin kakak” Eko kemudian naik ke tempat tidur. Dia lalu memelukku dari belakang sambil tangannya makin gila menggerepe-gerepe bagian depan tubuhku, terutama buah dadaku. Sambil menggerepe, dia terus mencium wajah, leher dan pundakku. Ah, gila.. aku horni dibuatnya. Dia kok agresif ya sekarang. Dulu gak gini-gini amat. Eko kayaknya sejak merasakan ML jadi makin parah nafsunya. Kalau gini terus aku bisa beneran disetubuhi Eko!

“Ah… Ko… kamu ini…” hanya itu yang bisa kuucapkan menerima perlakuan darinya. Aku tidak berusaha melepaskan diri. Justru terus menikmati apa yang dia lakukan ke tubuhku.

“Ngentot ya kak…” bisiknya pelan ke telingaku. Tangannya sedang menggeliti kedua puting buah dadaku.

“Ah Ko, geli…” rintihku. Eko cuek saja. Dia lalu menarik tubuhku jatuh hingga membuat tubuhnya tertindih olehku. “Aww Ko…” Hal yang terjadi selanjutnya yaitu kami jadi guling-gulingan. Bergantian saling tindih. Dia masih tidak henti-hentinya mencium wajahku sambil tangannya terus menggerepe-gerepe tubuhku. Bagian yang paling disentuhnya adalah buah dada dan pantatku. Duh, bocah ini betul-betul horni padaku. Dan dia juga tampaknya sedang berusaha membuat aku makin horni. Kacau nih. >,<

“Ngentot… pengen ngentotin kakak… Kak Dira yang cantik dan seksi.. aku pengen entotin kakak” Eko makin menjadi-jadi meracaunya. Satu tangannya kini berada di vaginaku dan mengelus-elus di sana sambil satu tangannya lagi masih asik bermain di buah dadaku. Aku singkirkan tangannya yang berada di vaginaku, namun tak lama dia kembali meletakkan tangannya di sana. Aku singkirkan lagi, tapi dia mengulangnya lagi. Ah… bocah ini. Akhirnya ku biarkan saja. Kalau hanya sekedar mengelus sepertinya tidak apa-apa.

Eko kulihat sudah keringatan, begitupun aku. Jilbab yang aku kenakan sudah berantakan. Karena gak pakai peniti maka jilbabnya mudah banget lepas. Dari tadi aku berkali-kali membetulkannya. Namun makin lama aku jadi makin gak punya kesempatan untuk membetulkannya karena Eko yang makin beringas. Pada akhirnya jilbab itu terlepas sepenuhnya dari kepalaku. Malah jadi alas tempat tidur. Jilbab yang seharusnya jadi penutup auratku kini malah jadi alas tempat aku bergumul dengan cowok yang bukan muhrimku. Astaga, ini jilbab pemberian mama kan!? Baru ingat aku. Duh… maaf yah Ma.

“Kak Dira emang yang paling cantik” ucap Eko sambil mengelus rambutku. Saat ini aku berada di bawahnya. Tubuhnya menempel menindihku dari atas. Wajah kami berhadap-hadapan. Karena tubuhnya yang lebih pendek, maka penisnya jadi berada di atas perutku. Untung saja aku lebih tinggi darinya. Kalau kelamin kami nempel kan gawat juga.

“Terus? Kenapa emang kalau kakak cantik?”

“Pengen aku entotin…”

“Ih kamu ini… dasar cabul!”

“Biarin… salah kak Dira sendiri nafsuin. Cantik banget lagi… Pasti banyak yang pengen ngentot sama kakak… Ayo kak ngentot sama aku aja”

“Bayar dulu sepuluh juta!” ucapku asal. Ih, kok aku malah kayak pelacur aja nyebut-nyebut harga. Tentu saja aku gak benar-benar berniat menjual harga diriku dengan harga segitu. Ditawari berapapun aku gak bakal mau. Perawanku mutlak untuk suamiku kelak.

“Yaah… mahal kak, mana ada aku duit segitu” balas Eko polos yang membuatku jadi tertawa.

“Ya udah, kalau gitu ya gak boleh, hihihi”

“Ih kakak ini” Dia lanjut menciumi wajahku. Sekarang tubuhnya malah naik turun menggesek tubuhku seperti setrikaan. Awalnya penisnya hanya menggesek di atas perutku, namun lama kelamaan makin turun hingga akhirnya menggesek tepat di atas vaginaku. Kepala Eko kinipun sudah berada di atas dadaku. Dia membenamkan wajahnya di sana. Sesekali lidahnya menjilati kulit payudaraku. Kadang mengulum ujung buah dadaku seakan ingin menelannya. Keenakan banget dia kayaknya. Dia betul-betul cowok yang paling beruntung karena bisa menikmati tubuhku habis-habisan seperti ini.

Goyangan Eko makin kencang. Akupun juga makin horni. Kami sama-sama larut dalam birahi. Ranjang tempat kami bergumul berderit kencang. Keringat terus membanjiri tubuh kami berdua. Eko terus meracau gak jelas bilang pengen ngentotin aku, meransangku secara verbal.

“Ngghh… Ko… kamu pengen ngentotin kakak ya?” Aku ikut meransang diriku sendiri dengan membalas kata-katanya.

“Ah… iya kak…”

“Pengen banget ya?”

“Iya kak…”

“Ngghh… Kakak sebenarnya pengen… tapi gak boleh, dosa”

“Gak apa kak… biar aja”

“Ahhh Ko…” Entah kenapa karena teringat dosa aku justru makin birahi. Tiba-tiba tubuhku mengejang kelojotan. Aku benar-benar gak tahan menerima perlakuan darinya. “Ah… Ko… kakak… ngghh, ngghhhh….” Aku klimaks!

Eko yang tahu aku sampai akhirnya berhenti menggesek. “Hehehe, enak yah Kak?” tanyanya cengengesan. “Coba aja kakak mau aku entotin, pasti lebih enak” Aku menjawab dengan tersenyum kecil, lalu mencubit hidungnya. Yang baru ku rasakan memang luar biasa nikmat. Walaupun aku bisa membayangkan kalau benar-benar bersetubuh itu pasti lebih nikmat, tapi tetap gak boleh. Aku masih menganggap kalau itu terlarang banget.

Aku dorong tubuh Eko. Lalu bangkit dari ranjang. Aku ambil jilbab yang jadi alas tempat kami bergumul itu. Tampak sekarang kalau jilbab itu jadi basah di beberapa bagian karena keringat kami dan cairan vaginaku. Duh… Jilbab pemberian mamaku kini jadi gak karuan. Mama gak boleh tahu kalau jilbab pemberiannya aku giniiin. Tapi aku entah kenapa malah suka melihat jilbabku jadi kotor gini. Apa dibuat lebih kotor aja ya.. disemprotin pejunya Eko mungkin, hihihi.

Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara teman-teman Eko yang memanggilku. Aku betul-betul lupa kalau mereka masih ada di sini. Keasikan sama Eko jadi kelupaan. Mereka sepertinya sedang mencari dimana aku berada.

“Iyaaa… kakak di sini!!” sahutku. Aku kemudian berkata pelan pada Eko “Ko… jangan berisik yah, kakak gak mau ketahuan sedang berduaan dengan kamu di sini” Ekopun mengangguk. Ku buka pintu dan hanya mengeluarkan kepalaku, sedangkan tubuh telanjangku ku sembunyikan di balik pintu.

“Kak Dira dicariin ternyata di sini, lagi ngapain kak?” tanya Didik.

“Lagi tidur… kalian mainnya di kamar kakak sih, jadinya kakak tidur di kamar ini” jawabku.

“Oh… lagi tidur… Biar aku temenin tidur kak, hehe” ucap Riki sembarangan. “Aku juga mau temenin kak” ucap yang lain ikut-ikutan.

“Hahaha, nggak mauuu” Tentu saja aku tolak. Tidur bareng dengan Eko aja aku sudah kerepotan. Apalagi kalau mereka juga ikut-ikutan. Makin terancam memewku nanti. “Emang ada apa cariin kakak?” tanyaku kemudian.

“Gak ada apa-apa sih kak… pengen lihat kak Dira aja, bosan main komputer…” jawab Arman sambil berusaha celingak-celinguk ke balik pintu. Sepertinya dia mulai curiga kalau ada yang gak beres denganku.

“Duh, kalian ini… kakak kira ada apa. Gangguin kakak tidur aja ih… Kalau udah bosan ya pulang aja, Eko udah pulang dari tadi tuh” ucapku berbohong.

“Kakak tidurnya telanjang ya?” tanya Arman akhirnya. Aaah.. Kok tahu sih? Dia sepertinya berhasil melihat tubuh telanjangku. Duh!

“Yang benar bro!??” Rikipun langsung berusaha ngintip-ngintip ke balik pintu dibuatnya, begitupun dengan Didik. Ya sudah deh, kalau udah ketahuan ya gimana lagi. Percuma disembunyikan lagi. Daripada mereka terus berusaha ngintip-ngintip ke balik pintu dan mendapati ada Eko di sana, mending aku jujur aja kalau beneran lagi telanjang.

Aku kemudian keluar dari balik pintu. Nekat memperlihatkan tubuh telanjangku di hadapan mereka. Pintu kamar tersebut langsung kututup begitu aku keluar.

“Wiiih… kak Dira beneran bugil brooo!”

“Seksi kak! Bikin nafsu!”

“Anjing… langsung ngaceng gue!” ucap mereka seketika. Aku tersenyum saja mendengar ocehan mereka. Aku malah suka dengar mereka berkata seperti itu. Awalnya aku berusaha menutupi vagina dan buah dadaku seadanya dengan tangan, tapi karena mereka sudah pernah melihatku bugil sebelumnya, akupun tidak menutup-nutupi tubuhku lagi.

“Padahal tadi gue mau pulang, tapi kalau kak Diranya bugil gini gue bertahan deh, hehe” ucap Riki ke teman-temannya.

“Iya, gue juga…” yang lain pada setuju.

“Hahaha, gitu amat… Kalian mau ngapain emangnya kalau kakak bugil?” ujarku.

“Ya gak ngapa-ngapain sih kak, senang aja liat kakak bugil”

“Iiih.. sana pulang! Kakak mau istirahat!” suruhku. Takut juga kalau mereka lanjut minta yang aneh-aneh. Cukup sekali hari itu saja. Aku gak yakin kalau kejadian hari itu diulang lagi vaginaku masih selamat.

“Yaah… kok pulang sih kak? Baru juga liat kakak bugil, biarin kami coli dulu kek” balas mereka keberatan. Mereka terus memohon padaku agar jangan mengusir mereka.

“Duh… kalian. Ya udah… kalian kakak bolehin coli deh, tapi habis itu langsung pulang ya” ucapku membolehkan. Malas berlama-lama meladeni omongan mereka. Riki, Arman dan Didik pun bersorak gembira. Mereka tanpa permisi segera menurunkan celana mereka dan langsung mengocok penis masing-masing di hadapanku. Betul-betul gak ada sopan santunnya. Tapi sebenarnya akulah yang lacur. Auratku itu harusnya aku jaga, bukan untuk dijadikan objek onani beramai-ramai. Ya kan?

“Ugh… kak Dira… sshh” mereka mendesah-desah keenakan sambil menyebut namaku. Aku sendiri hanya berdiri di hadapan mereka sambil terus tersenyum, kadang tertawa melihat ekspresi mereka. Sesekali juga omongan cabul mereka ku balas.

“Iya… enak ya? Suka ya lihat kakak bugil? Kakak biasanya selalu pakai jilbab lho ini… sekarang bugil khusus untuk kalian… jadi puas-puasin deh.. Ayo-ayo dikeluarin.. yang banyak” ucapku diakhiri desahan nakal untuk memancing nafsu mereka. Sepertinya ucapan-ucapan nakalku berhasil membuat mereka cepat muncrat. Tak butuh lama hingga akhirnya ketiga bocah itu menumpahkan sperma mereka. Lantai di depankupun jadi kotor berlumuran sperma bocah-bocah itu.

“Ah… enak banget kak…”

“Makasih ya kak…” ucap mereka begitu selesai ngecrot.

“Iya… udah kan? Sana pulang… tapi bersihkan dulu tuh sperma kalian” suruhku kemudian.

“Oke kak…” sahut mereka. Arman langsung ke dapur untuk mengambil kain lap.

“Eko rugi banget tuh cepat banget pulangnya, hahaha” ucap Riki bangga. Hahaha, padahal yang didapat Eko jauh lebih banyak dari yang mereka dapatkan.

Untungnya setelah itu mereka beneran pulang, gak nambah minta macam-macam. Aku antar mereka sampai ke depan pintu. Di sana Riki seenaknya mencium pipiku, lalu langsung kabur penuh kemenangan. Dasar dia ini. Untungnya Eko gak seliar Riki, kalau nggak vaginaku mungkin sudah lama hilang perawannya, hihihi. Duh, gara-gara kejadian barusan aku jadi horni lagi.

Setelah teman-teman Eko pulang aku kembali ke kamar tadi. Ku lihat Eko sedang tiduran sambil mainin hapeku. Mungkin sedang melihat foto-foto liburanku. Penisnya yang berselubung kondom itu masih tegang saja dari tadi.

“Sudah pulang kak mereka?”

“Udah… Hmm… Ko, pengen di sini aja atau pindah ke kamar kakak?” tanyaku. Aku tahu kalau dia pengen lanjut. Aku juga pengen lanjut karena udah terlanjur sange. Tapi meskipun lanjut tentu saja aku tetap gak akan bersedia disetubuhi. Setidaknya lanjut sampai dia muncrat saja.

“Terserah kakak aja kak”

“Ya udah, ke kamar kakak yuk..” ujarku. Ku tarik tangannya agar mengikutiku, membawa Eko sampai ke kamarku. Bagaimanapun memang lebih nyaman di sana sih. “Tapi ingat ya jangan sampai entotin kakak di sana… Kalau kamu sampai entotin kakak, kamu gak akan kakak maafin!” ucapku. Dia tidak menjawab dan hanya senyum-senyum. Dasar bocah ini. Dia sepertinya masih berharap. Pokoknya nggak boleh dan nggak akan!

Begitu sampai di kamar, Eko langsung memeluk dan menciumi tubuhku. Sepertinya pemandangan diriku yang telanjang bulat terlalu menarik di matanya. Bikin dia nafsu terus. Yaah… aku sih gak masalah dicium, dipeluk dan digerepe selama gak disetubuhi. Kami berdiri berpelukan hadap-hadapan. Karena dia lebih pendek maka kepalanya sejajar dengan dadaku. Eko menggunakan kesempatan itu untuk mengulum buah dadaku. Habis buah dadaku dicupanginya. Makin sange aku dibuatnya. Penisnya yang menegang dari tadi mengacung berada di bawah vaginaku, dijepit di antara pangkal pahaku.

Setelah beberapa saat Eko kemudian berhenti. Dari raut wajahnya tampak kalau dia belum puas mencabuliku, dia ingin lebih. Bocah itu menatapku penuh harap. Sambil mendekap memeluk pinggangku dia mulai menggoyangkan tubuhnya maju mundur seperti gerakan orang bersenggama. Dia belum berhenti untuk bisa menyetubuhiku! Karena aku hanya diam, dia kembali membenamkan wajahnya di buah dadaku. Namun kali ini tubuhnya terus bergerak maju mundur. Menggesekkan penisnya di antara pangkal pahaku.

“Ahhh… Ko… pelan-pelan aja…” ujarku. Namun dia tidak peduli. Padahal aku takut banget kalau penisnya itu tiba-tiba melejit masuk. Untungnya posisi penisnya masih lumayan jauh dari liang vaginaku. Setelah cukup lama Eko akhirnya capek sendiri. Dia akhirnya melepaskan tubuhku.

Karena aku juga capek, akupun langsung terduduk di lantai. Nafasku ikut terengah-engah seperti Eko. Eko sendiri tidak beranjak. Penisnya yang masih berselubuh kondom itu kini berada tepat di depan wajahku. Aku tatap mata Eko. Aku memang tidak akan menyerahkan keperawananku pada Eko, tapi mungkin aku bisa memberikan hal lain untuknya. Sesuatu yang belum pernah aku berikan pada Eko sebelumnya. Dan.. hap! Sambil masih melihat wajah Eko, ku masukkan penis bocah itu ke mulutku.

“Ngghh…” Eko langsung melenguh. Begitu Eko melenguh langsung ku cabut kembali.

“Kenapa?” tanyaku senyum-senyum.

“Enak kak, hehe”

“Suka?”

“Suka banget… lagi dong kak..” pintanya. Akupun mengiyakan. Aku beri dia senyuman semanis mungkin sebelum kembali memasukkan penisnya ke mulutku. Ah… Dadaku berdebar kencang. Gila, kok mau-maunya ya aku memasukkan alat kelamin cowok ke mulutku? Betul-betul murahan aku sekarang. Gak pantas banget aku melakukan hal sejorok ini. Namun karena sedang horni aku jadi mau. Malah aku yang inisiatif.

Siapapun pasti tidak ada yang menyangka kalau gadis sepertiku mau melakukan hal seperti ini. Di kamar sendiri dengan suka rela mau mengulum penis remaja tanggung yang bukan muhrimku. Aku bersimpuh di lantai dengan kedua tangan di depan menopang tubuhku dan kaki dilipat ke samping. Sedangkan bocah itu berdiri berkacak pinggang. Sungguh pemandangan yang sangat ganjil. Gak boleh ada yang lihat, apalagi dilihat orangtuaku!

Hmm.. enak juga ya rasanya ngulum penis berkondom. Ada rasa strawberrynya, hihihi. Eko mendesah keenakan seiring gerakan kepalaku yang maju mundur mengulum penisnya. Dia terus melirikku seakan sedang menikmati pemandangan yang ada di hadapannya. Akupun berusaha tersenyum dan membalas tatapannya sambil terus mengulum. Dia mungkin gak pernah membayangkan ada gadis kuliahan cantik yang mau mengulum penisnya tanpa paksaan dan tanpa bayaran. Meski ini yang pertama bagiku, tapi aku berusaha memberikan sebaik yang aku bisa. Aku ingin memuaskan bocah ini. Aku kemudian tidak lagi sekedar mengulum. Tapi juga memainkan lidahku di sana sambil sesekali penisnya ku kocok dengan tanganku. Makin keenakan si Eko.

Beberapa saat kemudian, Eko memegangi kepalaku.

“Mau kamunya yang gerakin sendiri ya Ko?” tanyaku padanya.

“Iya kak”

“Ya udah, silahkan” ucapku lirih. Aku kulum penisnya lagi. Namun pinggulnya yang tadi diam kini aktif bergerak maju mundur menyodok mulutku dengan batang penisnya. Eko mendominasi mulutku dengan penisnya! Ah.. gila deh. Aku malah suka diperlakukan seperti ini.

“Ah… kak Diraaa… mulut kakak bikin kontolku enak… ahhh…” Eko meracau.

“Nggghhh… mmhh…“ Aku sendiri hanya bisa mengerang-erang gak jelas. Semakin kurang ajar aku diperlakukan malah semakin pasrah aku dibuatnya.Seperti sebelumnya, walau agak susah aku terus berusaha tersenyum menatapnya meski mulutku sedang digenjotin. Seakan mempersilahkannya berbuat apapun yang dia suka pada mulutku dengan kontolnya.

“Ahhh… enak banget rasanya ngentotin mulut kakak… kak Dira cantik banget… aku suka”

Eko terus menyetubuhi mulutku. Gerakannya makin lama makin menghentak-hentak. Kadang dia berlama-lama membenamkan selangkangannya ke wajahku sehingga membuatku jadi susah bernafas. Terkadang ia menggenjot agak menyamping sampai ujung kepala kontolnya justru mentok ke pipi hingga membuat tonjolan bulat besar pada sebelah pipiku. Eko yang terbawa nafsu jadi semakin bejat memperlakukan diriku. Bocah itu lupa diri. Aku yang lebih tua darinya, lebih terdidik, dan lebih tinggi status sosialnya seharusnya dia perlakukan dengan hormat, bukan dilecehkan seperti ini. Namun aku juga sudah terbawa nafsu hingga pasrah diperlakukan apa saja oleh bocah yang sedari tadi berusaha merenggut kegadisanku. Aku yang lebih tahu sopan santun seharusnya juga tidak membiarkan diriku diperlakukan seperti ini.

“Kak Dira cantik kak… kalau mulutnya aku entotin… ngghhh” ucapnya terengah-engah.

“Mmmhh…” sambil terus menatap ke atas aku menjawab sebisaku.

Selagi mulutku disodok, aku terus memikirkan betapa nakalnya diriku yang sekarang. Semua ajaran orangtuaku jadi tidak ada artinya. Mereka pasti kecewa berat kalau tahu apa yang anak gadisnya lakukan. Capek-capek anak gadisnya dididik dengan benar, diam-diam malah terus bikin dosa yang kalau kesebar bisa bikin hancur nama keluarga. Ah… birahiku justru meledak-ledak karena memikirkannya! ‘Maafin Dira yah Pa, Ma… Dira janji gak akan ketahuan kok. Kalau ini memang dosa, biarkan Dira menikmatinya,’ batinku karena sedang sange berat.

Tidak lama kemudian aku merasakan penis Eko berdenyut. Eko membenamkan penisnya ke mulutku dalam-dalam lalu tubuhnya kelojotan. “Aaaahh… kak Diraaaaa” teriak Eko kencang. Bocah itu akhirnya muncrat. Karena penisnya terbungkus kondom, maka spermanya tertampung di ujung kondom. Gilanya aku juga orgasme! Aku orgasme karena mulutku disetubuhi! Saking horninya aku jadi ikut-ikutan orgasme dibuatnya. Lacur banget. Setelah selesai mengeluarkan spermanya, Ekopun melepaskan kepalaku.

“Hah hah…. Udah Ko? Hah hah… Enak?” tanyaku dengan nafas terengah-engah.

“Enak kak, hah.. makasih ya…” Eko menjawab dengan nafas yang juga putus-putus.

Ku bantu melepaskan kondom itu dari penisnya. Cukup banyak kulihat spermanya di ujung kondom itu. Hmm.. Jika sperma sebanyak itu masuk ke vaginaku mungkin aku bisa hamil kali ya. Kondom itu kemudian ku buang ke tempat sampah.

Karena capek, aku langsung ke tempat tidur dan berbaring di sana. Bocah itu juga ikut-ikutan. Dia tiduran di sebelahku. Kami ingin istirahat dulu. Kami sama-sama tahu kalau setelah ini kami masih ingin melakukannya lagi.

Setelah beberapa saat ku lihat Eko ternyata sudah tertidur. Sedangkan aku akhirnya bangkit dan memilih untuk main internet di komputer. Tiba-tiba aku kepikiran, apa jadinya ya kalau foto-foto erotisku yang diambil oleh Dodi itu diupload ke internet. Pasti bakalan banyak yang komentar dan memujiku. Hmm… penasaran. Mungkin nanti bisa dicoba, tapi tentunya wajahku harus disensor dulu biar gak ketahuan, haha.

Aku yang masih telanjang bulat kemudian keluar kamar. Aku beraktifitas dan keluyuran tanpa memakai pakaian sama sekali. Dari mencuci piring hingga menonton tv. Akhirnya Eko bangun dan kamipun nonton tv berdua. Di sana, Eko kembali mencabuliku. Bocah itu tidak ada puas-puasnya! Akupun mempersilahkannya berbuat apapun yang dia inginkan ke tubuhku. Kami bergulingan dan saling tindih di atas karpet. Kelakuan kami seperti sepasang kekasih yang sudah lama tak berjumpa. Ingin terus berduaan dan menempel seharian. Namun sayangnya ini akan menjadi yang terakhir. Seperti yang ku katakan padanya, setelah ini dia tidak boleh lagi main ke rumahku. Dia harus setia dengan pacarnya.

“Kak… nungging dong… aku mau selipin penis aku dari belakang” pinta Eko yang langsung kuturuti. Bocah itu tidak lagi merengek minta ngentot denganku. Eko sepertinya sudah mengerti kalau bagaimanapun aku tidak akan bersedia dia setubuhi. Dia pastinya juga tidak mungkin tega untuk melakukannya dengan paksa. Jadi dia pengen memanfaatkan kesempatan yang ada sebaik mungkin.

Saat kami sedang asik, ternyata kurir yang anterin paket itu datang. Eko segera menghentikan aktifitasnya. Namun aku menahannya. Kali ini aku berniat untuk tampil lebih nekat di hadapan kurir itu. Untungnya itu mas-mas yang biasa anterin, yang sudah berkali-kali melihatku dengan tampilan yang mengundang syahwat. Akupun segera ke depan untuk membukakan pintu, namun aku bilang ke Eko untuk terus memelukku. Ya… aku akan menemui kurir tersebut bersama Eko yang sedang menempel denganku! Yang mana kami masih sama-sama telanjang bulat! Ini sih bukan nekat lagi, tapi gilak!

“Eh… m-mbak Dira… ngapain?” Tentu saja kurir tersebut terkejut melihat apa yang ada di hadapannya. Ada seorang gadis dewasa cantik telanjang bulat lagi dipeluk seorang bocah dekil yang juga telanjang bulat. Kondisiku yang berantakan dengan tubuh basah dan rambut acak-acakan lepek karena keringat memberikan kesan kalau kami baru saja melakukan persetubuhan.

Aku tersenyum saja “Mana mas yang harus aku tanda tangani?” ujarku pura-pura cuek, padahal deg-degkan banget. Melakukan hal segila ini tentunya membuat dadaku berdebar kencang gak karuan. Malu banget! Telanjang bulat aja udah malu, apalagi tampil berdua dengan Eko dengan kondisi begini. Namun perasaan malu dan deg-degkan itulah yang bikin asik. Tapi aku binal banget yah nekat kayak gini. Auratku terumbar dan bagian-bagian terlarang tubuhku tidak kututupi sama sekali, terus dipeluk sama cowok abg pula. Kurir tersebut pasti makin menganggap kalau aku adalah cewek murahan.

“Dia siapa mbak?” tanya kurir itu lagi setelah ku kembalikan bukti terima yang sudah kutanda-tangani.

“Hmm.. pacar aku”

“Waahhh… kirain itu adeknya”

“Iya sih mas adek… adek ketemu gede” ucapku ngasal.

“Hebat banget kamu dek bisa punya pacar cewek kuliahan, cantik dan seksi lagi” ucap kurir tersebut pada Eko. Bocah itu tersenyum bangga, lalu memelukku dengan erat, tangan Eko meremas pantatku hingga membuat aku menjerit kecil.

“Awwhh… Ko… jangan nakal di depan orang” ucapku. Eko cengengesan. Dia yang tadi malu-malu kini malah terlihat senang mengerjaiku. Sedangkan kurir itu makin mupeng.

“Duh… maaf mbak, saya jadi gak tahan… boleh nggak saya nonton mbak Dira ngentot?” pinta kurir itu. Haha, dia benar-benar berpikir kalau aku dan Eko abis ML.

“Mas pengen lihat?”

“Pengen lah mbak… apalagi kalau boleh ikutan, hehe” jawabnya. Sepertinya aksiku kali ini sudah membuat mas-mas ini kehabisan kesabaran. Padahal selama ini dia masih bisa nahan diri dan gak banyak cincong. Melihat aku telanjang bulat dengan Eko akhirnya membuat dia tidak tahan juga untuk ‘icip-icip’. Tapi tentu saja permintaannya itu aku tolak. Aku lebih suka membiarkannya terus penasaran.

“Maaf yah mas, lain kali aja… sekarang mas pergi dulu ya… kami mau lanjut soalnya…” ucapku malu-malu.

“Ohh… gitu ya mbak, ya udah deh tidak apa-apa…” ucapnya kecewa. Untungnya dia terlalu baik untuk tidak memaksa. Akhirnya diapun pergi. Seperti biasa, sebelum dia pergi aku memintanya untuk jangan bilang siapa-siapa. Dan akupun selalu percaya dia tidak akan bilang siapa-siapa karena dia sendiri yang akan rugi. Tapi kalau besok-besok mas-mas itu datang lagi apa yang akan kulakukan!? Duh…

“Yuk Ko.. lanjut…” ujarku ke Eko setelah menutup pintu.

“Kak Dira emang gak malu ya tadi?” tanya Eko. Aku hanya tersenyum. Malu banget Ko!!

Akupun melanjutkan perbuatan tak pantas itu lagi dengan bocah ini. Aku dan Eko kembali bergumul panas. Kali ini kami melakukannya di teras belakang rumah di samping kolam ikan. Melakukannya di tempat terbuka sensasinya memang beda. Aku kembali horni. Semua yang sudah ku lalui bersama Eko hari ini membuat birahiku makin menjadi-jadi. Aku sange berat! Aku gak bisa menahannya terus. Vaginaku makin terasa gatal ingin dimasuki alat kelamin laki-laki. Meski aku tidak ingin, tapi tubuhku tidak bisa menolaknya. Aku sempat berpikir apa kuserahkan saja perawanku untuk bocah ini. Tapi cepat-cepat ku buang pikiranku itu. Aku dorong tubuh Eko sebelum terlambat.

Aku putuskan untuk ngasih Eko oral lagi, kali ini tanpa kondom. Sepertinya hanya itu jalan keluarnya. Supaya Eko gak tersiksa pengen ML tapi ketahan. Supaya Eko gak terus-terusan merangsangku. Dan supaya ini cepat berakhir. Meski Eko gak sengebet sebelumnya, tapi aku takut kalau ujung-ujungnya justru aku yang ngebet pengen disetubuhi olehnya.

Penis bocah itu kembali kumanjakan. Tidak hanya menggunakan mulutku, tapi juga tangan dan buah dadaku. Eko sempat-sempatnya mengambil foto-fotoku dengan hapenya. Biarlah, mungkin sebagai kenang-kenangan untuknya. Ekopun akhirnya muncrat. Kali ini ku biarkan dia muncrat di dalam mulutku. Mati-matian aku menahan amis pejunya yang kental. Sambil menerima semburan pejunya di mulutku aku terus berusaha menatapnya biar dia senang. Ahh… hari ini aku melakukannya terlalu jauh sampai-sampai bersedia menampung sperma di mulutku segala, ternyata begini rasanya sperma. Gak enak banget! Cepat-cepat ku muntahkan. Di dekatku ada keran air. Segera aku kumur-kumur di sana. >,<

Aku yang kebelet kencing akhirnya malah jongkok di tepi kolam ikan dan kencing di sana. Eko melongo melihatku yang kencing sembarangan. Pemandangan ini tentunya juga sangat seksi di matanya.

“Kenapa? Kakak kebelet tau!” ucapku senyum-senyum. Dengan tiba-tiba aku lalu menarik tangan Eko dan mendorong tubuhnya ke kolam tersebut. Diapun kecebur masuk kolam. Iseng banget aku, hihihi. Ikan-ikan di sana pasti kaget. Mana tadi aku kencingi lagi. Maaf yah ikan… ^o^

“Ahhh… kakak ini” rengek Eko. Aku tertawa cekikikan, tapi akupun kemudian malah ikut masuk ke kolam. Telanjang berdua dengan Eko di sana. Kolam tersebut dalamnya hanya sepahaku. Terus terjadi acara siram-siraman yang lebay banget. Aku jadi basah gara-gara main air di kolam ikan yang penuh lumut dan airnya kehijau-hijauan itu. Tapi aku gak mau lama-lama karena airnya bikin gatal. Dari sana aku langsung mandi, tentunya bareng Eko.

Tapi itu adalah penutup.

Acara mandi bersama tersebut menjadi aktifitas terakhir kami untuk hari itu… dan mungkin untuk selamanya.

Hari ini adalah yang terakhir.

***

Setelah mandi baik aku maupun Eko lebih banyak diam. Kami sama-sama tahu kalau setelah ini mungkin kami tidak akan bertemu dalam waktu yang lama. Menjelang sore, akhirnya Eko harus pulang. Dia sempat bertanya sekali lagi apakah benar dia tidak boleh main ke rumahku lagi. Aku jawab tidak boleh. Bagaimanapun dia harus komitmen kalau memang pacaran dengan Susi. Jadi dia seharusnya tidak dekat dengan cewek lain. Tidak boleh main ke tempatku. Apalagi melakukan hal mesum padaku. Aku ingin dia menjaga perasaan pacarnya. Aku tidak ingin pacarnya itu hanya jadi pelampiasan karena dia tidak bisa ML denganku.

Ekopun tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya bisa bilang kalau dia akan menepati janjinya untuk setia dengan pacarnya. Ekopun kemudian pergi. Cukup berat langkahnya pergi dari rumahku.

“Cowok kok jalannya lesu, yang tegap dong…” teriakku sebelum dia menutup pagar rumahku. Eko hanya tersenyum, lalu menghilang dari pandanganku.

Bukan Eko saja yang merasa kehilangan. Akupun juga. Aku sudah terlanjur nyaman dengannya. Aku senang melakukan hal mesum dan dimesumi olehnya. Hanya dengan Eko aku nekat membiarkan tubuhku diekspos dan dijamah habis-habisan. Hanya Eko yang ku percaya melakukan hal sejauh itu padaku. Dengan Eko rasanya sangat berbeda. Tapi ku rasa ini adalah keputusan yang tepat. Ini demi kebaikan bocah itu sendiri. Aku ingin Eko menjadi cowok yang bertanggung jawab. Cowok itu harus bisa menanggung akibat dari pilihan yang dia ambil. Cowok itu harus bisa menjaga perasaan cewek. Cowok itu harus setia dengan pasangan yang dipilihnya. Setidaknya cowok yang aku kenal harus seperti itu. Dan aku ingin Eko seperti itu.

Jadi….

“Selamat tinggal, Eko”

Bersambung…..

Daftar Part