Buku Lawas Part 15

Buku Lawas Part 15
Desa Paijo
Pergi ke desa buat Paijo selalu dirindukannya, biasanya sejak bekerja di rumah papa Astrid, Paijo rutin pulang menjenguk ibunya dua bulan sekali. Itupun naik bus yang menghabiskan waktu sekitar 8 jam perjalanan masih juga disambung naik kendaraan angkutan desa, sejenis angkot sih, selama 1 jam, sambung lagi jalan kaki sepanjang 2 km atau kadang naik ojeg.
Namun kali ini, Paijo pulang ke desa setelah sebenarnya baru dua minggu yang lalu dia pulang ke desanya menjenguk ibunya.
Tidak naik bus yang berdesak2an dan suka ngetem lama mencari penumpang, namun naik mobil honda city yang bagus dan mewah milik mas Kresna.
Untungnya desa Paijo sudah memiliki jalan beraspal dan cukup lebar, sehingga kendaraan yang mempunyai land clearance cukup rendah ini tidak tergesek2 atau ngejeduk dengan jalan.
Desa Paijo terletak di kaki gunung lawu di sisi jawa timur. Perjalanan memerlukan sekitar 6 jam dari Jakarta setelah adanya jalan tol sampai solo, keluar solo naik ke karang anyar turun di magetan.
Sepanjang perjalanan lepas solo dan karang anyar sungguh sangat indah pemandangannya serta sangat sejuk udaranya.
Matahari sudah tergelincir menuju sore ketika mobil mas Kresna memasuki desanya. Tentu saja kegemparan terjadi di desanya karena Paijo pulang diantar mobil mewah oleh jejaka yang gagah ganteng serta gadis yang sungguh cantik jelita serta berdandan sangat trendy.
Bagitu sampai depan rumahnya Paijo langsung turun dan membuka pintu rumahnya. Didapatinya emaknya sedang memasak di dapur.
“Maaak Paijo Pulang maaakkk”
Emak Paijo seketika bangkit dan memeluk anak semata wayangnya yang kini dihadapannya.
Ada rindu yang luar biasa…
Ada keharuan disana…
Ada setumpuk harapan bagi anaknya…
Entah kenapa kali ini emak Paijo tak berhenti menangis memeluk anaknya. Rasanya anaknya kini semakin menjadi dewasa dan luar biasa dimatanya. Ada rasa bersalah dalam dadanya mengingat anaknya tidak seperti teman2nya yang sekolah sampai tinggi, Paijo tak lulus SD bahkan.
“Kenapa mak menangis mak?”
“Duh anakku, semalam mak bermimpi kamu kejatuhan bulan nak, tanda2 kamu akan memperoleh derajat yang tinggi, cuma mak jadi sedih nak, mimpi itu seolah hanyalah bualan tidur semata, mak merasa berdosa karena tak mampu menyekolahkan kau sampai tinggi nak, sejak ayahmu meninggal mak tak punya apa2 untuk menyekolahkanmu.
Maafkan mak ya nak”
“Dduh kirain apa mak, mak Paijo bawa oleh2 untuk mak, nih Paijo bawain HP buat mak, jadi kalau mak kangen Mak bisa telpon Paijo mak”
“Duh lha mengko pulsa e tukune piye Joo?, kowe ki aneh2 kok”
(Duh nanti pulsanya belinya bagaimana jo, kamu nih aneh2 saja)
“Ha ha ha, pulsanya nanti Paijo yang beli mak, dari Jakarta nanti belinya, mak tinggal make doang kok”
“Mana HPnya coba mak lihatnya”
“Ha ha ha, sabar mak, jangan nangis pokoknya, Paijo diantar anak2nya juragan pulang ke rumah mak, Paijo malu kalau mak nangis”
“Iih iya iya, nih mak sudah ga nangis Jo”
“Ha ha ha, yuk mak ke depan, nemuin anak2nya juragan Paijo mak”
***
Sesampai di depan rumah, mak Paijo kaget bukan kepalang,
“eh Kinanthi eh Atmo ?”
Astrid dan Kresna yang mendengar celoteh mak Paijo juga kaget sekali, kok bisa2nya mak Paijo menyebut nama papa mamanya ?
“Eh, maaf kenalkan bu, saya Astrid dan ini mas Kresna, mmmm yang ibu sebut2 tadi adalah papa mama kami bu”
“Lhhhaaaahhh jadi kamu ini anaknya Atmo dan Kinanthi ?”
“Iya bu, kami ini putra putrinya pak Atmo dan bu Kinanthi”
Mendengar itu, mak nya Paijo menangis tersedu2, sambil terduduk di kursi tamunya yang entah masih layak disebut kursi atau sekedar papan kayu yang tersusun mirip kursi saking sederhananya dan bulukannya.
Paijo yang melihat tiba2 maknya menangis tersedu2 kaget bukan kepalang,
“Mak, ada apa tho mak, kok sampai begitunya mak menangis, ada apa tho mak, mbok ya sudah jangan menangis ga enak sama tamunya mak”
“Duh gusti, terima kasih ya tuhanku, Paijo sekarang ikut orang baik2 keturunan baik2, terima kasih ya tuhanku”
“Ada apa tho mak ?”
“Ada apa tho bu ? Kok kayaknya ibu kenal dengan papa mama kami?”
“Mmm ga ada apa2 kok, Jo kamu siapkan tempat tidur di kamarmu ya, biar nanti mas Kresna tidur disana. Mbak Astrid tidur di kamar emak, emak mau masak dulu buat makan malam. Nak Astrid, nak Kresna, monggo silahkan masuk
Maaf rumah Paijo kayak begini kotor dan jelek, kayak kandang saja, maaf”
“Ga papa bu, sebenarnya kami mau ke hutan sana sebentar buat nyari pohon bakal bonsai bu”
“Mmm gitu ya, Jo kamu antar tamu2nya nyari pohon di hutan ya, biar bisa dapat yang bagus kayaknya disebelah timur ada jo dekat pancuran”
“Baik mak, monggo mbak Astrid dan mas Kresna, ikuti saya yuk”
***
Benar kata mak Paijo, didekat pancuran tumbuh subur pepohonan serut yang bentuknya sudah luar biasa dari sononya. Dan bibit pohon asem, sawo dan banyak lainnya siap untuk diambil dan di bawa pulang ke Jakarta.
Beramai mereka membawa setidaknya 15 pohon bakalan untuk bonsai yang sangat bagus kualitasnya dari segi mutu pohon bakalan dan bentuknya.
Sudah menjelang maghrib ketika mereka akhirnya selesai dengan urusan pohon2an dan menyimpannya di bagasi mobil.
***
“Monggo den silahkan dicoba den, masakan desa Paijo yang sederhana. Ga kaya makanan kota sih, cuma ini bisanya kami den, monggo dinikmati”
Dimeja makan telah tersedia sambal terasi, goreng tahu dan tempe, ayam goreng serta sayur lodeh. Semuanya serba hangat dan baru selesai dimasak.
“Duh ibu, ini sudah sangat banyak bu, enak2 lagi saya sampai mau nambah rasanya ha ha ha”
“Monggo den, silahkan nambah saja, ga papa kok, ibu masak khusus buat aden berdua, masakan ini kesukaan Paijo soalnya, masakan ala desa den”
“Bu, kalau boleh tahu, ibu namanya siapa? Nanti kami akan sampaikan kepada papa mama, kalau ibu kenal mereka”
“Mmm ibu bernama Sulastri dan Bapaknya Paijo bernama Sukarno den, itu saja, soal kenal dan seterusnya biar papa dan mama aden berdua yang cerita ya, sampaikan saja salam hormat dari maknya Paijo dan ucapan terima kasih telah menerima Paijo bekerja disana”
“Baik bu, nanti kami akan sampaikan”
“Jo habis ini jalan2 yuk ke Kota Magetan ? Dah lama aku ga kesana Jo”
“Monggo mas, paijo bantu2 mak beberes dulu ya mas”
“Husssh antar tamu dulu kamu Jo, soal beberes gampang, biar mak saja”
“Ibu istirahat saja ya bu, ayo Jo kita cuci piring dulu, kamu bawain yang kotor2, mbak bawain makanan yang sisanya biar disimpan dilemari dulu jo”
“Eehhh ga usah den…”
“Ha ha ha ga papa bu, ibu istirahat dulu, biar Astrid dan Paijo yang cuci piring saya biar myapu2 dulu, soalnya habis makan banyak masa duduk manis bu, monggo ibu silahkan duduk iatirahat dulu”
Kresna dan Astrid memang terbiasa untuk hidup di desa sebenarnya, dulu sekali, kala kakek nenek Astrid dan mas Kresna masih hidup, Magetan dan Madiun adalah tempat menghabiskan musim libur mereka berdua.
Hidup di pedesaan sudah biasa bagi mereka, makan makanan pedesaan juga sudah menjadi bagian hidup mereka berdua. Tanpa adanya pembantu, mereka terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah dan memasak dwngan menggunakan tungku.
Dulu mereka berdua sangat menikmatinya.
Sekarangpun seolah nostalgia bagi mereka.
***
Lapas maghrib Paijo mengantar mbak Astrid dan mas Kresna jalan2 keliling kota Magetan, sekedar mencari makanan kecil dan minuman panas.
Tak lupa mereka membeli jajanan di kota untuk dibawa pulang ke rumah Paijo.
Sepanjang perjalanan tampak keakraban mereka bertiga, kadang mereka bersenda gurau seolah tanpa batas. Kadang saling menggoda ataupun sekedar saling melempar candaan yang kadang lucu kadang garing, apalagi kalau Paijo yang bicara.
Mereka kembali ke rumah Paijo hampir lewat pukul 10 malam. Setidaknya mereka masih bisa istirahat malam itu dan besok pagi2 sekali pulang ke rumah, jakarta.
Malam itu Astrid benar2 tidur pulas di kamar maknya Paijo dan mas Kresna pun sama. Paijo dan mak nya tidur di amben di ruang depan. Suatu hal yang lumrah kalau tamu dipersilahkan tidur di kasur sementara tuan rumah tidur di amben (sejenis tempat tidur tapi tanpa kasur, terbuat dari bilah2 bambu)
Paijo juga tertidur pulas, baginya tidur dimana saja sama saja, karena memang sudah terbiasa seperti itu.
Mak Paijo saja yang tidak bisa tidur malam itu, semalaman dipandanginya wajah anaknya tersayang satu2nya.
Anaknya yang malang karena maknya tak bisa menyekolahkannya…
Anaknya yang malang karena jadi yatim setelah ditinggal mati bapaknya kala maknya mengandungnya..
Anaknya yang hidup penuh penderitaan…
Anaknya yang luar biasa tabah dan tahan hidup dalam hinaan dan cercaan kawan2nya karena kemiskinannya…
Malam itu mak nya Paijo mengenang kembali kehidupannya yang penuh penderitaan, dimulai sejak hubungannya dengan bapak Paijo yang tak direstui orang tua bapaknya Paijo. Yang berakhir tragis dengan diusirnya bapak nya Paijo oleh orang tuanya demi dirinya Sulastri seorang gadis desa yang tak berpunya.
Ketidaksetujuan akan pasangan hidupnya oleh orang tuanya, dijawab dengan cara menghamili Sulastri kekasihnya. Itulah yang membuat kalap bapak ibu Sukarno, sehingga mengusirnya dan tak.mengakuinya sebagai anak.
Suatu reaksi yang tak disangka2 oleh Sukarno, sehingga akhirnya mereka hidup dalam hinaan cercaan dan makian para tetangga. Karena hamil diluar nikah adalah Aib.
Keluarga Sulastri merasa terhinakan oleh reaksi itu, saat itu bagaimanapun juga terpaksa mereka menikahkan keduanya secara sederhana dan ternyata para tetangga mereka tak ada satupun yang menghadirinya.
Pukulan bathin inilah yang membuat bapak ibu Sulastri akhirnya meninggal dalam kondisi mengenaskan karena tekanan bathin yang bertubi.
Sukarno sendiri hidup menderita karena malu dan terlebih karena merasa menjadi orang yang menyebabkan kedua mertuanya meninggal. Tak lama kemudian Meninggallah Sukarno karena sakit.
Sulastri melahirkan bayinyandalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Tanpa orang tua tanpa suami, hanya karena belas kasih tetangganya yang simpati akhirnya lahirlah Paijo.
Hidup dengan tekanan yang besar, membuat Sulastri akhirnya menjual sawah pekarangan dan rumahnya kemudian pindah ke kaki gunung tempat nya saat ini.
Meninggalkan semua kerabat, kawan2nya dan semuanya yang mengingatkan hubungannya dengan masa lalunya.
Dibelinya tanah pekarangan dan rumah sederhana serta sebidang tanah kecil untuk hidupnya sehari2.
Malangntak dapat diraih untungbtak dapat ditolak, pada usianya yang ke 10 Paijo akhirnya berhenti sekolah karena ternyata kala itu musim paceklik dan gagal panen. Untuk hidupnya bahkan Sulastri terpaksa menjual sawahnya yang kecil itu. Dan hidup sebagai buruh tani.
Sebenarnya Sulastri tak ingin Paijo berhenti sekolah, namun Paijonya sendiri yang meminta untuk berhenti sekolah guna mambantunya hidup dengan bekerja sebagai buruh tani.
Kerja keras Paijo ternyata membuahkan hasil, dengan menggarap sawah milik orang lain dan menggarap pekarangannya dengan menanam sayuran serta pohon2 albasiah dan berternak kambing, pada usia ke 15 Paijo bisa membetulkan/merenovasi rumah ibunya supaya lebih layak dan membeli sawah sekalipun sedikit.
Lama kelamaan pada usia ke 17 Paijo bisa membeli tanah sehingga tak perlu lagi bekerja sebagai buruh tani.
Namun di usia ke 18 akhirnya Paijo tergiur untuk ikut menjadi tukang kebun dengan harapan uangnya bisa membeli sawah lebih besar lagi.
“Mak, aku akan bekerja sampai usia 20 tahun atau 22 tahun mak, mak tunggu saja, kalau sudah puas bekerja Paijo akan pulang menjadi petani menemani mak, tapi sekarang Paijo ingin mencarinuang yang banyak agar bisa membahagiakan mak”
Kata2 Paijo selama ini terus terngiang jelas ditelinganya, ada semangat dan keyakinan yang kuat bahwa dirinya akan berhasil kelak.
Doa dan segala puja selalu dipanjatkan oleh maknya agar Paijo sehat dan bisa mencapai cita2nya. Bagaimanapun juga Sulastri merasa bersalah tidak bisa menyekolahkan Paijo bahkan sampai dengan lulus SD sekalipun.
Dan sesungguhnya Paijo sekarang sudah memiliki sawah yang cukup luas sebagai orang yang dianggap kaya di desanya, semua itu dari hasil jerih payah bekerja sebagai tukang kebun dikeluarga kaya yang akhirnya Sulastri tahu mereka adalah Atmo dan Kinanthi.
Nama yang akrab ditelinganya.
***
Pagi itu Astrid merasa benar2 segar sekali rasanya bisa jalan2 sekeliling desa Paijo, melihat hamparan sawah yang menghijau nan luas.
Kandang2 sapi dan kambing, ladang sayur yang terhampar indah sejuk dipandang mata. Sekeliling rumah Paijo benar2 surga bagi matanya yang haus akan indahnya alam ini.
Selama jalan2 barulah Astrid dan Kresna tahu kalau selama ini uang Paijo yang dikirimkan kepada ibunya hampir seluruhnya dibelikan sawah atau tanah laadang oleh ibunya.
Ibu Paijo sendiri secara ekonomi sudah sangat tercukupi dengan hasil ladang dan sawah yang ada dan semakin tercukupi dengan bertambahnya luas lahan yang mereka miliki.
Astrid dan Kresna berhitung2 kemana larinya hasil panen selama ini ? Ternyata larinya ya beli sawah atau pekarangan lagi. Ternyata ibu Paijo sama sekali tak mengambil banyak hasil tersebut untuk kepentingannya.
Rumah masih sangat sederhana dan lusuh, baju juga masih lusuh semuanya serba sederhana sekalipun untuk ukuran penghasilan dan uang yang dikirim Paijo sudah merupakan angka yang besar.
“Nak Astrid dan nak Kresna, ibu merasa sangat berdosa pada Paijo karena tak bisa menyekolahkannya dengan baik. Nasib ibu kala itu benar2 melarat, sehingga rasanya tak layak bagi ibu mengurangi banyak uang Paijo untuk hidup. Cukuplah ibu hidup sedernhana, asal Paijo kelak bisa hidup jauh lebih mulia.”
“Mmm tapi khan Paijo kasihan bu, niatnya membahagiakan ibu seolah tak tersampaikan”
“Nak Kresna, ibu sangat bahagia kala melihat hamparan sawah milik paijo, ibu sangat bahagia melihat hasil ladangnya Paijo,
Adalah cita2 Paijo utk terus menabung dalam bentuk tanah agar nantinya bila sudah cukup dirinya bisa pulang dan bertani sambil merawat ibunya.
Itu adalah cita2 Paijo yang sangat membuat ibu bahagia. Kalau melihat semua yang dia punya saat ini, cukuplah dia bekerja untuk 2 tahun lagi, selebihnya dia akan bisa hidup nyaman dari mengelola sawah dan ladangnya”
“Mmmm jadi Paijo berniat bekerja hanya untuk 2 tahun kedepan saja bu ?”
“Iya nak Astrid, itulah rencana Paijo nak, dengan apa yang dia hasilkan dari lahan yang dia punyai saat ini ditambah penghasilannya selama 2 tahun, cukuplah baginya untuk menambah luas tanahnya 2x lipatnya. Saat itulah penghasilan Paijo sangat besar, jauh lebih besar dibanding penghasilannya bekerja.
Lagi pula Paijo memang ingin menemani ibu tinggal di desa, merawat ibunya yang sudah tua ini nak”
“Eh, bu Paijo nya kemana ya, kok sedari tadi Astrid belum lihat?”
“Hi hi hi, Paijo tuh kalau di desa suka mandi di Sungai nak Astrid, padahal sudah punya sumur dan kamar mandi sendiri di rumah, cuma ya itu memang kesukaan dia, tapi bedanya sekarang dia suka malu kalau bareng2 orang lain, katanya ga pantes gitu, hi hi hi
Sebentar lagi pulang kok”
Dan benar saja.
Kemudian tampak Paijo datang menenteng ikan yang dibawa menggunakan tali yang dimasukkan kedalam insang menerobos mulutnya.
Paijo kelihatan bergembira ria, bersiul2 sambil membawa ikan yang cukup besar2.
“Ha ha ha mbak, Paijo bawa ikan banyak buat sarapan, ibu sangat pintar masak ikan mbak, ha ha ha Paijo kangen juga soalnya, nanti deh cobain ikan yang diolah Ibu”
“Iiih ke sungai ga ajak2 sih? Aku khan pengen lihat kaya apa sungainya sampai2 bisa dipakai mandi”
“Ha ha ha iya jo kamu napa ga ajak2 khan bisa lihat cewek2 mandi di sungai akunya jo ha ha ha”
“Lha tadi Paijonya berangkat subuh mbak mas, masih gelap, sungainya ga kelihatan yang mandi juga belum ada, lagian tadi mbak Astrid dan mas Kresna masih tidur, Paijo ga enak mbanguninnya”
“Eeh siniin Jo ikannya, biar mas yang bersihin sisiknya jo, nanti biar Astrid bantu2 mak mu masak. Ha ha ha dia biar belajar masak jo, soalnya kemaren2 kalau masak suka gosong terus ha ha ha”
“Ha ha ha iya toh mas? Masa ga bisa masak mas? Ha ha ha”
“Iiih kamu ini ya, nanti coba lihat masakanku ya Jo, dijamin pasti enak lah hi hi hi”
“Eh Jo, ini ikan dari mana Jo?”
“Ha ha ha itu ikan dari sawah mas Kresna, masih coba2 sih, tapi lumayan juga hasilnya.
Ha ha ha gara2 ikan itu Paijo bisa punya uang beli kebun yang kemarin dekat kita nyari pohon buat bakal bonsai mas”
“Sawah maksudnya bagaimana Jo?”
“Itu lho mas, yang diinternet itu, khan ada sawah yang ditanami padi sekaligus ikan nila mas, ternyata pas paijo coba bener2 deh mas, lumayan lahan paijo ga nambah tapi hasilnya nambah 2x lipat mas. Alhamdulillah mbak Astrid ngajari macem2 disini Paijo cobain, kapan itu khan Paijo pulang 4 hari, ijin sama bapak ibu pas gajian 2 bulan lalu, ya untuk nyoba2 nanam ikan mas sambil nemani ibundi rumah”
“Waah nyoba2 tapi berhasil ya Jo?”
“Iya mbak cuma katanya di internet, hasil Paijo masih belum sesuai dengan yang dibilang disana mbak, Paijo kayaknya harus terus belajar mbak biar berhasil”
Obrolan sambil mengolah ikan di dapur berkembang, apalagi ketika mbak Astrid melihat singkong dan ubi di pojok dapur.
“Jo disini kamu punya pohon pisang yang dah mateng ga? Tadi mbak lihat singkong dan ubi di dapur jo, mbak mau masakin kolak deh biar mas Kresna bisa makan kolak yang enak Jo hi hi hi”
“Mmm ada kayaknya mbak di pekarangan belakang rumah ini, mmmm ada nangka juga kayaknya sih, sebentar ya mbak Paijo coba cari”
“Eeh aku ikut Jo, hi hi hi itung2 sambil lihat2 ada ga yang bisa dibawa pulang”
“Eeeh mbak Astrid mau apa buat dibawa pulang? Nanti biar mak yang sediakan, Jo jangan diajak ke pekarangan sebelah barat ya, kemaren mak lihat ada ular sendok (ular cobra) disana soalnya”
“Baik mak, ular mah ga akan menganggu manusia kalau ga digamggu kok mak, kalem saja, tapi Paijo ga akan kesana kok, mau ambil pisang kepok yang di belakang rumah saja”
Kemudian Astrid dan Kresna ke pekarangan belakang yang ditanami pohon mangga serta buah2 lainnya. Kebetulan memang ada nangka besar yang sudah matang.
Ada pohon sawo, mangga dan buah2 lainnya. Pekarangan belakang diatur sedemikian rupa sehingga memang tampak asri dan nyaman untuk dijadikan tempat bersantai.
Ada bangku2 yang terbuat dari batang2 kayu utuh yang diatur mirip kursi dan meja. Sederhana sih kelihatannya namun nampak sangat serasi.
“Eh Jo, mmm ini kamu yang atur ya?, kok kaya dimajalah ya?”
“Ha ha ha, ini hasil iseng2 mbak, kalau pulang Paijo suka bikin2 macem2 sih mbak, cuma asal2an sih mbak biar ga mumet. Di desa soalnya sepi mbak”
Astrid dan Kresna turut membantu Paijo memetik daun singkong, mengangkat buah nagka yang dipanen juga buah pisang ke dalam rumah. Kemudian memasak.membuat kolak sambil menggoreng ikan.
Entah kenapa rasanya mas Kresna dan mbak Astrid sejak datangnya selalu suka membantu untuk urusan2 rumah tangga. Seolah itu sudah sewajarnya.
Paijo sendiri heran kenapa bisa begitu. Tapi dasar Paijo semuanya dianggao sudah semestinya begitu. Mana ada urus.
***
Siang hari tepatnya sesaat setelah matahari tergelincir Rombongan Paijo berangkat bertolak ke Jakarta.
Bagasi mobil penuh dengan kelapa, gula kelapa, ubi dan singkong, talas, pisang, nangka semangka dan bermacam sayuran hasil ladang Paijo.
Astrid dan Kresna jelas melongo melihat oleh2 yang begitu banyak yang disiapkan oleh ibu Paijo. Yang pasti begitu mereka pamit hendak kembali ke Jakarta, semua tiba2 sdh ada di dekat mobil mereka.
Perjalanan panjang dan melelahkan kembali mereka jalani menuju Jakarta. Namun kali ini ada perasaan berbeda pada Mbak Astrid dan Mas Kresna.
Bahwa ternyata mak nya Paijo kenal akrab, setidaknya itu yang mereka paham, dengan papa dan mama mereka. Dan bisa dipastikan hubungan mereka bukan hubungan majikan dan bawahan.
Bahwa ternyata Paijo hanya akan bekerja hingga dua tahun ke depan karena setelahnya Paijo akan fokus menggarap sawah dan ladangnya.
Bahwa Paijo ternyata tidak semiskin yang mereka bayangkan semula, karena ternyata Paijo saat inipun sudah memiliki sawah dan ladang yang cukup luas untuk ukuran penduduk desanya.
Perjalanan itu memberikan dampak yang luar biasa kepada Astrid dan Kresna, bahwa Paijo yang lugu ternyata dalam kesederhanaan berfikirnya masih tetap berfikir demi masa depannya.
Bahwa Paijo memang layak memperoleh banyak kemajuan sebagaimana di desanya dia sudah dipandang maju, sekalipun pendidikannya tak sampai lulus SD.
Bahwa Paijo memang luar biasa perjuangan hidupnya selama ini, mulai dari usia yang masih sangat dini dia sudah memiliki cita2 membahagiakan ibunya. Satu2nya orang yang selama ini mendampinginya di dunia ini. Paijo yang benar mandiri sejak masih sangat muda, lugu dan suka merendahkan diri padahal dia mungkin jauh lebih mulia dibandingkan orang2 yang merendahkannya.
Perjalanan kali ini, membuat Paijo seolah berubah dalam pandangan mbak Astrid dan mas Kresna, karena pada dasarnya mereka berdua sudah takluk hatinya melihat segala perjuangan dan semangat hidup Paijo. Mereka berdua benar2 mengangkat topi sebagai penghormatan atas segala perjuangan Paijo membahagiakan Ibunya.
***
Bersambung…